Bagai singa kelaparan Pits terus bergumul mencoba menguasai tubuh Laras. Gadis itu semakin kehilangan tenaga.
Bukk!Tubuh Pits terjungkal di atas lantai kasar.Amarah dan tatapan tajam Bram seolah ingin melahap habis pria yang sudah berani menyentuh Laras. Suara deru napasnya memburu."Sialan!" maki Pits memegang kepalanya yang sakit setelah tersadar apa yang telah memukulnya.Pits berdiri menguatkan kakinya. Matanya merah marah karena Bram sudah menghentikan gairah napsu bejatnya."Berani kamu menyentuhnya!" Bram sangat marah.Pits menyeringai sadis. "Ternyata sang pangeran datang juga. Halo Kakak ipar, akhirnya kamu datang juga," ucap Pits sambil tertawa lepas."Dasar manusia rusak!" Bram semakin marah mendengar sapaan Pits.Tanpa banyak bicara Pits maju menyerang Bram dengan membabi-buta. Bram yang memang pernah pelatihan karate dengan mudah dapat melumpuhkan Pits. Pria itu berhasil dibekuk. Polisi yang sebelumnya sudah dihubungi oleh BrRere membayar orang untuk mencelakai Laras adik tirinya. Dia berharap bisa menghilangkan Laras dan membuatnya jera. Entah dendam apa yang membuat Rere tega melakukan itu, tapi yang jelas wanita itu sakit hati karna Bram lebih memilih adik tirinya sebagai penggantinya. Awalnya Rere menerima kesalahannya yang menyebabkan dirinya dan Bram bercerai. Rere tidak akan mencampuri kehidupan Bram, seandainya bukan Laras yang menjadi kekasih Bram. Kini ceritanya berbeda saat dia mendengar bahwa Laras yang akan menggantikan posisinya. Dengan rencana yang dia pikir sudah matang, orang-orang bayaran Laras mulai bergerak. Beberapa hari sebelum aksinya dijalankan, beberapa orang telah mengikuti Laras dan memperhatikan kebiasaannya. Mereka mengalami kesulitan karna Bram selalu mengantar dan menjemputya di waktu kuliah. Bahkan Bram tidak membiarkan Laras keluar rumah sendiri. Belajar dari pengalaman yang pernah terjadi, Bram semakin ketat menjaga Laras. Sebenarnya gadis itu tidak mau diperlakukan sep
Suasana kampus sudah sepi, para mahasiswa satu persatu meninggalkan kampus. Bahkan jam kuliah sore pun nampak lengang. Seorang gadis masih setia berdiri menanti jemputan. Sesekali matanya melihat ke arah arloji di tangannya.Gadis itu nampak sangat gelisah, seolah sedang menunggu seseorang. Tangan gadis itu menenteng beberapa buku yang bisa dibilang lumayan banyak.Dengan sedikit kesulitan, gadis itu mencoba mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Butuh kerja ekstra rupanya untuk mendapatkan benda yang kini nagkring di tangannya.Dengan cepat, dia menekan nomor pada ponselnya dan mendekatkan ponselnya pada telinga sebelah kanan. Sekali lagi dia menekan nomor yang sama, tidak ada jawaban."Tumben banget sih kak Bram telat jemputnya, mana ga diangkat juga teleponnya," ucap gadis itu dengan wajah mulai kesal.Untuk beberapa saat gadis itu masih setia menunggu. Hingga jarum jam menunjuk pada angka enam sore."Apa aku pulang sendiri saja ya? Iyalah aku pulang sendiri saja, lebih baik aku pesa
Sudah tiga hari Laras menantikan Bram untuk tersadar. Gadis polos itu selalu bergantian dengan mamanya Bram menunggu pria itu di Rumah Sakit. Kesedihan selalu nampak pada wajah cantik Laras.Setiap kali jam besuk, Laras selalu mengajak Bram berbicara. Gadis itu berharap dengan berbicara dengannya maka akan membantu mempercepat proses bangunnya Bram.Tidak ada kata putus asa dalam hati gadis cantik itu dalam menemani dan menanti Bram untuk sadar. Bahkan gadis itu rela tidur di kursi tunggu Rumah Sakit.Soya, mamanya Bram selalu menyuruhnya untuk beristirahat dan fokus pada kuliahnya, tapi Laras selalu menolak. Dia tetap berkeras kepala untuk menggantikan wanita setengah baya itu untuk menunggu Bram."Laras," panggil seorang wanita dari arah belakang."Kak Rere," ucapnya terkejut saat melihat kakak tirinya berdiri di belakangnya."Bagaimana keadaan Bram?""Kak Bram masih belum sadar, Kak. Dia masih menggunakan mesin untuk membantunya bernapas," ucapnya sedi
Sudah satu bulan lebih penantian Laras dan keluarga menunggu Bram untuk bangun. Jadi sudah satu bulan pria tampan itu tidak sadarkan diri dan terbaring lemah di ruang ICU sumah sakit. Tidak adanya perkembangan pada kesehatan lelaki itu membuat keluarga semakin putus asa dan pasrah.Hari itu hanya Laras yang selalu menemani tubuh pria yang terkulai tak berdaya, sedangkan keluarganya sedang mengurus perusahaan yang ditinggalkan oleh Bram selama pria itu tidak sadarkan diri.Sore hari, keluarga Bram menemui dokter yang merawat putranya. Mereka melakukan diskusi tentang kondisi putranya yang sampai saat ini tidak ada perkembangan sama sekali."Maaf, Tuan dan Nyonya, sepertinya keadaan putra Anda sudah tidak ada harapan lagi. Sampai sekarang pasien tidak juga menunjukkan perkembangan. Hal ini bisa menjadi pertimbangan untuk keluarga, apakah akan tetap membiarkan pasien seperti ini terus menerus atau akan melepas semua alat yang ada pada tubuhnya," ucap dokter berusaha menjela
Para tim medis sedang sibuk membereskan alat-alat yang ada pada Bram. Sedangkan dokter memberi penjelasan pada keluarga tentang kematian pasien.Tanpa menunggu dokter selesai menjelaskan, Laras langsung berlari memeluk tubuh Bram yang masih terpasang alat monitor."Kak, jangan tinggalin Laras sendiri," ucap gadis itu sembari menangis memeluknya erat."Kamu jahat, Kak!"Gadis itu terus menangis dan memanggil nama Bram. Soya dan suaminya mendekati gadis itu. Wanita itu pun turut menangis dan memeluk tubuh putranya yang terbujur lemah."Nak, ikhlaskan Bram," ucap Grey, papanya Bram."Laras belum bisa ikhlas, Om. Laras mencintai kak Bram.""Aku tau, Nak, tapi kita harus mengikhlaskannya. Biarkan Bram pergi dengan tenang.""Pa, Bram anak kita satu-satunya," ucap Soya dalam tangisnya."Ma, sabar.""Aku tidak akan mengampuni orang yang sudah membuat putraku celaka. Aku akan menghukumnya, kalau perlu dia juga harus mati," ucap Grey penuh dendam."
Dua hari sejak Bram mulai kembali bisa bernapas spontan, Laras masih setia menunggunya untuk sadar. Gadis itu rela meninggalkan jam kuliahnya demi ingin melihat kekasihnya tersadar. Dia ingin saat Bram tersadar orang pertama yang Bram lihat adalah dirinya.Rasa lelah memang sedang menghampiri dirinya. Dua malam ini Laras hampir tidak memejamkan matanya. Gadis itu ingin selalu terjaga menanti sebuah keajaiban selanjutnya."Laras," panggil seorang wanita di belakangnya."Kakak." Wajah Laras terkejut."Sepertinya kamu sangat lelah. Pulanglah untuk istirahat! Biar aku yang menggantikanmu untuk menjaga Bram.""Tidak, Kak. Aku tidak mau meninggalkan kak Bram. Aku ingin melihatnya tersadar.""Bram pasti akan sedih kalau melihat wajahmu seperti ini. Lihatlah wajahmu sangat kusut dan lingkar matamu sangat jelas. Apa kamu mau kalau Bram sadar nanti dia bersedih karena melihatmu seperti ini?"Gadis itu berpikir sebentar. Benar juga yang dikatakan Rere, Bram tid
Kesehatan Bram semakin membaik, bahkan hari ini dokter sudah memperbolehkan pria itu pulang. Semenjak Bram sadar dan mengatakan bahwa Rere adalah istrinya, wanita itu lebih sering menemani Bram dan tidak memberi kespatan sedikit pun untuk Laras.Awalnya orang tua Bram ingin mengatakan yang sebenarnya tapi Laras melarangnya. Gadis itu tidak mau hanya karena mementingkan egonya, kesehatan Bram akan kembali memburuk.Bram memang tidak mengingat Laras sebagai kekasihnya, tapi pria itu menyayangi Laras sebagai adiknya. Bahkan perlakuannya kepada Laras masih sama baiknya dari sebelum kecelakaan itu.Dia tidak pernah menyakiti Laras. Setiap hari pun dia ingin Laras terus mengunjungi dan menemaninya. Hanya saja Rere selalu melarangnya.Hari ini Laras sengaja tidak datang karena dalam pikirannya Bram sudah ada yang menemani yaitu Rere. Hari ini juga Bram sudah boleh pulang. Gadis itu berpikir dia akan menunggu Bram di rumah saja."Ma, Laras mana?" Mata Bram tidak melihat
Dengan tuntunan Soya, Laras keluar dari kamarnya dan mendekati Bram serta Rere dan Grey. Matanya menatap nanar ke arah Bram, sedangkan pada wajahnya tersirat keraguan dan kesedihan yang dalam.Senyum licik dan puas mengembang dari bibir wanita yang kini berada di samping Bram. Rere, wanita itu selalu saja mendekatkan tubuhnya pada Bram."Kak," panggilnya.Bram memutar tubuhnya dan menatap Laras."Laras."Gadis itu masih saja berdiri mematung menatap pria yang dia rindukan selama ini."Laras, apa kamu tidak merindukan kakakmu ini?" ucap Bram heran saat Laras tidak antusias melihatnya pulang."Aku merindukanmu, Kak.""Kalau kamu merindukanku, kenapa kamu masih berdiri di situ? Apa kamu tidak mau memeluk kakakmu ini?""Aku ingin, tapi ...." Mata Laras mengarah pada Rere.Wanita itu melotot menatapnya."Tapi apa Laras? Bukankah kamu adikku?"Laras terdiam menahan kepedihan saat Bram kembali mengatakan bahwa dia adalah adiknya. Serasa ingin