Terima kasih sudah membaca. Hayuk jangan lupa berlangganan agar nggak ketinggalan saat cerita ini update.
Astaga! Apalagi ini? Arsa memijit pelipisnya. Ia mendadak sakit kepala. Dua wanita itu akan bertemu? Tidak semua itu tidak boleh terjadi untuk saat ini. Berpisah dengan Amelia sama saja mengakui dengan jujur perselingkuhannya dengan Prita. Arsa tidak mau melakukan hal bodoh lagi. Cukup satu kali saja berurusan dengan Fajar dan jajaran penyidik lainnya. "Halo, Mas! Aku ngomong dicuekin. Kamu itu harus sadar, aku ga mau, ya, sampai kehilangan jabatan. Diturunkan pangkatku saja rasanya bisa jantungan. Aku susah payah untuk bisa sampai pada posisi ini." "Kamu tahu, ga, kalo saat ini lagi genting?" "Makanya biarkan aku ketemu sama Mbak Amelia. Aku akan tawarkan kerja sama. Kalian tidak akan sampai bercerai." Ucapan Prita seolah menyiram panas yang ada di dalam hati Arsa. Sosok ayah tiga anak itu memang mengakui kecerdasan Prita di atas rata-rata wanita pada umumnya. Salah satu daya tarik bagi Arsa jika dibandingkan dengan Amelia yang hanya berdiam dan tidak pernah mengeluarkan ide apa
Amelia tidak lagi terkejut saat Arsa mengatakan hal itu. Semalam ia telah mendengarnya; lebih tepatnya mencuri dengar pembicaraan mereka lewat sambungan telepon. Arsa masih sama, suara teleponnya akan keras. Ia lupa jika tadi malam berada di rumah. "Baiklah." Amelia menjawab tanpa beban sedikit pun. "Kamu setuju?" Pertanyaan Arsa sangat ambigu saat ini karena suami tidak tahu diri itu merasa jika Amelia tidak akan mempermasalahkan tentang hubungan terlarang. "Hanya bertemu saja 'kan? Tidak masalah." Amelia menjawab dengan wajah datar. Arsa tidak bisa menebak apa yang dipikirkan wanita yang saat ini sedang menggendong Aron itu. Lima belas menit berlalu tanpa ada sepatah kata pun dari sang istri. Arsa sama sekali tidak tahu harus melakukan apa saat ini. "Mel, aku janji akan lebih mengutamakan kamu setelah ini. Aku sadar telah menelantarkan kalian semua. Aku juga janji, Mama tidak akan ikut campur lagi urusan rumah tangga kita. Juga, aku akan menegur mama ketika berbuat kasar atau b
Sultan menoleh ke arah sumber suara. Ia mengenal Prita dengan baik sejak lama. Wanita perusak rumah tangga orang itu memang menaruh hati pada Sultan. Hanya saja sosok tampan itu mengabaikannya. "Ya, kebetulan lewat," jawab Sultan sambil melirik ke arah Arsa yang sibuk makan ikan lele goreng dengan sambal di ataanya. Sultan hanya menghela napas panjang saat melihat kedua pasangan itu. Ia berusaha bersikap seolah tidak tahu apapun perihal mereka berdua. Sebuah strategi agar Arsa tidak curiga ketika diam-diam ia mendekati Amelia. "Kamu sama siapa?" tanya Sultan setelah selesai memesan satu porsi pecel lele dengan kol goreng yang menjadi kesukaannya sejak Amelia pernah menyuapkan padanya dulu. "Ada sama teman." Ucapan Prita membuat Arsa tersedak es teh manis yang sedang diteguknya. Sultan tersenyum tipis melihat reaksi suami Amelia itu. Dianggap teman padahal sudah tinggal bersama itu rasanya menyakitkan. Seperti luka yang menganga dan sengaja ditaburi garam. Amelia pasti bahagia jika
Wajah Arsa menegang seketika. Ia menatap sang istri yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi apapun saat ini. Amelia tampak sangat tenang dan tidak menunjukkan wajah sedih sama sekali. Arsa juga tidak pernah bisa memahami Amelia sepenuhnya; apa yang disukai dan tidak disukai dari wanita cantik itu, ia sama sekali tidak takut. "Kenapa bahas tentang Prita?" tanya Arsa dengan ketus dan merasa salah tingkah. "Apa salahnya? Bukankan wanita itu mau bertemu denganku?" tanya Amelia dan membuat Arsa sesak napas seketika. "Aku tidak tahu kapan Prita akan menemuimu. Aku harap, kamu tidak menyakiti perasaannya. Dia banyak kenalan jendral dan pejabat penting di kepolisian." Arsa mengancam Amelia dengan cara yang halus dan tidak lagi berkata kasar. "Mel, aku janji, setelah kalian bertemu nanti, kita akan mulai lagi sama-sama," lanjutnya tanpa memperhatikan perasaan Amelia yang saat ini sangat sakit. Amelia sudah terbiasa tersakiti dengan keadaan yang membuatnya tersudut. Keadaan saat ia harus
Arsa menahan napas beberapa detik. Prita kembali merendahkan sang istri. Awal mereka berhubungan, memang Prita selalu merendahkan Amelia. Ibu rumah tangga sama sekali tidak ada harganya di mata wanita yang karirnya sedang menanjak. "Tidak bisa mendadak. Istriku punya banyak kagiatan. Ia harus mengantar dan menjemput anak-anak. Ada banyak pekerjaan yang dilakukannya.""Istriku? Wow ... luar biasa! Apa kamu mulai kembali jatuh cinta lagi pada wanita dekil itu, Mas?""Astaga! Kenapa sepagi ini kamu mencari masalah! Tidak bisakah tidak membahas penampilan. Oke, aku tahu kamu selalu wangi, bersih, dan tampil cantik. Tapi, bukan berarti kamu bisa seenaknya menghina wanita lain.""Rupanya kamu lebih membela istrimu itu! Baiklah. Aku akan nekat. Mari kita lihat, jabatab siapa yang akan terjun bebas!"Prita menutup sambungan telepon itu. Ia kesal dengan ucapan Arsa. Mengapa saat ini suami siri-nya itu lebih membela istri pertamanya? Mana janjinya dulu jika akan mengutamakannya?Prita menjamba
Amelia mengernyitkan dahi saat mendengar ucapan laki-laki yang kini tampak mengusap kedua matanya. Apakah Arsa benar-benar menangis? Entah, Amelia tidak lagi bisa percaya pada sosok yang kini mulai melajukan mobilnya. Sudah sangat lama Amelia tidak naik mobil milik sang suami. Sudah banyak yang berubah rupanya. Bagian belakang mobil ini banyak sekali barang. Amelia melongok ke arah belakang sambil menggendong Aron. Matanya tertuju pada sebuah pakaian khas dinas malam milik seorang wanita. Jelas itu bukan miliknya. Amelia tidak pernah mempunyai baju seperti itu sejak melahirkan kedua anak kembarnya. Bentuk tubuhnya yang tidak lagi seksi membuat Arsa enggan membelikan baju dinas malam. Diam-diam Amelia mengambil baju itu dan memasukkannya ke dalam tas. Arsa tentu tidak tahu sama sekali. Saat ini pikirannya sangat kacau. Gugatan cerai sang istri rupanya tidak main-main. Sesekali Arsa melirik ke arah spion mobilnya. Amelia tampak tenang dan Aron tertidur dengan pulas dalam pelukan wan
Semua orang terkejut saat melihat ibu dan anak itu jatuh. Suara jeritan kesakitan dari Aron yang kepalanya jatuh ke lantai rupanya tidak membuat Arsa bergerak cepat. Ia terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Hingga salah satu pengunjung--wanita paruh baya dan beberapa yang lainnya membantu Amelia untuk bangun. "Kamu tidak apa-apa, Nak?" Wanita paruh baya itu berusaha sekuat tenaga untuk membantu Amelia yang jatuh sambil melindungi kepala anaknya. "Abadikan wajah wanita itu!" titah wanita paruh baya itu pada beberapa pengunjung lainnya. Semua pasang mata tertuju pada Prita yang kini sama terkejutnya. Ia lepas emosi saat mendengar jawaban yang keluar dari mulut Amelia. Tangannya melayang begitu saja sama seperti saat menghadapi para narapidana yang membangkang. Foto wajah cantiknya sudah diambil oleh beberapa pengunjung saat ini. "Mel ... kamu ga apa-apa?" tanya Arsa yang baru saja menyadari apa yang menimpa sang istri saat ini. Amelia menepis tangan Arsa dengan kasar. Dua kali
Belum genap enam puluh menit, video Prita sudah tayang di berbagai media sosial. Banyak taggar yang tersemat pada setiap video yang diunggah oleh beberapa pemilik akun. Viral dengan cara yang tidak benar. Ratna yang sore ini sedang sibuk membuka media sosialnya tentu saja terkejut saat melihat calon menantu idealnya masuk dalam tayanga. Dalam tayangan itu ditulis jika Prita adalah wanita brutal dan bar-bar. Video berikutnya menayangkan wajah Amelia yang terjatuh. Ratna tidak tahu menahu apa yang sebenarnya terjadi. "Ini pasti ulah wanita ga tahu diri itu! Dia pasti yang macing-mancing Prita. Lihat saja aku akan buat perhitungan pada wanita itu!" Ratna marah-marah tidak jelas dan membuat sang suami--Subianto menoleh ke arahnya. "Ada apa, Ma? Pegang ponsel kok sambil marah-marah ga jelas gitu?" tanya papa Arsa sambil melipat koran yang baru saja dibacanya dan meletakkannya di atas meja. "Ini nih, istrinya Arsa memang ga tahu diri. Dia sama Prita masuk ke media sosial. Mending tulisa