Anak-anak Amelia bersama Arsa sudah dewasa. Sashi bahkan sudah menikah. Hidup Amelia pun bahagia bersama dengan Sultan. Ia benar-benar merasa diratukan oleh laki-laki yang tepat."Ma, kenapa dulu Mama mengambil keputusan cerai?" tanya Sashi yang siang ini berada di rumah sang mama. Wajah Sashi seperti sedang menahan kesedihan yang luar biasa dalam. Amelia menatap sang putri yang sudah dua tahun menikah dengan tatapan benyak pertanyaan. Selama ini, Sashi tidak pernah menceritakan masalah rumah tangganya pada siapa pun. Ia menutup rapat-rapat masalah keluarga."Kenapa tanya seperti itu?" tanya Amelia yang merasa aneh pada pertanyaan sang putri.Sashi meraih piring di depannya dan mulai memakan buah potong. Amelia menyuguhkan camilan buah untuk sang putri. Ia tahu jika Sashi tidak begitu suka kue atau kudapan yang berbahan dasar tepung. Bukan diet, hanya saja Sashi memang kurang suka."Hanya tanya saja, Ma. Apa karena ada perempuan lain?" tanya Sashi dengan santai agar sang mama tidak c
Semenjak kejadian itu, Sashi memilih tinggal bersama dengan Arusha--saudara kembarnya. Sudah enam bulan dan Aditya sama sekali tidak mencarinya. Entah apa yang mereka lakukan setelah Sashi keluar dari neraka yang mereka sebut rumah. Arusha merasa geram dengan ulah Santika."Mending kamu ajukan gugatan. Apa yang mau kamu pertahankan bersama dengan dia? Sejak awal, aku udah rasa jika mereka hanya akan memanfaatkan kamu saja." Arusha mengepalkan tangan karena merasa tidak terima saudara kembarnya diperlakukan tidak adil oleh mereka semua. "Aku menggugat cerai? Tidak, tidak akan aku lakukan. Aku ingin membuat mereka paham, siapa aku dan siapa mereka. Aku sedang menunggu kehancuran mereka satu per satu." Sashi tampak tidak setuju dengan pendapat saudara kembarnya."Kamu pikir dengan menunggu mereka akan hancur? Bodoh! Mereka justru sedang berbahagia sekarang. Lihat, gundik Aditya sedang memamerkan test pek ini," kata Arusha menyerahkan ponselnya pada Sashi.Sekuat apa pun Sashi, tetaplah
"Sa ... aku menyerah bertahan. Bukan aku tidak cinta padamu sebagai suamiku, tapi ...." Amelia tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena dadanya sangat sesak.Amelia Putri wanita berusia tiga puluh empat tahun dengan wajah cantik, tubuh bak model ternama, rambut lurus sebahu, mata yang indah menghiasi wajahnya, kini menyerah dengan pernikahannya. Pernikahannya bersama Arsa--sang suami sudah diujung tanduk. Arsa dan Amelia adalah teman seangkatan saat SMA. Benih-benih cinta mereka tumbuh saat akhir jelang ujian nasional kala itu.Lebih tepatnya hubungan itu tumbuh saat Amelia bersitegang dengan adik kelasnya --Nirina Anjani. Mereka berpacaran selama enam tahun dan memutuskan untuk menikah. Amelia menikah dengan Arsa saat usianya dua puluh empat tahun terpaut dua tahun lebih muda dengan sang suami. Dulu, Arsa pernah tinggal kelas saat SMA, jadi usianya lebih tua dari sang istri. "Aku bisa jelaskan semua, Mel. Ini pasti ada kesalahpahaman yang kamu ga ngerti." Arsa memohon pada sang ist
"Ya, sudah, biar Mama yang antar kalian ke sekolah pagi ini." Amelia mengelus puncak kepala Arusha dengan penuh kasih sayang. "Sashi ga apa kalo kepagian berangkat sekolahnya?" lanjut Amelia sambil menatap lembut pada anak perempuannya yang pendiam dan pemalu itu."Iya, ga, apa." Sashi seolah tahu apa yang menimpa kedua orang tuanya. Sashi semalam tidak sengaja mendengar kedua orang tuanya berbicara. Ia memang belum paham apa yang dikatakan sang mama 'perceraian' itulah yang didengarnya. Hanya saja, gadis yang wajahnya sangat mirip dengan Arusha itu merasa sedih. Ia takut akan kehilangan kebersamaan dengan kedua orang tuanya."Nah, Aron, kita antar kakak ke sekolah, ya. Mama pesan taksi online dulu," kata Amelia membuat anak bungsunya kini berbinar-binar karena bahagia."Holeee ... ikut cekolah Kakak Alu dan Kakak Sashi." Aron kini kegirangan sambil mengangkat kedua tangannya dan hendak melompat.Amelia hanya tersenyum, ia bahagia melihat ketiga anaknya kali ini baik-baik saja. Wanit
Pukul satu siang dan Amelia sudah berada di depan sekolah kedua anak kembarnya. Lima belas menit lagi mereka akan pulang. Rutinitas setiap hari yang dilakoni sebagai seorang ibu dari ketiga anaknya--antar jemput sekolah. Ia sama sekali tidak pernah mengeluh meski harus berpanas-panasan di dalam angkutan umum. Hanya sesekali saja mereka naik taksi online seperti tadi pagi. Amelia sengaja agar sang suami tidak banyak mengajaknya berbicara. Ia sudah memikirkan matang-matang perceraian itu. Rasa sakit dan sesak di dadanya mungkin akan hilang setelah mereka berpisah."Bagaimana hari ini? Apakah menyenangkan?" tanya Amelia kepada dua anaknya yang baru saja keluar kelas."Huft ... ada tugas, Ma. Piknik bersama keluarga dan melakukan hal yang menyenangkan. Tapi, ga akan aku kerjakan, karena Papa selalu sibuk." Arusha kali ini menampakkan wajah masamnya."Iya, Ma, aku juga ga akan kerjakan tugas itu." Sashi ikut menimpali ucapan saudara kembarnya itu.Kedua anak Amelia memang tidak lagi dekat
Entah sejak kapan mama mertua Amelia berada di rumahnya itu. Amelia memejamkan matanya sejenak. Sebentar lagi pasti akan ada cecaran pertanyaan beruntun dati Ratna--ibu mertuanya. Amelia juga tidak menyadari jika Sulthan masih mengantarkannya hingga depan pintu rumahnya."Oh, jadi sekarang sudah berani bawa laki-laki lain saat Arsa sibuk kerja banting tulang buat kasih kamu makan?!" Ratna menunjuk ke arah Sultan yang saat ini berdiri tepat di belakang Amelia. "Kamu minta cerai dari Arsa karena kamu menuduhnya berselingkuh. Kenyataan yang Mama lihat justru sebaliknya, kamu-lah yang berselingkuh!" lanjutnya dengan geram."Maksud Mama bagaimana? Saya tidak paham?" tanya Amelia dengan wajah lelahnya siang ini."Dia siapa?" tanya Ratna sambil menunjuk ke arah Sultan dan membuat Amelia menoleh ke arah belakang tubuhnya.Amelia terkejut karena sopir taksi itu ikut mengantarkannya hingga depan rumahnya. Ia sama sekali tidak menyadarinya. Sudah pasti Ratna akan salah paham. Parahnya, sosok ibu
"Mas, untuk menjadi anggota kepolisian 'kan ga mudah. Apa kata orang tuaku nanti jika mendadak aku mengundurkan diri?" "Ya, kamu bilang apalah gitu. Mau fokus urus rumah tangga.""Mas, jangan egois. Pangkat kita saja berbeda. Lebih tinggi pangkatku."Dada Arsa kembang kempis menahan amarah saat Prita membahas tentang pangkat. Tidak usah disebutkan tentang pangkat. Sejak awal semua sudah tahu jika Prita Yuliana lulusan Akademi Kepolisian dengan nilai kelulusan yang sangat baik. Arsa kesal setiap kali membahas masalah pangkat."Maksud kamu, aku yang harus keluar?!""Mas? Kita semua tahu dari awal masalah kita sangat pelik saat ini. Aku ga bisa kalo harus mundur dari keanggotaan kepolisian ini.""Terserah kamu. Kalo karirku hancur, kamu juga harus ikut menanggungnya!"Arsa mematikan panggilan itu karena jika dilanjutkan perdebatan mereka tidak akan selesai. Sosok ayah tiga anak itu menjambak rambut cepaknya dengan kasar. Masalah yang dihadapinya tidak akan selesai begitu saja. Uang? Apa
Amelia duduk di kamar Sashi sambil memangku Aron. Pikirannya sama sekali tidak fokus saat ini. Permintaan sang suami telah menyakiti hatinya. Bagaimana bisa seorang suami meminta istri sahnya untuk bersabar dan meminta kehadiran wanita lain dalam rumah tangganya. "Mama ... ih, ga dengar pasti yang Sashi omongin barusan." Sashi kini merajuk karena kesal dengan sikap tidak peduli Amelia. "Eh? Apa, Nak? Maaf, Mama malah bengong. Kamu bicara apa?" tanya Amelia sambil mengubah mimik wajahnya agar tampak tidak sedih. "Mama! Aku sama Arusha sepakat kalo nanti week end kita jalan-jalan berempat aja. Papa pasti sibuk kerja. Sayang kalo ga mengerjakan tugas. Takutnya nilaiku sama Aru nanti kurang," kata Sashi mengulang ucapannya tadi. "Baiklah. Emang mau kemana kita?" tanya Amelia dengan lembut agar sang anak tidak tersinggung. "Tadi sih, Arusha bilang ke Taman Warna aja, Ma. Yang ga terlalu mahal dan bisa bawa makanan dari rumah. Nanti bawa bekal dan tikar kecil aja, Ma. Naik angkutan umum