Terima kasih sudah membaca novel saya....semangat menjalani kehidupan yang penuh dengan lika liku masalah menuju proses pendewasaan
Shafira kembali menangis mendengar semua nasehat bu Tutik."Aku bingung bu, aku sudah tak punya siapa siapa tapi mas Satria tega sekali menyakitiku. Aku pergi juga tak dicari. Dia tak mencariku tak apa apa bu, setidaknya dia menanyakan anak anaknya?" ucap Shafira terbata.Tutik segera merengkuh Shafira ke dalam pelukannya."Sabar nak Fira, lelaki jika sudah terobsesi dengan wanita yang pernah di hidupnya, dia akan lupa dengan orang orang terdekatnya. Meski kamu mengingatkan ribuan kali, dia tak akan mendengarmu," jelas Tutik mengelus punggung Shafira."Hiks!""Hiks!""Lalu aku harus bagaimana bu? Aku sudah putus asa. Mas Satria tak cinta padaku bu, dia sama sekali tak peduli denganku, dengan bayi yang aku kandung? Bahkan dia tak pernah menyentuhku. Apa dia benar benar menyesali kehamilanku? Sebenci itukah sampai dia tak mau menyentuhku?""Ya Allah… Tenangkan dirimu nak, jangan terpancing emosi. Aku mengerti posisimu dan kamu tak sendirian, ada aku dan saudara lainnya. Kami berpihak pa
"Ceklek." "Kenapa kamu kunci pintunya mbak?" tanya Shafira bingung. Lila mendekat dan membawa Shafira duduk di kasur, memegang tangan saudara sekaligus sahabatnya. Ya, Lila merupakan sahabat Shafira jauh sebelum Shafira dipersunting Satria. "Katakan semua kepadaku Shaf. Kenapa kamu harus lari dari rumah? Kamu tak salah, kenapa harus pergi dan memberi peluang Thika mendekati suamimu?" Shafira terdiam, membiarkan Lila memarahinya. "Satria cerita semuanya padaku, katanya kamu WA Thika, mengolok- oloknya. Apa benar?" Shafira mengangguk membenarkan. "Astaghfirullahaladzim Shaf!?" Lila menghela nafas besar. "Aku kasih tahu kamu ya sayang, Satria itu ibarat abg lagi dipuncak kasmaran jadi kamu ingatkan atau kamu jauhi seperti ini, dia tak akan peduli soalnya yang terlihat hanya Thika seorang?" ucap Lila yang membuat Shafira mulai menangis. "Salah jika kamu hubungi Thika, dia akan mengadukan pada Satria dan suamimu akan tetap membela si pelakor itu daripada kamu istrinya karena mata
Aini yang menunggu dengan cemas, entah murni dari lubuk hatinya atau tidak. "Akhirnya kamu pulang juga nak," ucap Aini memeluk Shafira. "Jangan pergi pergi lagi, wanita kalau sudah menikah tidak baik keluar rumah, mengerti?" saran Aini dan dijawab anggukan kepala dari Shafira. "Aku lelah bu, aku mau istirahat." Aini mencoba mengerti dan mengangguk pelan. "Baiklah. Kalian istirahatlah." Shafira masuk ke dalam kamar, berharap suaminya mau menjelaskan masalah mereka. "Ceklek!" Satria membuka pintu, masuk dan berganti pakaian santai, bukannya piyama tidur. "Tidurlah, aku mau keluar," ucap Satria tegas. "Mau kemana kamu mas selarut ini??" "Yang pasti tidak menemui Thika. Aku ada urusan dengan mas Indra." Satria pergi meninggalkan Shafira sendiri, dengan rasa yang digantung. Air mata kembali luruh di pipi, di usap sendiri. Shafira tidur meringkuk sambil menangisi nasib yang harus dijalani. "Kenapa semua ini terjadi kepadaku ya Allah? Apakah selama ini aku kufur nikmat? Atau mel
"Mas, jangan bersikap acuh kepadaku, aku tak suka." "Siapa yang acuh padamu." "Sikapmu saat ini membuatku tak nyaman." Satria mendekati Shafira. "Aku hanya tak yakin kamu berubah," jelas Satria pada istrinya. "Apa maksudmu mas?" "Ya, kamu masih mencurigaiku," ucap Satria mulai merasakan emosi di dalam diri. Entah mengapa, dirinya masih kecewa dengan sang istri meski Shafira sudah meminta maaf. "Ya Allah mas, aku sudah minta maaf padamu dan aku telah menutup semua rasa kecurigaanku mas. Disaat aku minta maaf padamu, aku sudah bertekad membesarkan hatiku, semua ini demi anak anakku." Satria tersenyum seperti mengejek, tak percaya dengan apa yang dikatakan Shafira. "Benarkah?" "Benar mas, demi Allah," jawab Shafira yakin dengan ucapannya. "Kalau begitu, mulai sekarang kamu jangan ngatur aku mengenai Thika." "A- apa maksudmu mas?" "Ya intinya aku hanya menolong Thika, tak lebih. Jika kamu masih mencurigai aku ada apa apa sama dia, kamu salah besar." Shafira terdiam, tak bisa
Shafira berusaha melupakan rasa penasaran akan nama Ade di kontak WA Satria namun setiap kali duduk berdua, Satria seolah mengacuhkan Sfafira. Dirinya sibuk chat an dengan Ade. Bahkan Satria tak mempunyai rasa bersalah dengan nyamannya chat di samping istrinya Shafira. Siang ini Lila ada main kerumah. Dirinya merasa khawatir dengan kondisi Shafira. "Bagaimana Shaf, apa sudah kelar masalah kalian? Sudah bicara dari hati ke hati?" Shafira menggeleng, jujur saja terlalu berat menjalani kehidupan seperti ini, dimana Shafira harus tetap tersenyum sementara hatinya ingin menangis menuntut kejelasan rumah tangganya. "Loh kenapa begitu?" "Kami sudah membicarakannya mbak, aku sudah menjelaskan apa yang mengganjal di hatiku." "Lalu?" "Ya, seperti ini kehidupan rumah tangga kami mbak, terasa hambar." Lila menggeleng, tak percaya jika masalahnya akan serumit ini. "Intinya, mas Satria tak bisa berhenti berhubungan dengan Thika meski aku melarangnya. Dia minta aku percaya padanya mbak dan a
Satria pulang dan langsung tidur, dirinya sungguh kesal pada Shafira karena chat hal yang tak penting. Sudah berkali kali dijelaskan namun istrinya tetap mencurigai dirinya. Satria sungguh lelah menjelaskan pada Shafira, disaat matanya terpejam ponsel Satria bergetar dan ada notifikasi chat dari Ade : mas sudah tidur???? Shafira semakin kesal, antara benci dan emosi. Bisa bisanya Thika chat suaminya pada jam 03.00 pagi. Atau Satria yang chat terlebih dahulu? Tak terasa air mata sudah menetes di pipi. 'Ya Allah kuatkanlah aku ya Allah,' batin Shafira memohon kekuatan dari sang Pencipta. Hari ini ada acara nikahan saudara Satria dan Shafira pamit untuk pergi kesana dari pagi. Usia kehamilan yang ke 35 minggu membuat Shafira hanya membantu sekedarnya. Kebetulan Mira libur sekolah dan memilih untuk berdiam diri di rumah. Shafira mendapatkan kabar terbaru dari Mira. {Ma, nggak ada mama di rumah, papa sibuk chat an sama kontak bernama Ade.} Shafira terkejut melihat isi pesan anaknya
"Diam Shafira!?" Satria merasa sangat malu karena istrinya berani menjawab semua perkataannya. Tak hanya itu, Shafira terkesan berani kepada Satria suaminya. "Duduk!?" perintah Satria. Shafira duduk dengan kesal, memalingkan wajah dari dua tamunya. "Mbak Shafira perkenalkan aku Hartini," ucap tamu wanita sambil mengulurkan tangan, berniat untuk berjabat tangan dengan Shafira namun hanya menyalami angin karena Shafira tak menyambut uluran tangan tersebut. "Aku tahu." Satria melihat tingkah ketus sang istri tak terima dan menyeret Shafira ke kamar. "Lep- pas mas, jangan menyeretku di depan anak anak," ucap Shafira tak suka. Mila dan Mira belum tidur sehingga mereka tahu jika ayahnya berbuat kasar pada ibunya. "Pa, kasihan mama kesakitan," ucap Mila sontak membuat Satria melepas tangan Shafira. "Aku kasih tahu kamu Shafira, mereka temanku smp, jadi aku harap kamu bisa menghargai mereka yang rela bertamu kesini." Shafira tersenyum mengejek, "dari cara bertamu saja sudah terlihat
Malam ini, Satria mengajak Shafira berkunjung ke rumah Lila. Setelah mendengar jika Lila sakit, Shafira ingin sekali menemui sahabatnya namun tak berani mengatakan keinginannya kepada Satria. Tak ada angin dan hujan, Shafira tiba tiba diajak sang suami keluar rumah menjenguk Lila. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Shafira dan Satria masuk rumah Lila dan disambut bahagia oleh Yudha suaminya. "Dimana mbak Lila?" tanya Shafira karena tak menemukan sahabatnya di ruang tamu. "Dia sedang istirahat." "Owh, begitu." Shafira berbincang bincang dengan Yudha sedangkan Satria memilih duduk menyendiri di beranda sambil sibuk chat an. Merasa tak nyaman hanya berdua di ruang tamu dengan Yudha, Shafira memutuskan untuk mengajak Satria masuk rumah. Bukankah sangat aneh jika mereka hanya berdua di ruang tamu meski Yudha tak duduk berdampingan melainkan Yudha sibuk membuatkan kopi untuk Satria. Yudha lulusan kuliah jurusan tata boga jadi dia lebih mahir dalam urusan perdapuran dari pada Lila