Share

2. Semua Sesuai Rencana

“Aku nggak mau anak ini! Nggak mau,” kata Aze sambil menangis di lantai ruang keluarga rumah Daveno. Rita yang awalnya akan mengajak Aze berdiri pun mengurungkan niatnya melihat pandangan mata Eve.

“Kalau tidak ada darah Wongso di situ, kamu bebas berbuat apapun,” sahut Aksa dengan dingin. Telinganya berdengung sejak tadi mendengarkan rengekan dan tangisan itu.

“Aku takut jadi gemuk dan jelek,” bisik Aze pada Eve yang berjongkok tepat di sampingnya. Eve sebenarnya tidak ingin membujuk Aze tetapi dia merasa lebih baik dia yang bicara dengan Aze daripada ibunya. Kebanyakan pembicaraan itu akan berakhir dengan tangisan Rita, ibu mereka.

“Kalau aku jadi kamu, aku lebih takut pada mereka,” balas Eve sambil mengarahkan matanya pada Keluarga Wongso.

“Eve!” bentak Aze lirih. Dia tidak berani bersuara nyaring di sini, ayahnya itu begitu menakutkan. Mau tidak mau matanya memandang ketiga anggota Keluarga Wongso yang duduk saling berjajar.

“Kalau kamu memang berniat membuang anak itu seharusnya kamu lakukan dari kemarin-kemarin, bukan sekarang. Sekarang cuma dokter yang bisa. Kita ke dokter aja kalau kamu mau,” bisik Eve lagi.  Aze cemberut.

Aze sudah berusaha segala macam yang dia bisa, segala macam obat dan resep tradisional sudah dicobanya, tetapi tidak ada yang berhasil. Bayi dalam kandungannya itu seakan betah berada di dalam rahimnya.

Hanya ke dokter saja yang dia tidak berani. Aze memang benci rumah sakit. Dia tidak ingin berada di rumah sakit.

 Tetapi yang keterlaluan itu Dexter. Aze melapor pada Dexter soal kehamilannya, malah Dexter melapor pada orang tuanya. Jadi beginilah akhirnya.

“Aku takut pada dokter,” bisik Aze.

“Jadi kita sudah tidak punya jalan lain. Tenanglah, aku akan membantumu. Duduk dan turuti apa yang mereka mau.”

Eve selalu bisa memukul Aze, bukan secara fisik, itu tidak pernah terjadi, tetapi secara mental selalu berhasil. Aze akhirnya takluk dan menuruti apapun yang diminta Eve.

Aze bangkit dituntun Eve dan duduk di sofa di sebelah Rita, ibu mereka. Eve segera duduk di sofa tunggal di sebelah Aze.

“Jadi semua akan berjalan sesuai rencana. Eve akan menikah dengan Dexter setelah 6 bulan bertunangan. Ini berarti bulan depan. Setelah itu mereka bertiga akan pergi ke Singapura, tinggal di rumah nenek Eve, menjauh dari media. Anak itu akan masuk di kartu keluarga Eve dan Dexter. Dua tahun lagi mereka bisa bercerai dengan hak asuh jatuh pada keluarga kami,” kata Erick dengan jelas dan tegas. Matanya banyak memandang ke Aze yang hanya menunduk.

“Hak asuh itu perlu kita pertimbangkan,“ sahut Aksa.

“Ini hanya mempermudah. Anak itu lebih mudah dibawa ibunya. Tetapi kalian bebas mengunjunginya kapan saja, kita bisa mengaturnya. Anak itu bahkan akan memakai nama keluargamu, Wongso. Kita kenal sudah lama, Aksa.”

Aksa terdiam sebentar, lalu menjawab dengan berat hati, “Baiklah.” Ini memang salah anaknya juga, bisa-bisanya bermain api dengan adik tunangannya sendiri.

Dexter memandang Eve dengan tatapan yang sulit diartikan. Dexter telah membuat perempuan lain hamil dan Eve masih mau menikahinya. Bukan hanya perempuan sembarangan, perempuan yang hamil itu adalah Aze, adik Eve sendiri. Eve itu perempuan yang dingin dan tidak punya perasaan, si Gunung Es!

“Do you ever love me, Aze?!” bentak Dexter. Dia mulai muak melihat kelakuan Aze. Bukannya bertanggung jawab bersama malah melimpahkan semuanya pada Eve.

“Of course, she does. Dia banyak bercerita tentang dirimu dan menganggapmu seperti tunangannya sendiri, bukan tunangan kakaknya. Tetapi coba bayangkan bencana yang lebih besar kalau kamu menikahi adik dari tunanganmu sendiri. Pikirkan keluarga kita dan keluargamu. Bisnis dan nama baik.” Eve berbicara seakan sedang membicarakan berita ekonomi bukan membicarakan nasibnya sendiri yang kurang beruntung.

“Damn!” bentak Dexter lagi. Matanya sudah enggan menatap Eve.

“Kamu punya waktu 2 tahun. Kalian masih bisa saling ketemu dan memutuskan mau apa selanjutnya.”

“Lalu aku?” tanya Aze dengan wajah takut memandang Eve.

“Kamu bisa kembali ke dunia modelling atau apapun yang kamu inginkan. Ini hanya butuh waktu maksimal 1 tahun untuk merawat kehamilanmu dan badanmu. Anakmu akan dirawat Eve sepenuhnya,” sahut Erick.

Aze menarik napas lega. Tentu saja dia ingin kembali ke dunia modelling yang sangat disukainya di mana banyak orang memujanya. Selama ini kekhawatirannya hanya bayi itu, tetapi bayinya yang akan diurus oleh Eve, jadi itu tidak masalah. Dan dia masih punya waktu untuk kembali merawat tubuhnya. Aze tersenyum puas seakan masalahnya selesai.

“Are you sure, Eve?” tanya Rita, ibu Eve. Wajahnya yang lembut dan pucat itu terlihat waswas memandangi anak pertamanya.

“Of course, Mom. Don’t’ worry,” sahut Eve tersenyum manis pada ibunya. Dia menaruh cangkir tehnya di meja lalu menepuk punggung tangan ibunya yang berada di sebelah Aze. Raut wajah Rita mulai tenang kembali dan tersenyum.

“Saya permisi dulu,” kata Eve berpamitan pada semua orang. Eve memandang Erick dan berkata,”Pengacara sudah siap, silahkan buat kontraknya, nanti aku tinggal tanda tangan. Sekarang aku harus urus kontrak dengan Baelfire. Mereka sangat banyak tuntutan.”

Erick mengangguk dan membiarkan Eve meninggalkan ruangan. Kontrak Baelfire memang penting dan Eve harus menyelesaikannya tanpa cela, seperti biasanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status