Share

Pernikahan yang Membingungkan
Pernikahan yang Membingungkan
Author: January yeoja

1. Will you marry me?

“Will you marry me?”

Ajakan pernikahan dari Alvian mampu membuat mata Chava melebar, terkejut bukan main, apalagi mengingat status hubungan Alvian dan Chava yang bukan sepasang kekasih.

Namun di malam ini, bertepatan dengan tahun yang akan berganti, dengan pemandangan City light di depan sana, Alvian mengajak Chava untuk hidup bersama sebagai pasangan suami-istri.

“Tunggu deh, Bang! Kamu pasti bercanda kan?! Masa seorang Aim tiba – tiba aja lamar aku?” Chava tertawa canggung.

”Abang, hubungan kita kan cuman adek – kakak an, kan abang sendiri yang bilang itu dari lama. Waktu aku bilang, ‘aku suka Abang’ juga, Abang tetap teguh sama pendirian Abang, bahwa Abang hanya sayang sama aku cuman sebatas adik.”

Chava lagi – lagi tertawa hingga tidak memperhatikan pria yang ada di sampingnya kini.

Memang akhir - akhir ini sifat Alvian mulai berubah menjadi lebih baik kepada Chava, Chava pikir malam ini Alvian akan mengajaknya berpacaran, sesuai dengan harapan Chava, karena tadi pagi Alvian mengajaknya untuk merayakan tahun baruan berdua, akan tetapi ini sangat jauh dari harapan Chava.

“Aku serius. Aku ajak Kamu nikah, Ca.” ujar Alvian dengan wajah yang menunjukan keseriusan dan nada bicara yang tegas.

Seketika tawa Chava berhenti, Chava membalikan badannya untuk berhadapan dengan Alvian.

Chava mengenal Alvian, biasanya jika Alvian bercanda, beberapa menit saja Alvian juga akan ikut tertawa, apalagi Alvian selalu menjahili Chava.

Tapi kali ini dari nada bicara Alvian yang tegas, mampu membuat Chava percaya bahwa Alvian benar – benar sedang berbicara serius.

“W-hat? Tapi kenapa, Bang? Kamu beneran enggak bercanda kan?” tanya Chava memastikan lagi kepada Alvian agar Chava bisa merespon dengan benar perkataan Alvian.

Chava hanya tidak mau pria yang ada di hadapannya kini, menjahili Chava seperti biasanya, apalagi yang Alvian katakan mengenai pernikahan.

“Enggak.” Jawab Alvian dengan suara yang lantang serta singkat, seperti biasanya.

Memang Alvian tidak suka banyak bicara, tetapi bukan berarti dia termasuk cowok yang dijuluki cowok sedingin es.

Angin mulai berhembus kencang, menerbangkan rambut Chava yang ia biarkan tergerai indah.

Meski Alvian menjawab dengan tegas dan jelas, disertai wajahnya yang menunjukan keseriusan, masih ada keraguan di hati Chava, itu di karenakan Alvian mengajaknya menikah namun mata Alvian masih sibuk melihat pemandangan City Light di depan sana.

“Mana ada orang yang mengajak menikah tapi malah ngomong sama pemandangan, bukan ngomong secara berhadapan? Ajak anak orang menikah itu, harus romantis, kalau seperti ini sih, kayak bercanda. Kamu kalau mau bercanda, gak usah bercanda soal pernikahan deh, Bang.” Ucap Chava secara gamblang. Bukan Chava namanya jika tidak bicara ceplas – ceplos.

Mendengar ucapan Chava, Alvian menganti posisinya dengan menghadap ke arah Chava. Kedua tangan Alvian meraih tangan Chava lalu mengenggamnya.

Kali ini Chava dan Alvian saling berhadapan. Sepasang mata Alvian kini menatap mata hitam milik Chava. Pipi Chava berubah merah muda, tatapan mata Alvian seakan menembus jantung Chava hingga jantungnya berdetak kencang seperti ingin meloncat keluar.

Tak hanya itu, hari ini Alvian memakai kemeja berwarna hitam yang lengannya di lipat hingga menampilkan tato – tato miliknya. Alvian yang memiliki paras tampan, semakin tampan bak dewa Yunani. Rasanya Chava ingin terjatuh ke dalam pelukan Alvian.

“Chava lyra pradikta, will you be my wife?” tanya Alvian pada Chava dengan nada yang sangat lembut.

Chava yakin jika ada perempuan lain disini, perempuan tersebut akan lemas tidak berdaya mendengar suara Alvian yang lembut, seperti Chava sekarang, jiwa Chava seakan terbang ikut bersama angin yang berhembus.

“Kenapa kamu mau aku jadi istri kamu, Bang?” meski kakinya selemah jelly, Chava masih sadar untuk menanyakan alasan Alvian melamarnya.

Alvian tidak berhenti memutuskan kontak matanya pada Chava, ia tetap menatap Chava dengan sendu tidak terkoceh oleh pertanyaan Chava.

Alvian melepaskan satu tangannya pada tangan Chava, kemudian ia membawa dan meletakannya pada pipi Chava. Jari jemarinya mengelus pipi Chava yang kini memerah. Alvian menghirup udara dalam – dalam dan mengeluarkannya secara perlahan sebelum menjawab pertanyaan dari Chava.

“Karena aku pengen kamu ada di masa lalu, masa sekarang dan di masa depan aku. Aku ingin yang menemani aku di masa tua aku itu adalah kamu. Aku ingin di setiap aku membuka mata, yang aku lihat pertama kali itu kamu. Aku pengen kamu selalu terlibat dan ada dalam hidup aku."

"Aku pengen yang dipanggil ibu oleh anak – anak aku nanti adalah kamu. Hanya kamu yang pantas menjadi istri aku dan pantas menjadi ibu untuk anak – anak aku kelak. Aku juga akan berusaha menjadi suami yang pantas untuk kamu dan kamu gak usah khawatir, aku juga akan menjadi ayah yang baik untuk anak – anak kita kelak."

"Aku janji, hanya akan ada satu Wanita di hidup aku sampai aku mati, dan Wanita itu adalah kamu, Ca. So please, be my wife … ”

Tetesan air mata mulai mengalir di pipi Chava, kata – kata yang baru saja Alvian katakan terdengar seperti melodi yang sangat indah di telinga Chava.

Saking indahnya mampu membuat hati Chava menghangat dan membuat matanya dibanjiri oleh air mata haru. Apalagi yang mengatakan adalah orang yang paling Chava cintai yaitu Alvian mahesa.

Mata Chava menatap Alvian penuh dengan rasa haru dan cinta. Chava benar – benar ingin menunjukan pada Alvian bahwa Chava sangat mencintai Alvian, Alvian harus tahu akan hal itu.

“Aku mau, Aku mau jadi istri kamu. Aku mau jadi orang yang menemani kamu saat di masa tua nanti. Aku juga mau saat aku membuka mata untuk pertama kali di setiap harinya itu melihat wajah kamu. Aku siap di panggil ibu oleh anak – anak kita kelak. Aku ingin jadi satu – satunya Wanita yang ada di hidup kamu sampai aku mati.” Jawab Chava dengan suara yang bergetar.

Mendengar jawaban Chava, Alvian tersenyum cerah dan matanya kini mulai di penuhi oleh air mata yang di yakini jika satu kali saja Alvian mengedipkan mata, pipinya pasti akan basah.

“Makasih, makasih banyak Ca.”

Chava merapatkan bibirnya, ia mengangguk sebagai tanda menjawab ucapan Alvian. Chava terlebih dahulu berhambur memeluk Alvian, ia sudah tidak tahan untuk merasakan kehangatan dari tubuh orang yang ia cintai selama ini.

Kemudian isakan tangis Chava semakin meraung – raung di pelukan Alvian. Chava benar – benar tidak bisa menyembunyikan kupu – kupu yang berterbangan di perutnya. Chava bahkan berpikir jika hal ini adalah mimpi, Chava tidak ingin bangun lagi.

Alvian membalas pelukan Chava, di dekapnya erat tubuh Chava, bibirnya tak henti – henti tersenyum indah dan air mata yang sedari tadi menumpuk di bola matanya, mulai berjatuhan.

Suara kembang api yang mulai terdengar riuh seakan ikut merayakan kebahagiaan Chava dan Alvian.

***

Bersambung …

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status