Elaine tertegun, hatinya tersentuh dengan permintaan dari Zachary. Siapa sebenarnya Grace buat dia?
"Kamu mau kan, El? Grace itu putri saya."Entah kenapa ada rasa lega menjamah hati Elaine setelah mendengar ucapan dari Zachary. Ternyata Grace bukan bekas istrinya."Tentu saja saya akan melakukan apapun untuk kesembuhan Anda, Tuan. Tapi, kerja sama Anda juga sangat dibutuhkan di sini. Kalau keinginan Anda untuk sembuh tidak ada, percuma saja saya berusaha keras untuk membantu kesembuhan Anda."Zachary terdiam, kalimat dari Elaine sangat masuk akal. Ia perlu membangun keinginan dan semangat untuk pulih."Tentu saja aku akan bersedia untuk bekerja sama." Binar mata Zachary terlihat penuh semangat. Elaine sangat bahagia mendengar tekad dari suami kontraknya itu. Dengan begini keberhasilannya dalam tugas akan semakin cepat, kontrak kerja dengan Nyonya Margaret juga cepat selesai sebelum dua tahun."Sekarang waktunya Anda sarapan Tuan." Elaine membawa baskom berisi air ke dalam kamar mandi.Tina tersenyum melihat Elaine membawa Zachary dengan pakaiannya yang sudah rapi."Selamat pagi, Tuan. Selamat pagi El.""Selamat pagi, Bibi."Hanya Elaine yang menyahut sapaan Tina, Zachary hanya diam dengan wajah muramnya.Tina menatap pada Elaine seolah bertanya ada apa dengan Zachary, Elaine hanya menggelengkan kepalanya pelan."Apa sarapan pagi untuk Tuan Zach, Bi?"Elaine mendekat ke arah meja makan."Saya hanya mau sandwich dan kopi kegemaran saya.""Biar saya buatkan kopi." Elaine segera membuat secangkir kopi untuk Zachary karena Tina sudah menyiapkan sandwich kesukaannya.Dalam diam Zachary memperhatikan siluet tubuh gadis yang sudah seminggu ini bersedia untuk menjadi istrinya, entah berapa besar uang yang dikeluarkan oleh sang ibu. Mungkin benar, waktu tiga tahun sudah cukup untuknya menangisi tragedi dan luka hati karena seorang istri yang tidak tahu diri."Anda tidak boleh terlalu tenggelam dalam kesedihan Tuan, karena tangisan Anda tidak akan menghentikan putaran dunia. Kemurungan Anda tidak akan membuat orang-orang merasa simpati apalagi iba. Anda harus berusaha bangkit, sembuh dan menjadi Zachary Stewart yang kuat dan gagah, yang disegani semua rival bisnisnya. Kalau Anda lemah seperti ini, bahkan nyamukpun akan mudah menghisap darah Anda."Kalimat Elaine ketika hari pertama mereka bergelar suami istri dan dia menolak untuk dibawa keluar kamar terngiang di telinganya."Mommy sudah bosan dengan keputusasaan kamu Zach, lihatlah perusahaan semakin merudum, rival bisnis kita semakin semena-mena dan ada penghianat yang sudah menjual data perusahaan, kita kalah tender lagi. Sampai kapan kamu akan terus terpuruk menyesali hidupmu? Sudah berapa tahun kita kehilangan jejak Grace? Apa kamu tidak rindu dengan Grace? Mommy hampir mati merindukan gadis kecil itu." Air mata sang ibu ketika mengatakan kalimat panjang untuknya terbayang di pelupuk mata.Aku harus sembuh. 3 tahun sudah cukup buatku.Satu Minggu berlalu, perubahan Zachary semakin pesat, meskipun ia masih menggunakan kursi roda tapi ia sudah bisa berdiri sendiri dalam beberapa menit. Ia memang belum bisa berjalan tapi untuk mandi, Elaine tidak perlu lagi membantunya membersihkan diri. Selera makannya juga bagus, dan yang lebih membuat Elaine gembira kemarin Zachary memintanya untuk membawa bertemu dengan fisioterapis. Tentu saja Nyonya Margaret langsung setuju dan langsung membuat janji temu dengan dokter."Bawa saja sopir untuk membawa kalian.""Saya bisa membawa mobil sendiri, Nyonya. Anda jangan khawatir.""Good, memang itu syarat utama saya dulu kan?"Hari ini adalah jadwal terapi Zachary, sangat diluar dugaan, dokter mengatakan kalau otot-otot dan syaraf Zachary mengalami peningkatan, ia menyarankan agar Zachary memiliki sebuah alah olahraga FES (functional electrical stimulation) untuk membantunya melatih otot-otot gerak di rumah. Zachary langsung memberitahukan kepada Nyonya Margaret."Anda ingin ke mana setelah ini Tuan?""Bawa saya ke pantai, saya sudah lama tidak melihat pantai.""Baiklah, sesuai permintaan Anda." Elaine mengarahkan mobil menuju ke arah pantai yang diminta oleh Zachary. Angin pantai begitu menyegarkan, Elaine memakaikan syal rajut yang ia pakai tadi pada leher Zachary. Mengusir angin dingin dari tubuhnya.Elaine membiarkan Zachary menikmati sunset yang indah, sementara ia masuk ke mobil untuk mengambil air minum. Tapi mata Elaine melotot melihat sebuah mobil berhenti tepat di samping Zachary, dua pria mencurigakan mendekat ke arahnya."Hoi! Mau apa kalian?"Elaine berlari kencang menuju ke arah dua pria yang sepertinya kaget, keduanya menoleh pada gadis yang sekarang sudah berdiri dengan gagah di depan Zachary, pria itu tampak meneguk ludah melihat dua pria tadi mengeluarkan senjata tajam."Kita pulang, El!""Diam di tempat Anda, Tuan!" Elaine berkata tanpa melihat ke belakang sama sekali, ia memperhatikan musuhnya bergantian dan penuh was-was. Tangannya mengepal dan kakinya sudah membentuk kuda-kuda."Jangan ikut campur urusan kami, Nona! Kami hanya mau bermain-main dengan pewaris tunggal kerajaan Stewart ini.""Urusan dengan dia, berarti menjadi urusanku, pecundang!" mendengar itu kedua pria tadi tersenyum mengejek."Memangnya kamu bisa apa? Greg, serang gadis lancang ini! chiaaaaa!"pria bertubuh besar dengan rambut kepala plontos itu mulai menyerang Elaine. dengan sigap gadis itu mengelak, mematahkan serangan dua pria berotot yang menjadi lawannya.Elaine bisa melihat wajah khawatir Zachary, ia tersenyum samar. Zachary tidak tahu s
Elaine tersenyum mendengar kalimat dari Zachary yang menunjukkan kalau pria itu masih memiliki keinginan untuk sembuh. Ancaman dari Zachary tidak membuat ia takut sama sekali. "Dan saya menunggu saat itu datang, Tuan Muda," bisikan Elaine tepat di telinga Zachary membuat pria itu membeku. Harum rambut berwarna cokelat kehitaman membuat dada Zachary sesak. Sudah lama ia tidak merasakan sesuatu yang mendesak seperti sekarang."Gadis lancang!" gumamnya dengan suara berat. Elaine tertawa lepas menampilkan lesung pipinya, gigi rapi dan putih menyempurnakan kecantikan gadis itu. Zachary meneguk ludah beberapa kali. Elaine terus mendorong kursi roda sang suami hingga masuk ke dalam kamar mereka. "Pergilah keluar, saya mau mandi," Zachary mencoba ingin mandiri, dia ingin membuktikan kalau tenaganya mulai pulih dan bisa digunakan tanpa bantuan, kursi roda dipakai hanya saat ia berjalan lebih dari lima menit."Bukankah selalu saya yang akan bantu anda mandi?" "Kali ini aku ingin buktikan k
Tawa Zachary pecah melihat wajah pucat Elaine, gadis itu ternyata tidak seberani tantangan-tantangan yang selalu ia ucapkan sebelum ini. Ia melepaskan pinggang Elaine dan kembali duduk di atas sofa.Elaine menarik nafas lega, sentuhan dan bisikan Zachary tadi rupanya hanya untuk menggertak saja. "Jangan pikir kamu cukup membuat aku tertarik gadis kecil, aku mau makan sekarang!"Elaine mengangguk, dasar pria brengsek! mati-matian ia menenangkan hati yang berdebar hebat. "Katakan pada Mommy, kalau aku mau ke perusahaan besok,""Tapi Anda belum sembuh total, Tuan! Anda masih harus memakai kursi roda," Elaine mengingatkan Zachary. Pria itu tersenyum sinis. Kapan lagi waktu yang tepat untuk membuat gadis ini mengerti kalau tidak mudah hidup berdampingan dengan seorang Zachary."Bukankah ada kamu yang bisa membantuku? lalu apa gunanya kamu ada bersamaku kalau membuat aku pergi ke kantor saja kamu tidak bisa, tidak sanggup? Kalau menyerah bilang saja, sekarang tinggalkan aku sendiri dan tem
Langkah kaki jenjang ber-sepatu hak tinggi itu begitu yakin menuju ke lobi sebuah hotel bintang lima, disana dia berhenti, berbicara dengan seorang pria dengan gaya menawan. Pria yang menjadi teman cerita ketika prianya sedang sibuk bekerja. Ya, Amanda sedang bertemu dengan Adrian, ini pertemuan yang kesekian kalinya, dalam diam dan rahasia, karena hubungan mereka memang rahasia. “Sorry, aku datang lambat. Ini karena putriku agak rewel tadi.” Amanda berbicara pada Adrian dengan lenggok manja dan menggoda.Adrian tersenyum dan menatap wajah kekasihnya dengan segenap rasa cinta. “Tidak mengapa, bisa bertemu saja, sudah membuatku bahagia.” “Tapi, Ad. Kamu yakin di sini aman?”“Tentu, tidak akan ada yang tahu kalau kamu kesini. Jangan khawatir.” anak rambut yang menutupi wajah Amanda diselipkan ke belakang telinga. Wanita beranak satu itu tetap menawan seperti dulu, saat merekamasih duduk di bangku kuliah. “Kalau aman, aku bi
3 tahun berlalu Seorang pria dengan wajah murung sedang duduk di atas kursi roda, wajahnya dihiasi jambang yang lama tidak bercukur, badannya kurus seolah sakit parah. Aura suram di raut mukanya, seperti keadaan kamarnya yang tidak bercahaya. Urat-urat lengannya yang dulu timbul hanya dengan sedikit gerakan, sekarang seolah ikut menyusut bersama badannya yang semakin kurus kering. Rambutnya panjang sebahu, sedikit acak-acakan, sorot matanya tajam tapi penuh kebencian. Menjalani hidupnya sekarang seolah tidak ada tujuan. Sudah dua kali ia mencoba mengakhiri hidupnya, mengores lengannya dengan pecahan kaca. Sudah dua kali juga kaca di dalam kamar besar itu diganti, dan sekarang tidak dipasang lagi. “Tina...” Nyonya Margaret memanggil pembantunya yang sedang mencuci piring-piring kotor di dapur. “Iya, Nyonya.” Tina datang setelah membersihkan tangannya dari busa sabun. “Saya mau keluar, ada hal penting
Elaine tersenyum tipis, jatuh cinta dengan pria berantakan seperti ini? Yang benar saja. “Bagaimana? Setuju dengan syarat saya?” Margaret melepas kacamatanya, menunggu jawaban dari Elaine. Gadis itu menggembungkan pipinya. Berpikir lagi, apa ini tidak merugikan ia nanti? “Jangan khawatir, tiap bulan kamu tetap terima gaji, bonus belanja akan saya tambah kalau ada perkembangan yang progresif pada putraku.” “Apa saya harus tidur dengan putra anda, Nyonya? Satu kamar?” “Yes, tentu saja. Jangan berpikir terlalu jauh, dia tidak akan menyentuhmu, kamu bukan seleranya, dan dia tidak bisa menggerakkan kakinya. Tentu saja karena ia lumpuh.” ada rasa lega dalam hati Elaine. “Baiklah, saya terima kerja ini,” “Good, saya yakin kamu akan menerimanya, saya tahu kamu butuh uang yang banyak untuk membeli kembali rumah itu.” Elaine terkesiap mendengar ucapan dari wanita angkuh di depannya. “Bagaimana Anda...” “Tentu sangat mudah u
Edwin memegangi kepalanya yang sudah berdarah. Ia meringis kesakitan. Elaine segera berlari menuju ke kamarnya, ia mengambil tas ranselnya, jaket hoodie diambil dan sepatu kets miliknya juga diambil. Tas selempang dan ponsel juga dibawanya. Elaine berlari meninggalkan rumah sewanya. Ia menuju ke jalan besar. “Tunggu, El!” jeritan dari Edwin tidak dihiraukannya, ia tidak mau membahayakan keselamatan dengan terus berada di rumah itu. Edwin sudah berani masuk ke dalam rumah sewanya. Sudah dua kali ini ia dilecehkan oleh paman yang sudah dianggap sebagai ayahnya sendiri, meskipun ia tahu, Edwin hanyalah sepupu ibunya. Kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya 3 tahun lalu telah memaksanya harus tinggal bersama Edwin. Paman yang terus mengintainya seperti elang yang mencari peluang untuk menerkam mangsanya. Elaine mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya dan tinggal di asrama, sampai ia lulus 6 bulan lalu. Ia bekerja di restoran
Mendengar ucapan pria yang masih membelakanginya penuh dengan penolakan membuat Elaine kaku. ‘Ia butuh pendekatan secara moril.’ Tina datang sambil membawa sarapan untuk Zachary. Nampan yang dibawa diletakkan di atas meja. “Tuan muda, ini nona Elaine yang akan merawat Anda,” Zachary tidak menoleh sama sekali. “Aku ingin sendiri, Tina, katakan pada orang asing itu.” ucapan Zachary sangat ketus. Elaine hanya diam dan memperhatikannya. “Tuan muda, waktunya Anda sarapan. Miss Tina, bisa tinggalkan kami berdua?” Elaine masih tidak putus asa. Tina hanya mengangguk, dan keluar dari kamar itu. “Aku tidak ingin makan.” “Bagaimana anda ada kekuatan jika tidak mau makan?” Elaine mendekati Zachary, ia menatap lekat wajah pria itu, wajahnya cekung dan persis seperti di foto yang ia lihat kemarin, tatapannya seolah tidak ada gairah hidup lagi. Elaine tahu, cara mendekati Zachary adalah dengan berteman dengannya. Mengajaknya bicara dari hati ke hati. “Kenalkan nama saya Elaine Diaz, bisa p