Bram menginjak pedal remnya sangat dalam sehingga kendaraannya berhenti secara mendadak.
Duk!"Ah, sial!" Kepala Joy beradu kambing dengan dashboard mobil."Apa tidak bisa kamu menghentikan mobilmu dengan pelan-pelan, Bram?" Joy kesal. Tangannya mengusap kepalanya yang sakit."Jangan salahkan aku! Kamu yang membuat aku terkejut.""Tapi kamu tidak harus menghentikan secara mendadak," balas Joy."Jangan bawel! Ada apa?""Apa kamu tidak tahu kalau ada wanita yang lewat di depan mobilmu?""Wanita? Wanita apa?" Bram mengedarkan mencari wanita yang Joy maksud."Wanita. Tadi ada wanita yang melintas di depan mobilmu." Joy juga mencari bayangan wanita yang tadi dia lihat."Tidak ada wanita di sini. Hanya ada kita berdua. Lagi pula ini jalanan sepi, tidak ada rumah di sekitar sini." Mata Bram masih beredar."Bram, kamu jangan macam-macam!"Joy mulai merinding sendiri. Bulu kuduknya mulai berdiri dan dia mulai mencengkeram lengan Bram.Mema"Bram, apa kamu masih sanggup untuk melihatnya?"Joy merasa khawatir dengan kondisi Bram saat ini. Pria bertubuh kekar itu ternyata bisa merasakan lemah juga dalam keadaan seperti ini."Bram, biar aku yang melihatnya." Joy hendak meninggalkan Bram untuk melihat mayat wanita yang meninggal karena luka tusuk."Aku ikut," ucap Bram meraih dan menahan tangan Joy."Apa kamu yakin?" Joy merasa tidak yakin Bram sanggup melihatnya."Aku yakin. Bagaimanapun aku harus melihatnya. Seandainya itu memang Laras, aku juga harus siap." Bram bangkit bersejajar dengan Joy.Joy menatap mata Bram masih ragu. Dia tau Bram lelaki yang kuat dan hebat, tapi untuk urusan yang berhubungan dengan Laras, Bram adalah lelaki yang lemah. Saat bersama Rere dia tidak seperti ini.Dua pria itu berjalan menelusuri koridor rumah sakit. Suasana sepi senyap hanya ada beberapa orang saja yang berlalu lalang di tengah koridor berlintasan dengan mereka.Joy meraih tangan Bram bermaksud ingin
Joy menghentikan mobilnya tepat di halaman parkir rumah Bram. Mereka telah sampai di rumah dengan selamat. Bram melihat ke arah Laras, gadis itu masih menyandarkan kepalanya pada pundak Bram. Matanya tertutup, Laras tertidur."Sepertinya Laras lelah, Bram," ucap Joy menoleh ke arah mereka."Sepertinya begitu."Bram masih belum merubah posisinya.Dia takut bila dia bergerak, Laras akan terkejut dan terbangun."Bram, lebih baik kamu gendong saja Laras dan bawa masuk! Biar dia tidur di dalam, sepertinya kekasihmu itu tidak tidur semalaman.""Apa dia tidak akan terbangun bila aku menggendongnya?""Aku yakin tidak, Laras nampak terlelap.""Baiklah, tolong bukakan pintu untukku!" ucap Bram menggeser kepala Laras dan bersiap untuk mengangkat tubuh gadis itu.Dengan sangat hati-hati dan pelan, Bram mengangkat tubuh Laras dan membawanya ke kamar yang biasa di tempati oleh Laras. Meski kamar itu telah lama tidak dihuni, tapi masih terlihat rapi dan bersih.
Sudah hampir sebulan ini Laras kembali menjalani kehidupan seperti biasanya. Sejak saat itu, dia tidak tinggal bersama Bram sendirian, tapi mereka tinggal bersama orang tua Bram. Grey tidak mengijinkan mereka tinggal bersama dalam satu atap sebelum pernikahan tiba.Hari ini keluarga Bram mengunjungi orang tua Laras bersama-sama dengan Bram dan Laras sendiri. Mereka berencana akan melamar Laras, tapi Bram belum mengatakan keinginannya pada kekasihnya itu. Dia hanya mengatakan ingin berkunjung dan berkenalan saja."Bunda1" panggil Laras saat melihat bundanya."Laras." Seorang wanita mendekat dan memeluknya erat.Terlihat dengan jelas bahwa dua wanita itu saling melepaskan kerinduan yang telah lama terpendam."Kamu sehat, Nak?" Bunda mendekap wajah putrinya dan berkali-kali mendaratkan kecupan pada wajah Laras."Laras sehat, Bunda. Bunda, ayah mana?" Mata Laras mencari sosok ayahnya."Ayah masih pergi ke balai desa. Sebentar lagi pulang."Bunda mengedark
Kebaya putih membalut tubuh Laras dengan sempurna dan anggun. Gadis desa yang manis dan cantik itu semakin cantik dengan riasan yang natural namun mewah. Wajah cantiknya yang natural selalu tertutupi kini menjadi lebih cantik sempurna.Laras bak ratu keraton, dengan pakaian khas Jawa yang umum digunakan dalam acara pernikahan. Hari ini gadis desa itu akan melangsungkan pernikahan dan menjadi istri Bram, mantan kakak iparnya sendiri.Awalnya dia tidak yakin akan menikah sebelum lulus kuliah, tapi Bram dan keluarganya terus meyakinkan dirinya dan orang tua Laras. Dia juga masih akan kuliah meski sudah menikah.Hari ini, hari yang telah disepakati oleh kedua pihak keluarga. Mereka akan mengadakan prosesi pernikahan di sebuah gedung. Bram dan keluarganya sudah memboyong keluarga Laras ke kota."Nak, kamu terlihat sangat cantik," puji bundanya."Bunda, aku malu." Laras memeluk bundanya."Sayang, apa kamu sudah siap?" Mama Bram menghampiri mereka."Ma, apa acar
Suasana tempat ruang pesta telah dipadati para tamu undangan baik dari rekan bisnis Bram maupun rekan bisnis orang tuanya. Meskipun ini pernikahan kedua bagi Bram, tapi ini merupakan resepsi pertama dan akan menjadi pernikahan yang terakhir baginya dan Laras.Malam ini Laras mengenakan gaun putih dengan jumbai tidak terlalu panjang. Gadis sederhana itu tidak memilih gaun yang terlalu ribet dan mewah. Laras lebih suka mengenakan gaun yang simpel tapi tidak terkesan murahan dan tetap terlihat elegan dan mengundang decak kagum.Kecantikannya mengalahkan kecantikan ratu sejagad, apalagi bagi Bram. Kecantikan wanita yang baru menjadi istrinya beberapa jam yang lalu merupakan kecantikan yang sempurna dan tiada tandingnya. Bukan hanya kecantikan luar saja, tapi Bram lebih terpesona dengan kecantikan hati istrinya.Bram menuntun Laras memasuki ruang pesta dengan langkah bak pangeran dan putri kerajaan. Semua mata tertuju pada mereka, semua bibir mengucapkan kekaguman akan kecant
"Cepat bawa gadis itu masuk!" teriak seseorang dari arah berlawanan."Baik, Bos."Dua pria kekar yang membawa tubuh Laras masuk ke dalam sebuah gudang yang berantakan. Banyak tumpukan barang bekas dan kotak-kotak besar yang telah usang di sana. Udaranya sangat pengap dan bau debu menusuk hidung.Dengan sangat kasar pria itu membanting tubuh Laras yang terkulai lemah di atas sebuah tumpukan kardus. Tawa keras dan puas terdengar menggelegar dari ketiga orang yang berdiri di dekat Laras."Kalau aku tidak bisa memiliki Bram lagi, kamu juga tidak akan bisa memilikinya gadis kampung."Lagi-lagi tawa menakutkan terdengar dari bibir merah merekah wanita yang menyimpan dendam terhadap gadis itu. Dendam yang akan terbayarkan ketika melihat gadis itu sengsara dan memohon di kakinya."Ikat tangan dan kakinya, jangan sampai gadis ini terlepas!""Baik, Bos."Dengan sangat cepat dua pria kekar itu melaksanakan perintah dari bosnya. Dengan cepat pula mereka sudah mel
"Jangan bergerak!" Teriakan Mico membuat dua pria yang sedang menggagahi Laras terkejut dan langsung memutar tubuhnya.Dua pria kekar itu menciut nyalinya. Dengan patuh mereka mengangkat tangan dan menyerah. Anak buah Mico langsung meringkus dia pria kekar itu. Berbeda dengan Rere, saat mengetahui ada polisi datang, wanita itu langsung beranjak dan menyahut tubuh Laras.Rere menjadikan Laras sebagai sandera untuk melindungi dirinya. Mata wanita itu sudah gelap dengan napsu pembunuh. Napasnya terdengar kasar dan panas mengenai kulit Laras."Jangan mendekat!" ancamnya pada Mico dan yang lainnya.Satu tangan wanita itu mencengkeram leher Laras dengan lengannya, sedangkan satu tangannya lagi menodongkan senjata tajam pada leher Laras dan siap menggores kulit mulus yang membalut leher jenjang adik tirinya."Rere, aku mohon jangan sakiti Laras!" ucap Bram saat tiba di tempat itu dengan napas tersengal.Bukannya melepaskan Laras saat Bram datang, Rere semakin t
Bram menutup matanya sampai suara teriakan Laras menghilang. Pria itu terdiam terpaku tanpa bergerak sedikit pun. Hati dan hidupnya hancur. Dunia seakan berubah gelap gulita seketika itu juga.Suara isak tangis memaksa pria itu berlahan memberanikan diri membuka matanya."Laras!" Bram kembali berlari mendekati gadis yang tersungkur memeluk erat tubuh Rere.Dia pikir Laras yang tumbang karena ulah Rere, tapi nyatanya Rere yang tertembus timah panas dari anak buah Mico. Laras membawa kepala kakak tirinya ke atas pangkuannya. Gadis itu mendekap erat Rere."Laras," panggilnya tersungkur langsung memeluk erat tubuh gadis itu."Kak, bangunlah!" ucap Laras dalam isak tangisnya.Laras mencoba membangunkan kakak tirinya.Pria yang sedari tadi hanya berdiri terpaku menyaksikan putrinya tumbang perlahan berjalan mendekat dan terjatuh dengan lutut sebagai tumpuannya."Ayah," panggil Rere di sisa napasnya."Sayang." Perlahan pria itu mengusap lembut wajah putr