1 bulan kemudian.
4 Maret 2018.
Pesta pernikahan Dexter dan Eve diadakan sesuai jadwal yang telah direncanakan. Pesta meriah dan megah yang memang sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari membuat Eve menarik napas panjang. Ini baru awal saja.
Dexter memasuki ruangan calon pengantin wanita dengan langkah cepat, tidak peduli pandangan orang padanya. Dia tidak percaya mitos tidak boleh melihat pengantin wanita sebelum waktunya, tidak ada yang namanya nasib buruk, toh nasibnya tidak akan lebih buruk daripada sekarang.
Eve bisa melihat bayangan Dexter di cermin meja riasnya. Dia menyuruh tiga orang MUA yang ditugaskan meriasnya untuk meninggalkan ruangan pengantin wanita. Pembicaraan ini seharusnya tidak didengar oleh siapapun kecuali mereka berdua.
Dexter memang tampak seperti orang yang tidak tenang. Meskipun Eve harus mengakui dia tampak tampan dalam balutan tuxedo hitam yang baru sekarang dilihat Eve. Tuxedo itu membuat Dexter tampak kelam, itulah cara Eve menggambarkan keadaan pria yang bisa dilihatnya dengan jelas di cermin.
Mereka tidak pernah pergi fitting baju pengantin bersama-sama, selalu pergi sendiri-sendiri. Dan baru bertemu sekarang ini setelah bertemu pada saat rapat keluarga membahas masalah Aze dan Dexter.
“Aku tidak akan ragu bercerai darimu 2 tahun lagi,” kata Dexter. Wajahnya tampak muram dan tangannya mengepal. Dia berdiri tegak memandang punggung Eve yang tidak membalik badannya sama sekali.
Eve tidak menjawab. Dia hanya memandang bayangan di cermin, bayangan calon suaminya. Sebelum Dexter akan membuka mulutnya memaki Eve, Eve berbalik dan berkata, “I cannot wait.”
Eve terdiam sebentar, lalu dia berkata, “Tetapi sementara ini bantu aku menjalankan apa yang harus aku lakukan. Jika tidak bisa menjadi suami istri yang normal, setidaknya kita bisa menjadi teman. Hanya 2 tahun, sesuai permintaanmu.” Dexter berjalan keluar setelah melihat senyuman Eve.
Pesta pernikahan berlangsung meriah dihadiri keluarga, teman dan relasi bisnis kedua keluarga besar, lebih dari 1000 undangan yang memenuhi ruangan itu. Media dibatasi supaya tidak terlalu membuat banyak berita di luar kontrol mereka, salah satunya berita tentang Aze.
Eve melihat indahnya altar mereka yang dihiasi berbagai bunga warna-warni, mengingatkannya pada taman belakang favoritnya di rumah Evita, neneknya. Setelah pemberkatan, resepsi pada malam harinya diadakan di dalam dan luar ruangan. Hiasan di dalam ruangan tidak kalah indah, bunga hidup dan lampu warna-warni menambah keanggunan pesta itu. Eve merasa sayang kalau perkawinannya hanya berlangsung selama 2 tahun dengan acara semegah itu. Mungkin itu takdir, katanya dalam hati sambil tersenyum.
Eve tampak mengikuti Dexter berkeliling menyapa semua tamu undangan. Senyumnya mengembang di mana-mana seakan itu adalah hari bahagianya. Dexter tidak menyadari dirinya ikut tersenyum melihat orang yang menggandeng lengannya juga tersenyum.
Beberapa teman-teman Eve yang menyapa dan sempat menggodanya. Eve menjawab dengan santai, “Oh, kami akan memiliki anak secepatnya. Jangan kaget kalau sebentar lagi aku kenalkan pada anakku.” Teman-teman Eve tertawa mendengar itu.
Eve mungkin harus meninggalkan jejak pada teman-temannya bahwa dia akan segera memiliki anak. Meskipun anak itu tidak tumbuh dan lahir dari dalam dirinya, Eve sudah berjanji akan menyayanginya dengan sepenuh hati karena anak itu adalah keluarganya, keponakannya sendiri.
Senyuman itu? Untuk Eve, senyuman itu dia berikan untuk semua keindahan yang dilihatnya hari ini. Semoga senyuman itu tidak banyak berkurang saat waktu berjalan maju dan kisahnya dengan Dexter bergulir.
“Kamu sudah mendapat 4 bulan cutimu, Eve. Kapan mau mulai kerja sungguhan?” tanya Erick. Sejak kehamilan Eve menginjak 8 bulan sampai Raven berusia 3 bulan, Eve mengerjakan semuanya dari rumah, kadang datang untuk rapat-rapat atau urusan penting lainnya, mungkin hanya 2-3 kali dalam seminggu. Tetapi Erick harus mengakui semua berjalan lancar di tangan Eve, seperti biasanya, tanpa cela. “Papa harus mulai memberikan Rana tanggung jawab yang lebih besar.” Adik lelaki Eve sudah datang dari Amerika Serikat 6 bulan yang lalu dan Eve mengajarinya dengan telaten. Rana juga bukannya tidak berpengalaman karena dia juga bekerja di sebuah perusahaan rekanan Angkasa Wongso di New York sembari menyelesaikan kuliah S2-nya. Eve hanya memperkenalkan aturan dan cara kerja mereka di Asterix Grup karena Asterix lebih besar dan lebih luas. “Aku akan berikan, tetapi jabatanmu tetap sama, tidak bisa diisi orang lain. Makanya lahirkan anak lagi supaya keluarga kita akan makin besar.
Angin semilir di taman samping membuat Eve membetulkan roknya yang sedikit berkibar. Pinggiran rok itu dia selipkan di bawah pahanya yang sedang berada di atas kursi taman dari batu yang berbentuk kursi. Beberapa daun tampak berjatuhan, membuat rumputnya yang kehijauan berbercak kekuningan. Bunga-bunga di saat-saat seperti ini juga tumbuh bermekaran meskipun kebanyakan di antaranya selalu ada yang mekar tanpa mengenal waktu sepanjang tahun. Semalam hujan jadi tanah masih terlihat sedikit basah pagi ini dengan cuaca yang cukup hangat. Eve lebih suka cuaca lebih dingin dari ini karena dia juga malas kulitnya yang terlalu putih itu terasa seperti tersengat berada di bawah terik sinar matahari. Namun demi untuk menjemur Raven, dia rela membiarkan kulitnya terkena sinar matahari pukul 8 pagi yang katanya menyehatkan. Tanaman di taman ini semakin banyak dari hari ke hari. Maria terus saja menambahkan tanaman-tanaman hias dan berbagai macam bunga setiap kali d
Eve membuka kotak berpita seukuran kotak gaun di hadapannya itu saat pesta usai 30 menit yang lalu. Semua tamu sudah pulang meninggalkan tuan rumah dalam kelelahan dan kebahagiaan. Kotak berwarna perak itu adalah kado pemberian Dexter sebagai ucapan terima kasihnya sudah menemani hidupnya dalam 2 tahun ini. Itu waktu yang singkat, tetapi mengingat mereka memiliki sejarah percintaan yang cukup panjang, rasanya ini juga hadiahnya atas masuknya Eve kembali dalam relung hatinya dan kesediaan wanita itu kembali ke dalam hidupnya. Dexter sebenarnya sedang memperhatikan Eve yang memegang dan membuka kotak itu dengan perlahan seakan waktu berjalan dengan sangat lambat. Tetapi memang dia harus bersabar seperti Eve bersabar menghadapi dirinya dulu. Eve mengeluarkan kertas yang berada dalam balutan plastik yang membungkusnya, menjaga rapuhnya kertas itu. “Kamu seorang Wongso, Love.” Kertas yang mengubah nama Eve dengan tambahan nama Wongso di belakangnya sudah a
4 Maret 2020 Eve sedang duduk di meja riasnya. Lelah, itu yang dirasakannya. Senang, itu perasaannya. Seorang wanita muda berdiri di belakang Eve dan tersenyum. “Kamu cantik, Eve.” “Terima kasih. Perut ini makin berat dan aku makin sering lelah, Aze.” Kandungan Eve sudah menginjak usia 5 bulan. Aze mengangguk. Dia juga ingat betapa besar perutnya saat itu, hampir2 tahun lalu. Eve yang jarang mengeluh juga akhirnya meloloskan keluhan juga, tidak salah, menjadi wanita hamil itu tidak mudah. Seingat Aze, hanya Eve yang selalu ada bersamanya, meredakan semua keluhannya, melakukan semua keinginannya, tentu dengan syarat-syarat, Eve memang selalu licik begitu. “Pesta memang merepotkan untuk wanita hamil,”sahut Aze. “Lebih enak berkeliling mall?” tanya Eve sambil tersenyum. Aze tertawa lirih dan mengangguk. Mereka akan segera menghadiri pesta perayaan perkawinan Dexter dan Eve yang kedua. Eve keberatan sebenarnya, perutnya yang makin
Sudah sejak awal Aksa merasa bersalah menyembunyikan semua fakta tentang Rosalind dan Reveline dari wanita yang dianggap sebagai ibunya sendiri. Evita tidak memiliki hubungan darah dengan Aksa tetapi mereka sudah sangat dekat. Pelan-pelan Aksa menceritakan masalah Rosalind sampai kehadiran Reveline pada Evita setelah kematian Rosalind. Selama ini Rosalind yang melarang melibatkan Keluarga Daveno dalam hal apa pun untuk melindungi keluarga itu. Aksa sangat mengerti bagaimana sifat Evita, wanita tua yang keras namun penyayang dan cukup bijaksana menilai semua hal. Evita tidak menyalahkan siapa pun. Dia hanya menyesali jalan hidup anaknya dan wanita yang dicintainya berakhir seperti sekarang. Namun yang paling besar adalah penyesalannya terhadap Reveline yang tidak bisa menjadi seorang Daveno. Evita dan Albert datang mengunjungi Reveline setiap bulan, tidak ada seorang Daveno yang bisa disia-siakan, termasuk Reveline. Semua orang lupa memperhitungk
Dexter, anak kedua Diana, yang kala itu berumur hampir 4 tahun yang paling gembira dengan kabar itu. Dia paling suka menemani Rosalind ke mana pun sambil mengelus perut buncit bibinya itu. Selain menyukai calon anak Rosalind, Dexter juga sangat menyukai mata coklat keemasan Rosalind. “Cantik. Mata Tante Ros cantik,” kata Dexter dengan polosnya. Rosalind akan terkekeh mendengarnya. Di dalam keluarga Aksa memang tidak ada yang bermata coklat keemasan seperti Rosalind jadi wajar Dexter begitu terpikat. “Ini namanya warna amber, Ex. Nanti anak ini juga mempunyai mata seperti Tante,” sahut Rosalind geli. Warna mata Rosalind didapatnya dari sang ibu yang berasal dari Italia. Mata Erick dan mata Rosalind yang coklat pasti akan menurun pada anaknya. Rosalind sangat menyayangi Dexter sampai memberikan nama panggilan kesayangan padanya dan rajin mendengarkan ocehan bocah berumur 4 tahun itu. “Berarti anak Tante nanti pasti cantik,” celoteh Dexter lagi. “Bisa ju