POV ZULAIKA
TERJEBAK DALAM KUBANGAN HITAM
Papi membelikanku sebuah gaun selutut dengan kedua lengannya yang buntung. Gaun itu berwarna peach dengan bahan brokat tembus pandang yang dilapisi puring. Namun, lapisannya hanya sampai paha saja, sehingga dari paha sampai ke lutut tampak transparan. Astaga, ini terlalu minim. Aku merasa kurang pede dengan pakaian begini sebenarnya. Seperti orang yang mau pergi ke pesta ulang tahun saja.
“Pi, ini nggak berlebihan?” tanyaku sambil keluar dari kamar pas.
Papi malah senyum. Dia mengacungkan kedua jempolnya ke depanku. “Bagus! Keren sekali. Pas di tubuhmu. Ambil yang itu saja. Warnanya juga manis.” Papi seperti sangat bangga atas baju pilihannya tersebut. Aku s
AKU PUN BISA, PI!POV ZULAIKA Bagaikan dihipnotis, aku tak bisa mengelak sedikit pun. Hanya patuh yang bisa kulakukan. Terlebih saat melihat delikan mata Papi. Rasanya tak seujung kuku pun diriku dapat berkutik. Kurogoh tas selempang hitam yang kuisi dengan dompet, ponsel, pulpen, dan sebuah buku catatan kecil tersebut. Dari dalam tas yang kusampirkan di bahu kiri tersebut, kukeluarkan ponsel milikku. Gemetar tangan ini tatkala harus membuka galeri ponsel demi menunjukkan kepada pria di samping kanan yang terus melekap di tubuh, tentang foto diri dari Aga Suryatma, pacar sekaligus cinta pertamaku. “I-ini …,” ucapku dengan bibir yang gemetar.
RENCANA EKSEKUSI ITU NYATAPOV ZULAIKA Tak perlu memakan waktu lama, aku langsung nyaman dengan Pak Bona. Bagiku, lelaki itu hangat dan sepertinya bakal menuruti segala pintaku. Bagiku, bukankah ini menyenangkan? Saat hubungan kedua orangtuaku retak dan hancur, ternyata secerca harapan untuk hidup bahagia itu dating dan membuatku kembali semangat. Menjadi seorang simpanan, gundik, atau sugar baby, tampaknya bukanlah soalan di zaman modern begini. Kakak kelasku, Stevy, dengar-dengar dia pacaran dengan om-om kaya. Meskipun hanya rumor, tapi penampilan Stevy sangat meyakinkan. Dia cantik, bergelimang harta, dan kalau pergi ekstra sering bawa mobil mewah. Kalau bukan jadi sugar baby, mana mungkin dia bisa seperti itu, karena kata Sarah yang pernah dekat dengannya, Stevy bukan anak orang kaya. Bapaknya hanya kuli pabrik, sedang ibunya jualan pakaian. Sepertinya, aku akan mengikuti jejak kakak kel
MENJAGA JARAKPOV ZULAIKA “M-maaf, Tante. Tadi pagi … kami sudah putus. Aku dicaci maki oleh Aga habis-habisan. Aku tidak bisa ke sana. Aku mohon maaf.” Segera kumatikan sambungan telepon sebelum Tante Tiffa berbicara panjang lebar. Maafkan aku, Tante. Keluarga kalian memang cukup baik, meskipun orangtuaku tak pernah tahu tentang kalian. Namun, sepertinya aku harus segera menjauh, demi keselamatan nyawaku sendiri. “Ada apa, Sayang?” Pak Bona melangkah mendekatiku. Memeluk tubuhku erat sambil membelai-belai rambutku mesra. “Aga … pacarku. Dia sedang kritis di rumah sakit. Apakah Daddy …?” 
SEMUA DUSTA YANG KUBALUT GULAPOV PAPI DANU “Mas, ke mana aja kamu? Aku nunggui dari sejam lalu!” Yeslin, kekasih hati yang sudah tiga tahun belakangan ini kupacari, menggerutu sambil memasang wajah masam. Wanita 27 tahun bertubuh sintal dengan rambut panjang yang ditata ikal gantung tersebut bangkit dari sofa. “Maaf, Yes. Aku tadi … ke tempat Pak Bona.” Wanita itu berubah wajah. Terlihat berkurang masamnya. “Apa kata dia? Kamu jadi naik jabatan, kan?” Gadis itu mencengkeram lenganku. Kuku-kuku panjangnya terasa menusuk sampai ke kulit. “I-iya ….” Agak terbata aku
POV ZULAIKAKENA JUGA BATUNYA! Aku pun tak membuang waktu lagi. Langsung kukirimkan alamat, nomor ponsel, foto, dan segala data mengenai Sarah Adiba kepada Pak Bona. Sarah memang harus mendapatkan sebuah ‘hukuman’, supaya dia tidak asal mengancam saja. Kami berteman sejak kelas tujuh, tapi mengapa dia tiba-tiba jadi seperti ini kepadaku? Menaruh curiga berlebihan sampai bersikap terlalu posesif begitu. Jelas, dia menjadi ancaman tersendiri untukku. Bagaimana kalau dia berhasil menguak rahasia besarku ini? Oh, tidak boleh! Mana ada yang boleh tahu kalau aku sekarang menjadi simpanan seorang CEO tua bangka. [Dad, aku mohon maaf karena sudah banyak merepotkan Daddy. Aku janji, ini permintaanku yang terakhir untuk melenyapkan orang.]&nb
SEKARANG GILIRAN TANTE YESLINPOV ZULAIKA Tangis dari para pelayat di rumah Sarah terdengar penuh duka. Terlebih saat jenazah gadis itu tiba dari rumah sakit dengan diantar oleh mobil ambulans. Keluarga yang telah menanti hampir semuanya menjerit histeris. Aku bisa merasakan kehilangan yang begitu kental di rumah ini. Aku pun juga ikut menangis, tapi saying itu hanya kamuflase saja. Mami, aku, dan Ario memilih untuk duduk di ruang tamu yang sudah lega tanpa perabot. Memperhatikan jenazah yang sudah dibungkus dengan kain kafan dan dimasukan ke dalam peti itu diletakkan di tengah-tengah ruangan. Aku sedikit mengintip ke dalam peti yang tak ditutupi. Tampak noda darah tembus ke kain kafan. Itu bagian kepala. Dugaanku, banyak luka di sana. Mungkin saja, tengkoraknya pecah karena menghantam aspal a
TERLAMBAT KUSADARIPOV ZULAIKA “Daddy!” Aku berteriak penuh antusias saat Pak Bona alias Daddy-ku tersayang membukakan pintu apartemennya. Lelaki yang mengenakan kimono tidur bergambar burung maleo dengan warna dasar emas tersebut langsung memeluk tubuhku erat-erat. “Cantik sekali kamu, Nona manis!” Daddy membawa tubuhku yang masih didekapnya ke dalam. Dia buru-buru menutup pintu dengan tendangan kaki dan langsung menciumi kening serta pipiku. “Thank you, Dad! Aku sengaja bolos dua jam pelajaran dengan alasan sakit perut. Jadi, aku izin pulang dan langsung naik taksi untuk ke sini. Aku tidak mau Daddy lama menunggu,” kataku sambil tersenyum semringah kepada lelaki tua yang
RASA SAKITPOV ZULAIKA Detik itu, aku merasakan ketakutan yang luar biasa di dalam apartemen Daddy. Hanya ada kami berdua dan aku merasa seperti tawanan yang dikurung dalam sangkar baja. Meski setelah mencium kakinya Daddy tak lagi tampak marah, tetap saja aku masih gemetar karena ngeri yang tak berkesudahan. Aku takut kalau-kalau dia akan menembak kepala saat aku lengah. “Sweeheart, ayo layani aku di kamar. Lepaskan pakaianmu sekarang juga!” Daddy memberi perintah kepadaku. Membuat lututku semakin lemas saja. Air mata yang sudah menggenang di pipi, terpaksa harus kuhapus dengan gerakan cepat. Aku buru-buru tersenyum demi membuat Daddy tak lagi marah. Di hadapannya, kutanggalkan satu persatu pakai