"A-aku.."
"Ayo ke rumah sakit" Seperti kau memiliki barang yang berharga. Melihat ada kesalahan sedikit saja, kau tak tahan untuk segera membawa barang itu ke tempat perbaikan.
"Tidak perlu" Hana dengan cepat menggelengkan kepalanya menolak.
Kesal karena melihat Hana yang tak menurut, tanpa basa-basi lebih jauh. Pasha langsung membopong gadis kecil itu ke atas pundaknya. Hana sontak meronta, apa-apaan pria ini?
"Pak, apa yang anda lakukan? Anda bukan mahram saya" Jerit Hana histeris. Mengundang berbagai pasang mata tertuju kearah mereka.
"Cepat turunkan saya!" Hana dengan keras memberontak untuk turun. Tapi nyeri dalam perutnya, membuat Hana tak punya kekuatan yang besar untuk melakukannya.
Pasha menolak menurunkan Hana, terus membopongnya keluar dan memasukkan gadis kecil itu kedalam mobilnya. Hana di dalam sana sudah menangis deras, tak dapat memikirkan apa-apa lagi. Nyeri dalam perutnya sungguh sangat tidak tertolong.
Mendeng
Hana membuka matanya ketika samar-samar sinar matahari pagi mendominasi wajahnya. Terdengar suara tarikan tirai yang di geser. Hana menoleh dan mendapati seorang perawat baru saja menyingkap tirai jendela. Hana rasanya seperti baru terjaga dari mimpi. Ia tidak akan pernah mengira ada hari dimana ia dilarikan ke rumah sakit hanya karena kram menstruasi. Mengingat kejadian semalam, rasanya Hana ingin menangis karena malu. "Pagi, anda sudah bangun?" Sapa perawat cantik itu ramah. "Pagi, Sus" Hana mengangguk sopan, "Ya, baru saja" "Ah, kakak lelaki anda baru saja pergi membeli sarapan. Ia berpesan pada saya jika anda bangun untuk meminta anda menunggunya" "Kakak lelaki?" Hana mengerutkan keningnya bingung. Sejak kapan ia punya kakak laki-laki? Ia hanya punya dua orang kakak perempuan. "Em" Perawat itu mengangguk dan tersenyum, "Kalau begitu saya permisi" Setelah kepergian perawat itu, Hana tanpa sengaja menoleh kearah sofa yang ada
Pasha mendorong pintu kaca transparan itu dan masuk kedalam minimarket untuk membeli pembalut wanita seperti yang di sarankan dokter berkacamata tadi. Mendatangi salah satu karyawati yang duduk di meja kasir, tanpa sungkan Pasha berkata, "Saya butuh pembalut wanita"Beberapa saat karyawati itu terperangah, sempat terpesona dengan pria tampan di depannya, "Ah, sebentar!"Wanita itu pun keluar dari meja kasir dan menyuruh salah satu rekannya yang lain untuk berganti jaga. Sebelum wanita itu pergi mengambil barang yang diinginkan Pasha, wanita itu berbalik untuk bertanya, "Apa ada ukuran khusus? Sayap atau non-sayap?"Tampak sepasang mata elang Pasha berkedip tiga kali tak mengerti, "Siapkan saja semuanya"Karyawati itu mengulum rapat bibirnya, menahan senyum. Sepertinya itu adalah kali pertama pria tampan itu membeli benda seperti ini, "Baik"Di rumah sakit, Hana baru saja menelpon kakak keduanya untuk segera datang ke rumah sakit membawakan pakaian
"Kamu gak bawa mobil, Han?" Tepat setelah mata kuliah berakhir, siang itu Hana dan kedua temannya bergegas pergi meninggalkan gedung fakultas dan pergi ke kantin kampus."Engga, Cha" Jawab Hana lemas, karena pertanyaan Chaca itu berhasil membuatnya kembali terkenang betapa memalukannya awal pagi yang ia hadapi hari ini."Kok kamu lemes gitu sih Han?" Miftah menyenggol lengan Hana. Sejak tadi di dalam ruang Hana tampak tidak bersemangat."Sebenarnya aku males banget cerita"Miftah dan Chaca bertukar pandang. Mereka saling berkirim sinyal, pasti ada sesuatu yang baru saja terjadi pada Hana."Memangnya kenapa sih Han? Ayo dong cerita!" Chaca meletakkan tangannya di pundak Hana, matanya berkedip penuh keingintahuan. Hana yang melihatnya mendesah panjang. Di antara kedua temannya, Chaca lah yang paling besar jiwa keingintahuannya. Dalam tanda kutip 'bukan mengenai pembelajaran'."Engga ah, males!""Jangan gitu dong Han, kami kepo ni"
Hana terdiam. Jelas ia mengenal kakak lelakinya Chaca yang baru saja mendapatkan gelar dokter muda itu. Pria berkulit putih yang memiliki senyum meneduhkan. Pribadi yang tidak banyak omong, tapi perhatian. Perawakannya sopan dan lembut. Sosok yang relijius dan jauh dari kata arogan. Tak lupa dengan aura medisnya yang telah menarik perhatian banyak wanita.Tanpa sepengetahuan kedua sahabatnya itu. Kakak lelakinya Chaca...Adalah cinta pertamanya Hana."Ah, udah ah!" Hana langsung menyeruput jus alpukat nya yang tanpa gula itu dan melanjutkan, "Kita fokus belajar aja dulu ya!""Bener!" Seru Miftah dan Chaca serempak."Pokoknya, kalo kamu di jodohin bilang sama aku" Chaca baru saja mengambil sesuap siomay kedalam mulutnya, terus kembali berbicara, "Biar aku paksa kakak aku buat datang ke rumah""Untuk?" Hana menautkan sepasang alisnya."Ya untuk lamar kamu lah!"Serentak Miftah dan Hana bertukar pandang, sama-sama terperangah!
Esok harinya, Hana sarapan seorang diri di meja makan yang sunyi. Ratna yang terbiasa sarapan di jalan, itu sudah pergi meninggalkan kediaman untuk bergegas ke perusahaan. Keira yang masih sensitif karena kejadian semalam, sudah pergi di awal pagi buta entah kemana. Sedang ayahnya selalu jarang sarapan pagi, karena terburu-buru bekerja.Biasanya Hana melewati sarapan pagi dengan kakak keduanya. Karena hanya Keira lah yang paling luang di antara para anggota lainnya yang terjerat dalam kesibukan. Tapi pagi ini, Hana menyelesaikan aktivitasnya melahap sepotong roti dan menghabiskan segelas susu hangat itu seorang diri.Hana mengambil tasnya dan beranjak pergi meninggalkan ruang makan yang sunyi. Berjalan ke ruang tamu, beberapa maid muda menyapanya dengan ramah."Pagi, non Hana""Pagi" Hana membalas sapaan mereka dengan tersenyum simpul.Mereka adalah sekelompok maid yang di pekerjakan seminggu tiga kali, untuk membersihkan kediaman keluarga Hana yan
Pasha berada dalam sebuah bar, bertemu dengan beberapa rekan bisnisnya. Mereka bercengkrama panjang lebar mengenai kerjasama bisnis bertemankan sebotol anggur mahal. Di pertengahan pembicaraan itu, tanpa sengaja mata elangnya yang tajam, menangkap seorang gadis mungil berhijab, melesat masuk kedalam dengan mata yang menoleh kanan-kiri seperti mencari seseorang.Kening Pasha berkerut tajam. Pasha jelas mengenal siapa gadis mungil berhijab itu. Dalam diam dengan sepasang alis tertaut erat, Pasha berpikir. Tempat ini terlalu terbuka bagi gadis tertutup sepertinya, tapi...'Untuk apa dia datang kemari?'Pusat perhatian Pasha pun berubah dari pembicaraan bisnis yang sangat menguntungkan, beralih pada permata langka yang sangat ia inginkan.Hana.Pasha dapat melihat Hana berjalan mendatangi seseorang. Itu adalah seorang wanita berambut ikal sebahu, yang tampak cukup mabuk setelah menghabiskan beberapa botol alkohol. Sekali pandang saja, Pasha jelas langsung mengenali siapa itu. Yang tak lai
"Mana ponsel mu?" Pasha mengacuhkan perkataan Hana sebelumnya. "Hah?" Hana tentu saja terkejut karena Pasha tiba-tiba menanyakan ponselnya. Memangnya apa yang pria itu ingin lakukan dengan ponselnya, "Kenapa anda menanyakan ponsel saya? Anda ingin menghubungi seseorang tapi tidak ada pulsa?" Beberapa saat berlangsung dalam keheningan. Terdengar deringan ponsel yang begitu jelas dari dalam mobil. Yang tak lain itu adalah ponsel Hana. Membuka pintu pengemudi, Hana langsung mengambil ponselnya yang ada di atas dasbor mobil. Sebelum pergi mengangkatnya, Hana melihat nomor panggilan itu yang ternyata dari ayahnya, "Assalamu'alaikum Pa.." "Hana, kamu pergi kemana sudah tengah malam seperti ini masih belum pulang?" Terdengar suara cemas sang ayah dari seberang. Hana memijit pelipisnya rumit, bingun harus mengutarakan kondisinya. Jika menjelaskan yang sebenarnya, ia takut ayahnya akan memarahi kakak keduanya. Namun berbohong pun, ia jelas pasti langsung ketahuan, "Itu Pa, ini Hana udah ma
Hana menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Menenggelamkan wajahnya di atas bantal, kedua tangannya berkali-kali memukul ranjang yang empuk itu dengan perasaan frustasi. Setelah beberapa menit melampiaskan kekesalannya dengan cara itu, Hana bangkit dan membaringkan tubuhnya keatas selimut yang lembut, "Ya Allah, aku harus gimana..."Pasha yang bersikeras meminta pertanggungjawabannya itu, menolak keras negosiasi ayahnya dalam opsi apapun. Pria arogan dan benar-benar dingin seperti julukannya 'pangeran malam' itu, tetap kekeuh untuk menjadikannya calon istri.Ayahnya yang selalu mempertimbangkan hal dengan meraih keduanya tanpa merugikan apapun, dengan tak berdaya berkata pada Hana, tepat setelah Pasha pergi meninggalkan kediaman."Papa tidak pernah ingin membuat mu menikah dengannya. Tapi karena tindakan sembrono mu malam itu, inilah hasilnya"Hana dengan sangat menyesal berkata, "Maaf Pa, Hana menyesal. Hana pasti akan bertanggungjawab akan hal ini tanpa membuat papa dirugikan""Bag