Orang bilang, wanita hamil itu terlihat sexy? Jika menggauli rasanya nikmat sekali berbeda dengan kondisi tidak hamil. Namun hal itu tak berlaku dengan Satria. Kisah rumah tangga penuh konflik menguras emosi dan jiwa. Satria terlibat cinta segitiga dengan Thika, wanita di masa lalunya. Thika datang merusak kebahagiaan Satria dan istrinya yang tengah hamil tua, Shafira dengan alasan meminta bantuan pada Satria. Karena rasa iba, Satria memilih menolong Thika namun rasa itu semakin membuat Satria bimbang dan berubah sikap pada Shafira. Shafira berjuang mempertahankan rumah tangganya namun Satria berkali kali menyakiti hati Shafira hingga tak mampu lagi bertahan. Ditengah keputusasaan, Shafira merasakan sakit hati dan melahirkan seorang diri. Mampukah Shafira mempertahankan rumah tangga atau pergi meninggalkan Satria? Apakah Satria akan berubah dan kembali kepada Shafira?
view more"Maaf, mas!" lirih Shafira mulai terisak.
"Maaf, jika diriku belum bisa mengikuti semua keinginanmu," imbuh Safira memulai pembicaraan pada Satria, suaminya.
Nyatanya hati Safira masih belum bisa menerima keinginan sang suami yang ingin menikahi wanita di masa lalunya.
"Shaf, bukankah aku sudah memberitahukan semua kebenarannya?"
Satria memandang sayu wanita yang berstatus istrinya itu.
Ya memang benar, Satria telah menceritakan semua kejadian yang menimpa wanita bernama Tika yang tak lain adalah mantan kekasih Satria.
Tika datang di tengah kebahagiaan rumah tangga Satria dan Safira.
"Maaf, mas. Maaf."
"Hiks."
"Hiks."
Safira berlari ingin pergi jauh dari rumah ini jika dia mampu. Sayang sekali, kehamilan yang berusia sembilan bulan dan tinggal menunggu hari kelahiran itu membuat Shafira mengurungkan niatnya.
Satria berlari mengejar Shafira yang kini berlari menuju ke taman belakang rumah tempat di mana Shafira sering berdiam diri, mendinginkan pikiran dari beban masalah yang menimpanya akhir- akhir ini.
Dipeluk sang istri dari belakang, pelukan hangat penuh penyesalan.
"Shaf, maafkan aku? Mari kita bicara baik- baik. Jika kamu tidak ikhlas, aku akan membatalkan semua ini demi kamu. Aku pikir dengan membicarakan semuanya denganmu, kamu mau menerimanya? Jika bukan kita yang membantunya, lalu siapa lagi Shaf? Sungguh kasihan sekali dia.
Bukankah agama mengajarkan kita untuk menolong sesama, terlebih dengan keadaan Thika yang seperti ini, sangat memprihatinkan," jelas Satria.
Shafira menggeleng dan menutup telinga, berharap jika sang suami tak lagi membahas nama wanita yang begitu menyakiti telinga dan hati Shafira.
"Kenapa kamu tak mau menerimanya Shaf?" tanya Satria dengan polosnya.
Shafira melepas pelukan Satria dan memandangnya penuh kebencian.
"Aku tak mau di madu mas dan harus aku akui, aku tak bisa menerima Thika di tengah kehidupan kita. Jika kamu ingin menikahinya, silahkan. Kamu bisa melakukannya tapi talak aku mas!? ceraikan aku!?" teriak Shafira mengeluarkan semua unek unek di hatinya.
Baru kali ini Shafira berbicara kasar pada Satria.
Entah nyali dari mana bisa membuat Shafira seberani itu kepada Satria. Kali ini Shafira tak peduli lagi, dia sudah memikirkan hal ini dari awal terjadinya perubahan pada sang suami.
Mempertahankan rumah tangga? Rasanya semua tak ada gunanya lagi.
Sedangkan Satria hanya bisa merendah dan mengalah. Dia tak boleh terpancing emosi dan menuruti ucapan istrinya. Bagaimanapun juga dia merupakan kepala keluarga dan harus bijak dalam menghadapi masalah rumit yang menimpa bahtera rumah tangganya saat ini.
"Aku tak akan menceraikanmu Shafira, camkan itu!"
"Kalau kamu tak mau menceraikanku, akhiri hubunganmu dengan Thika saat ini juga!"
"Aku tak bisa Shafira, dia membutuhkan sosok lelaki yang bisa memegang teguh dirinya. Dia terombang ambing dan rapuh. Dia butuh aku untuk sandaran hidupnya?" elak Satria membuat Shafira semakin geram.
Seketika ekspresi marah Shafira berubah, tersenyum kecut dan air matanya tak lagi menetes. Sudah terlalu banyak air mata yang dikeluarkan dengan sia sia. Untuk apa menangisi lelaki yang lebih memilih mantan daripada istrinya sendiri!?
Kini Shafira semakin yakin dengan keputusannya yaitu pergi jauh dari kehidupan Satria.
"Baiklah mas, jika itu maumu. Aku saja yang angkat kaki dari rumah ini!" gertak Shafira.
Satria memegang erat tangan Shafira.
"Jangan berani kepada imammu! Kesabaranku ada batasnya Shafira!"
"Kamu yang memulainya mas!" jerit Shafira membuat Satria terkejut dan melepas cekalan tangannya.
"Aku hanya kasihan pada Thika. Aku tak akan melakukan apapun. Lalu apa maksudmu aku yang memulai?" cerca Satria tak mengerti ucapan Shafira.
"Tak usah mengelak lagi mas. Aku sudah tahu semuanya. Tega sekali kamu mas? Tega sekali kamu membohongi aku?"
Satria mengernyitkan kening semakin tak paham.
"Shafira, aku berbohong apa padamu?"
"Semuanya. Kamu mengawali semuanya dengan kebohongan. Kamu tega mas? Kamu tak peduli dengan perasaanku mas?" teriak Shafira emosi tak terkontrol.
Satria menghela nafas berat.
Dirinya tak menginginkan keributan seperti ini. Semua bisa dijelaskan secara baik baik, dengan kepala dingin, bukan dengan Emosi.
"Terserah padamu Shaf, aku sudah mengatakan secara jujur padamu?"
"Jujur apa? Atas perselingkuhan yang kamu lakukan?"
"Apa!?"
Flashback satu bulan lalu.
"Ma, lihatlah siapa ini?" tanya Satria menyodorkan ponsel pada istrinya. Ponsel beralih di tangan Shafira, terlihat chat dari seseorang wanita dengan nomor baru. Dilihat detail profil WA, dimana seorang wanita berparas cantik sedang duduk di ayunan, memakai kacamata coklat dan tersenyum sangat manis.
Shafira menggeleng pelan, "maaf mas aku tak tahu."
Diulurkan kembali ponsel milik Satria.
"Siapa ya wanita ini? Kok kirim pesan cuma Assalamualaikum saja?" tanya Satria pada diri sendiri dan masih penasaran siapa sebenarnya wanita ini.
Shafira memandang mimik Satria membuatnya ingin tersenyum, "mas Satria, gimana kalau kamu balas saja chatnya, tanya siapa dia dan ada urusan apa?"
"Bener juga kamu sayang. Kenapa aku tak terpikirkan untuk membalas dan tanya langsung ya? hehe," kekeh Satria mulai mengetik beberapa kata, membalas pesan WA dari nomor baru tersebut.
Shafira kembali ke dapur untuk melanjutkan aktivitas dan tak menghiraukan lagi sang suami yang tengah asyik dengan ponsel pintarnya. Sementara Satria menunggu balasan chat WA sambil terus memandangi foto profil si wanita, berusaha mengingat ingat siapa wanita yang kini ditatap intens pada layar ponselnya.
"Bip."
Bunyi chat balasan dan Satria dengan cepat membuka pesan tersebut.
{Mas Satria, aku Thika. Apa kamu ingat aku mas? Maaf sebelumnya jika aku menghubungi mas Satria, aku sedang ada masalah dan tak tahu harus mengeluh kepada siapa lagi mas? Mbak Dina bercerita jika kamu menjadi Konselor saat ini jadi aku ingin meminta bantuanmu mas untuk memberiku saran dalam menyelesaikan masalahku saat ini. Apakah mas bisa membantuku?}
Ya, saat ini Satria menjabat sebagai Konselor yaitu profesi seseorang yang mendengarkan, berempati, menyemangati, dan membantu seseorang atau klien untuk menghadapi situasi sulit.
Terlibat dalam berbagai metode percakapan untuk mengidentifikasi tantangan atau masalah yang dihadapi oleh klien.
{Iya de, aku ingat kamu kok. Nanti kita atur pertemuan biar kamu bisa sharing kepadaku.}
Dua detik kemudian.
"Bip."
{Baik kalau begitu mas, aku tak sabar bertemu sama kamu mas, aku ingin menceritakan semuanya kepadamu.}
{Ya sudah sampai ketemu nanti.}
Satria mengakhiri dahulu chat dengan Thika.
'Thika.'
Pikiran Satria dilempar jauh pada memory bahagia saat dirinya bersama wanita yang pernah menjadi tambatan hati selama tujuh tahun itu.
Satria tersenyum bahagia mengingat masa masa indah tersebut.
Entah mengapa Satria merasa kembali ke masa muda lagi, dimana rasa yang begitu menggebu gebu akan cinta kembali menyeruak di benaknya. Satria tak menyadari jika Shafira memandang tingkah aneh sang suami, terus tersenyum memandang profil Thika, cinta pertamanya.
Merasakan perilaku aneh sang suami dan tak seperti biasa, Shafira mendekat dan bertanya, "chat dari siapa mas?"
"Kenapa buru buru? Tidak mau mampir dulu?" sapa Satria yang kini sudah berada di belakang Shafira."Mas Satria?"Shafira kaget bukan main mendengar suara bariton sang suami, segera mendekat dan menjelaskan situasi saat ini. "Mas, aku bisa jelaskan bagaima–""Tidak perlu kamu jelaskan, aku sudah mengerti. Sekarang kamu masuk dan tidurkan Maya," potong Satria sambil menatap Maya yang terlelap di gendongan ibunya."Baik."Shafira melipir ke dalam rumah tanpa berpamitan pada Zico. Dia sungguh takut terjadi hal yang tidak diinginkan karena salah paham. Tak langsung masuk kamar, melainkan mondar mandir di belakang pintu sambil sesekali mengintip Zico dan suaminya. "Sedang apa kamu?"Shahira terjengkang, reflek menoleh ke belakang. "I–ibu."Aini mendekat dan mengelus pelan tangan Maya, "aduh kasihan cucu nenek. Seharian diajak keluar, panas panas gini. Cepat tidurin Maya, badannya pasti sakit semua karena kamu gendong terus."Shafira mengangguk, merasa lega karena ibu mertuanya itu hanya fok
"Biar Mila, aku yang gendong," ucap seseorang."Kamu …. Zico?"Ya lelaki itu adalah Zico, sahabat Shafira Zico mendekati Shafira dengan langkah ragu. Dia memperhatikan wanita itu yang tengah menggendong bayi di satu tangan dan anak yang lebih tua berpegangan di tangan lainnya. Matanya yang sayu tidak bisa berpaling dari sosok yang dulu pernah dia impikan sebagai pendamping hidupnya."Shafira, kamu terlihat baik," kata Zico, mencoba menyembunyikan rasa sakit yang menggurita di dadanya.Shafira menoleh, terkejut namun segera menyusun raut wajahnya menjadi senyum sopan. "Oh, iya Zico. Terima kasih sudah peduli. Kamu, apa kabar?" tanya Shafira, suaranya terdengar lelah namun tetap hangat."Aku baik.""Em, mengapa kamu ada di Jakarta? Bukannya kamu ….""Aku sedang berlibur.""Owh," ucap Shafira sambil mengangguk mengerti dan tersenyum manis.Di balik senyumnya, Zico merasakan pahit. Dia tahu, sebagian dari dirinya iri melihat Shafira yang tampak begitu kuat dan tegar, meski kehidupannya p
Aini berdiri tegak dengan tatapan tajam, memancarkan emosi tak terkendali. Ia menatap Shafira dengan pandangan yang menyiratkan kesal dan kecewa. "Shafira, bagaimana kau bisa begitu percaya pada Iva? Kau tahu betul dia hanya akan datang jika membutuhkan sesuatu dari keluarga kita. Sekarang lihatlah kondisi Maya, panas badannya sangat tinggi, dan kau masih saja tidak berangkat ke rumah sakit! Apa kau tidak sayang pada cucuku?"Shafira terdiam, tampak menahan tangis. Ia mencoba menjelaskan, "Tapi Bu... Iva bilang dia akan membantu..."Aini memotong perkataan Shafira dengan suara keras, "Cukup! Jangan sebut-sebut nama Iva lagi! Aku tidak ingin mendengarnya! Sekarang, kau segera bawa Maya ke rumah sakit. Aku tidak peduli bagaimana caranya, tapi pastikan dia segera mendapatkan perawatan yang layak."Shafira ingin sekali marah dan berontak. Bagaimana tidak, hanya itu selalu menyalahkan dirinya, tidak mau menyalakan anaknya, Satria. Mestinya seorang ibu akan menyuruh anaknya mengantar sang m
Iva menjawab panggilan dengan pelan, "Halo Mbak Safira, ada apa apa?""Va, kamu baik-baik saja kan?""Iya, aku baik."Ahmad mengambil alih ponsel Iva dan menekan tombol speaker."Syukurlah jika kamu baik-baik saja, Va. Aku takut jika Ahmad menghajarmu lagi."Ahmad melotot tajam pada Iva."Tidak kok, mbak. Dia sudah tidur."“Ya sudah kalau begitu. Oh ya Va, mengenai Mas Satria yang tak mau menemui kamu, aku benar-benar minta maaf ya, Va."Ahmad semakin geram, tangannya mengepal erat. Semua pertanyaan yang ditujukan pada Iva, terjawab sudah. Segera disahut ponsel, dimatikan panggilan dan dibanting keras ke kasur. Untung saja tidak ke lantai.Iva hanya bisa melihat semuanya dengan mata sembab, air mata sudah kembali menetes dari sudut matanya.Srekh.Bugh.Bugh.Ahmad kembali melakukan KDRT pada Iva dan parahnya Iva menerima dengan lapang.Baginya, sudah cukup dia berusaha keluar dari masalah dengan meminta bantuan pada orang lain. Pada kenyataannya dia akan kembali ke rumah kontrakan in
Iva terdiam mendengar ucapan Shafira, menimang nimang kembali keputusannya. "Aku yakin Mbak, Ahmad gak akan berani memukulku. Mbak Shafira tenang saja. Jika dia memukulku, aku akan melawannya."Shafira tersenyum dan berkata, "bagus itu, kamu harus berani menentang hal yang salah. Jangan biarkan Ahmad terus menindasmu." Dipeluk erat adik yang menjadi teman suka dan duka Shafira selama ini.Iva pergi dengan was was menuju rumah kontrakan. Disana Ahmad sudah menunggu. "Dari mana kamu?"Shafira terdiam sesaat, langkahnya dipercepat masuk kamar. Jika biasanya Iva akan bersalaman dan mencium punggung tangan Ahmad, kali ini tidak dilakukan. Ada rasa nyeri menyelubungi hatinya "Va, jawab pertanyaanku? Apa susahnya menjawabnya? Jangan membuat aku marah," ucap Ahmad sambil berlari mengejar Iva. Hampir saja pintu ditutup namun Ahmad sempat menggapai pinggiran pintu."Aku mau istirahat Mas.""Jawab dulu pertanyaanku." Melihat Iva terdiam, Ahmad tahu darimana istrinya itu pergi. "Kamu dari rumah
Shafira terduduk di kursi dengan malas sambil memegang secangkir teh hangat, pandangannya kosong menatap jendela rumah yang terbuka lebar. Dalam lamunan, ia teringat akan memori indah bersama almarhumah ibunya, membuat wingko babat dengan resep ibunya. Hasil eksekusi pertama waktu digigit seperti batu, alotnya minta ampun.Setelah diteliti lagi, ternyata adonan tidak diberi air sehingga tekstur menjadi keras seperti batu. Mungkin saat itu sang ibu sudah pikun padahal usianya enam puluh sembilan tahun. Mereka tertawa bersama mengingat Adonan yang kekurangan air seperti mereka yang kekurangan cairan, butuh Aqua.Shafira tersenyum kecil, mengenang saat-saat bahagia ketika sang ibu masih ada di sisinya.Namun, lamunan Shafira harus terhenti saat Mira, putri sulungnya, memanggil namanya, "Ma, mama" dan menggoyangkan tubuhnya pelan. "Ada apa, sayang?" tanya Shafira dengan suara lembut, berusaha menyembunyikan kesedihan yang tengah menghampirinya."Mama melamun, ya?" tanya Mira dengan polos
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments