Alih-alih menjawab lelaki itu melingkarkan tangannya di pinggang Rachel dan perempuan itu refleks melingkarkan lengannya di leher Gideon dan mengizinkan lelaki jangkung itu meletakkannya di meja konter. Dinginnya granit perlahan meresap melalui celana pendek Rachel, mendinginkan kulitnya yang terbakar namun tidak cukup untuk membuatnya terkejut. Punggungnya sedikit melengkung dan rengekan kecil bergema kembali ke telinganya. Dia berdoa kepada Tuhan bukan dia yang membuat suara itu."Manis sekali," Gideon bersenandung pelan sambil akhirnya menarik diri, Rachel mengutuk dalak hati. Lelaki menyebalkan."Aku tidak sabar menunggu kuenya," Gideon menyeringai nakal sebelum membungkuk dan memberikan ciuman kecil di dahi Rachel.Perempuan itu hanya bisa berkedip cepat saat melihat Gideon keluar dari dapur dan meninggalkan pandangannya. "Ugh, si menyebalkan itu, tunggu saja pembalasanku," gerutu perempuan itu sambil membuka pintu freezer dalam upaya putus asa untuk mendinginkan pikirannya.Sete
“Kudengar Gideon sakit hari ini. Sayang sekali aku dengar tim produksi memilih untuk menghentikan pengambilan beberapa adegannya daripada menunggu ia sembuh.”Rachel mendongak dari ponselnya dan berkedip ke arah Hera, menimang respon diambang kerongkongannya. “Benarkah? tapi ya … ini mungkin terdengar kejam, tapi hal seperti itu biasa terjadi di dunia perfilman semua orang menginginkan posisi itu dan posisimu bisa diambil kapan saja oleh orang lain.”Perempuan bersurai cokelat bergelombang itu menaruh lebih banyak selai bluberi di pancake-nya sebelum meneruskan ucapannya. “Lagi pula, tim produksi punya jadwal tayang yang harus diikuti, jadi hal seperti ini sangat mungkin terjadi, mungkin ia hanya sedang tak beruntung.”Perempuan yang lebih muda menggelengkan kepalanya tak percaya ke arah Rachel. “Menjadi aktor pendatang baru itu sulit, kau juga tahu itu, kan? Aku sadar kalau setiap peran itu penting bahkan figuran sekalipun. Meski begitu aku yakin Gideon mungkin terpukul karena hal in
Rachel menatap bubur ayam di dalam paper bag yang ada di genggaman tangannya. Perempuan itu menatapnya selama beberapa detik, menghela napas cukup keras sebelum mantap membunyikan bel pintu. Kalau boleh jujur, dia sebenarnya tidak punya niat untuk datang, tetapi setelah dia mendengar dari Hera bahwa Gideon telah dikeluarkan sepenuhnya dari peran sinetron kejar tayang, Rachel mau tidak mau merasa tidak enak. Apalagi bisa jadi lelaki itu jatuh sakit karena pulang larut sehabis membuat kue waktu itu, salahnya tidak mengizinkan Gideon menginap. Lagipula Gideon juga tidak memiliki niat untuk menginap, ia tahu lelaki itu hanya bercanda mengingat Luna pasti menunggunya di rumah. Tapi tetap saja, inilah Rachel, berdiri di depan kediaman lelaki itu dengan canggung.Perempuan itu tahu bagaimana rasanya berjuang untuk mendapatkan tempat di industri perfilman, dan melihat Gideon gagal mempertahankan posisinya di sinetron itu membuatnya merasa iba – meskipun terkadang lelaki yang lebih muda bersik
Di usianya yang sudah menginjak hampir kepala tiga, Rachel belum pernah menjalin hubungan serius, jangan menertawakannya karena ini adalah benar adanya, hubungan terakhir yang ia punya hanya cinta monyet selama ia sekolah dan beberapa ketika ia berkuliah, tak ada yang serius. Semua berakhir hanya dalam waktu singkat.Perempuan itu menyeka mulutnya yang belepotan oleh taburan gula dari kue kering yang dimakannya, menatap layar laptopnya hingga matanya kering dengan lengan baju piyamanya yang tergulung asal, Rachel meletakkan cangkir airnya di meja samping tempat tidurnya untuk melanjutkan penelitiannya. Sepulang dari apartemen Gideon, pikirannya dihinggapi banyak pertanyaan.Oh, Rachel tentu tahu dia bisa menarik siapa pun untuk menjadi pacarnya jika dia menginginkannya. Dia mungkin terlihat angkuh dari luar, tapi Rachel tahu kalau dia cantik, Anggun, menarik, lucu, menawan, dan disukai oleh orang-orang di sekitarnya (haters-nya adalah pengecualian tentunya). Ia jadi teringat dengan pe
Sekarang adalah hari di mana pesta pembukaan Lavier, salah satu sponsor acara realita televisi yang akan Gideon dan Rachel bintangi di mulai. Rachel tak merasa gugup sama sekali, daripada gugup tentang dirinya sendiri ia lebih gugup memikirkan Gideon. Saat perempuan itu berjalan melewati ruangan dengan langkah percaya diri seperti biasanya, dia memastikan untuk tersenyum, menyapa semua orang, mengangkat dagunya sedikit, dia mungkin memperhatikan semua orang yang dia tahu. Rachel sedikit mencoba melihat sekeliling, tanpa membuatnya tampak seolah-olah dia sedang mencari Gideon, perempuan itu menemukannya dengan mudah, tentu saja, dia sulit untuk dilewatkan, mengingat tinggi lelaki itu yang di atas rata-rata menjadikannya sorotan di setiap ruangan yang dia masuki. Gideon juga tampak menyadari keberadaannya, pesonanya memang sulit untuk ditolak, ia merupakan salah satu dari kelompok orang-orang yang begitu cantik dengan rasa percaya diri yang alami, sehingga ketika dia masuk ke aula pesta
Pesta pembukaan sekaligus penyambutan berjalan dengan lancar, tak ada hal menarik yang terjadi selain Gideon dan Rachel yang dicecar pertanyaan media menyoal hubungan mereka. Esoknya Gideon berjalan kembali ke ruang kerjanya di agensi setelah pertemuan singkat dengan Rachel untuk melakukan beberapa fitting. Lelaki itu sedikit terkejut dengan beberapa staf pekerja dari departemen lain yang memberinya selamat terkait hubungannya dengan Rachel. Apakah agensi tidak memberitahu kalau semuanya hanya bohongan? pikir lelaki itu, tapi masuk akal juga jika mereka menutupi rahasia kontrak mengingat semakin sedikit orang yang tahu semakin kecil kemungkinan untuk ketahuan, siapa tahu ada salah satu staf yang membocorkannya ke publik meski hal seperti ini sudah seperti rahasia umum di agensi.Pada saat ini, yang mengganggu dan membuat Gideon kesal dengan situasi ini adalah ia bahkan tidak bisa melarikan diri dari pertanyaan terkait Rachel bahkan di dalam agensinya sendiri, sudah cukup dia menjawab
Alih-alih menanggapi pertanyaan Rachel, Gideon malah menatapnya dengan raut bingung. Perempuan itu berdeham canggung sebelum mencoba mengalihkan topik pembicaraan."Karena kau sudah jauh jauh datang kemari kenapa kita tidak sekalian makan di luar? Aku bisa mentraktirmu," ucapnya yang direspon dengan gelengan cepat oleh Gideon."Biarkan aku yang membayar kali ini, kau tunjukkan saja di mana restoran tempat kau biasa makan," tukas lelaki yang lebih muda sementara Rachel dengan santainya hanya mengendikkan bahu."Baiklah kalau begitu, tunggulah aku harus mengambil barang-barangku.""Hm... aku akan menunggumu di Basement," ucap Gideon sembari mengangkat kunci mobilnya, perempuan yang lebih tua hanya mengangguk setengah hati.***Rachel dan Gideon memasuki restoran dan langsung disambut oleh resepsionis dengan senyum ramah. Beruntungnya, mereka bisa mendapatkan meja meskipun mereka melakukan reservasi secara mendadak. Restoran ini cukup ramai pada malam sabtu, terlihat dapat dipercaya kred
Setelah mengobrol selama beberapa saat dan menghabiskan hidangan mereka, Rachel dan Gideon segera kembali ke mobil Gideon untuk pulang. Itu adalah makan malam yang menyenangkan, tak dapat dipungkiri bahwa Rachel bersenang-senang menghabiskan waktu bersama Gideon di luar hubungan kerja, meskipun saat ini juga mereka sedang menjalani kontrak, tapi setidaknya alasan mereka makan awalnya bukan karena itu. Ketika mereka berhasil keluar dari lingkungan resto, Rachel memutuskan untuk memecah keheningan di dalam mobil.“Gideon. Kau mungkin perlu mengetahui ini sebagai pacar maksudku partner kontrakku.”"Mengetahui tentang apa?" tanya Gideon tanpa mengalihkan pkaungannya dari jalan. Rachel diam-diam mengamati alis Gideon yang berkerut saat dia mengantisipasi apa yang akan dia katakan.“Aku alergi udang.”Butuh waktu beberapa detik untuk pesan itu sampai pada lelaki yang lebih muda, dan Rachel terhenyak ketika realisasinya mencapai Gideon. Mata lelaki itu melebar dan rahangnya ternganga. Dia be