Elaine berlari kencang menuju ke arah dua pria yang sepertinya kaget, keduanya menoleh pada gadis yang sekarang sudah berdiri dengan gagah di depan Zachary, pria itu tampak meneguk ludah melihat dua pria tadi mengeluarkan senjata tajam.
"Kita pulang, El!""Diam di tempat Anda, Tuan!"Elaine berkata tanpa melihat ke belakang sama sekali, ia memperhatikan musuhnya bergantian dan penuh was-was. Tangannya mengepal dan kakinya sudah membentuk kuda-kuda."Jangan ikut campur urusan kami, Nona! Kami hanya mau bermain-main dengan pewaris tunggal kerajaan Stewart ini.""Urusan dengan dia, berarti menjadi urusanku, pecundang!"mendengar itu kedua pria tadi tersenyum mengejek."Memangnya kamu bisa apa? Greg, serang gadis lancang ini! chiaaaaa!"pria bertubuh besar dengan rambut kepala plontos itu mulai menyerang Elaine. dengan sigap gadis itu mengelak, mematahkan serangan dua pria berotot yang menjadi lawannya.Elaine bisa melihat wajah khawatir Zachary, ia tersenyum samar. Zachary tidak tahu siapa dia.Dengan sasaran cukup telak, kaki Elaine menendang tepat mengenai ulu hati pria yang tadi dipanggil Greg oleh temannya. Pria itu meringis kesakitan sambil memegangi dadanya.“Shit! Betina sial!” satu lagi pria merangsek maju dan langsung menyerang Elaine dengan sebilah samurai sedikit pendek jenis Tanto.Elaine sempat berkelit dari serangan mendadak itu. Ia segera melepaskan blazer tebal miliknya, dipakai untuk senjata melawan dua pria yang sekarang kembali maju melakukan serangkaian serangan mematikan.Elaine merunduk, tangannya menggenggam pasir dan dilemparkan pada wajah kedua lawannya, reflek kedua pria itu menjerit kesakitan karena butiran pasir yang masuk ke matanya.Elaine segera berlari mendekat ke arah kursi roda Zachary, pria itu seperti hendak berdiri tapi urung, matanya menatap pada pria-pria yang masih berteriak kesakitan sambil meraba-raba mencari jalan ke arah mobil mereka. Tanpa bicara apapun kursi roda itu langsung didorong ke arah mobil. Ia melirik pada kedua pria tadi, mereka sedang mencuci muka dengan sebotol air.“Kita harus pulang segera, Tuan Muda.”“Apa tidak sebaiknya tanya dulu maksud mereka apa? Kenapa mencoba menyakiti saya tadi?”“Berurusan dengan penjahat seperti mereka sama saja dengan bunuh diri, waktunya tidak tepat sekarang.” Zachary tidak tahu kalau Elaine sebenarnya takut kalau sampai penjahat itu mengincar Zachary, itu akan mengundang kemarahan Nyonya Margaret jika sampai putranya terluka.Zachary berdiri dari kursi roda, dibantu oleh Elaine ia masuk ke dalam mobil. Setelah Elaine memasukkan kursi roda ke jok belakang, mobil berwarna hitam itu melesat laju meninggalkan dua pria yang sekarang sedang merutuki kebodohannya. Kalah pintar dengan gadis yang baru mereka serang tadi.Mobil terus meluncur membelah jalanan senja. Zachary diam-diam mencuri pandang pada gadis di sampingnya, cantik dengan mata bulat dan bibir ranumnya, kulitnya bersih dan halus tapi yang sangat mengagumkan, gadis ini bisa bertarung nyawa dan seketika berubah menjadi orang lain jika menghadapi bahaya. Elaine Diaz!Seperti merasa disebut namanya, gadis itu menoleh ketika mereka sampai di lampu merah.“Tuan memanggil saya?”Spontan Zachary langsung menatap ke depan dengan gugup.“Ti-tidak.”“Jangan lihat saya lama-lama, nanti Anda jatuh cinta, Tuan.”“Saya? Jatuh cinta dengan kamu? Jangan ketinggian kalau mimpi, sakit kalau terjatuh.”Mendengar itu, Elaine tersenyum sinis. Tiba-tiba hatinya tertantang untuk memikat seorang tuan muda Zachary Stewart.“Kenapa tersenyum seperti itu, El? Ada yang lucu?”“Nothing, senyum saja masa tidak boleh? Dalam perjanjian itu tidak ada larangan tersenyum, hanya ada larangan jatuh cinta.”Zachary terdiam mendengar jawaban dari gadis cantik di sampingnya. Lampu merah berganti hijau. Mobil kembali meluncur dengan kecepatan sedang, Elaine begitu lincah mengemudi, hingga akhirnya masuk ke kawasan deretan rumah mewah yang memiliki halaman luas dan ukuran besar.“Kita sampai.” Mobil masuk ke pekarangan berumput hijau setelah pintu pagar terbuka.Elaine keluar dari dalam mobil dan mengeluarkan kursi roda. Ia membuka pintu di sebelah Zachary setelah menyiapkan kursi untuk suaminya.“Jangan beritahu mama soal penyerangan tadi, atau kamu tidak akan bisa membawa saya ke manapun lagi.” Elaine mengangguk tanda setuju. Ia membantu Zachary untuk berdiri dan berpindah ke kursi rodanya.“Jangan khawatir Tuan, sekarang saya hanya ingin membawa anda ke tempat tidur.” Zachary terdiam, ia tidak menyangka akan mendengar kalimat ambigu dari istri kecilnya. Ada rasa aneh mulai menggoda jiwa lelakinya. Gadis ini berani sekali membangkitkan gairahnya.“Jangan pernah menyesali ucapanmu nanti, Nona. Karena jika aku pulih, maka kamu yang tidak akan bisa berjalan.”Elaine tersenyum mendengar kalimat dari Zachary yang menunjukkan kalau pria itu masih memiliki keinginan untuk sembuh. Ancaman dari Zachary tidak membuat ia takut sama sekali. "Dan saya menunggu saat itu datang, Tuan Muda," bisikan Elaine tepat di telinga Zachary membuat pria itu membeku. Harum rambut berwarna cokelat kehitaman membuat dada Zachary sesak. Sudah lama ia tidak merasakan sesuatu yang mendesak seperti sekarang."Gadis lancang!" gumamnya dengan suara berat. Elaine tertawa lepas menampilkan lesung pipinya, gigi rapi dan putih menyempurnakan kecantikan gadis itu. Zachary meneguk ludah beberapa kali. Elaine terus mendorong kursi roda sang suami hingga masuk ke dalam kamar mereka. "Pergilah keluar, saya mau mandi," Zachary mencoba ingin mandiri, dia ingin membuktikan kalau tenaganya mulai pulih dan bisa digunakan tanpa bantuan, kursi roda dipakai hanya saat ia berjalan lebih dari lima menit."Bukankah selalu saya yang akan bantu anda mandi?" "Kali ini aku ingin buktikan k
Tawa Zachary pecah melihat wajah pucat Elaine, gadis itu ternyata tidak seberani tantangan-tantangan yang selalu ia ucapkan sebelum ini. Ia melepaskan pinggang Elaine dan kembali duduk di atas sofa.Elaine menarik nafas lega, sentuhan dan bisikan Zachary tadi rupanya hanya untuk menggertak saja. "Jangan pikir kamu cukup membuat aku tertarik gadis kecil, aku mau makan sekarang!"Elaine mengangguk, dasar pria brengsek! mati-matian ia menenangkan hati yang berdebar hebat. "Katakan pada Mommy, kalau aku mau ke perusahaan besok,""Tapi Anda belum sembuh total, Tuan! Anda masih harus memakai kursi roda," Elaine mengingatkan Zachary. Pria itu tersenyum sinis. Kapan lagi waktu yang tepat untuk membuat gadis ini mengerti kalau tidak mudah hidup berdampingan dengan seorang Zachary."Bukankah ada kamu yang bisa membantuku? lalu apa gunanya kamu ada bersamaku kalau membuat aku pergi ke kantor saja kamu tidak bisa, tidak sanggup? Kalau menyerah bilang saja, sekarang tinggalkan aku sendiri dan tem
Langkah kaki jenjang ber-sepatu hak tinggi itu begitu yakin menuju ke lobi sebuah hotel bintang lima, disana dia berhenti, berbicara dengan seorang pria dengan gaya menawan. Pria yang menjadi teman cerita ketika prianya sedang sibuk bekerja. Ya, Amanda sedang bertemu dengan Adrian, ini pertemuan yang kesekian kalinya, dalam diam dan rahasia, karena hubungan mereka memang rahasia. “Sorry, aku datang lambat. Ini karena putriku agak rewel tadi.” Amanda berbicara pada Adrian dengan lenggok manja dan menggoda.Adrian tersenyum dan menatap wajah kekasihnya dengan segenap rasa cinta. “Tidak mengapa, bisa bertemu saja, sudah membuatku bahagia.” “Tapi, Ad. Kamu yakin di sini aman?”“Tentu, tidak akan ada yang tahu kalau kamu kesini. Jangan khawatir.” anak rambut yang menutupi wajah Amanda diselipkan ke belakang telinga. Wanita beranak satu itu tetap menawan seperti dulu, saat merekamasih duduk di bangku kuliah. “Kalau aman, aku bi
3 tahun berlalu Seorang pria dengan wajah murung sedang duduk di atas kursi roda, wajahnya dihiasi jambang yang lama tidak bercukur, badannya kurus seolah sakit parah. Aura suram di raut mukanya, seperti keadaan kamarnya yang tidak bercahaya. Urat-urat lengannya yang dulu timbul hanya dengan sedikit gerakan, sekarang seolah ikut menyusut bersama badannya yang semakin kurus kering. Rambutnya panjang sebahu, sedikit acak-acakan, sorot matanya tajam tapi penuh kebencian. Menjalani hidupnya sekarang seolah tidak ada tujuan. Sudah dua kali ia mencoba mengakhiri hidupnya, mengores lengannya dengan pecahan kaca. Sudah dua kali juga kaca di dalam kamar besar itu diganti, dan sekarang tidak dipasang lagi. “Tina...” Nyonya Margaret memanggil pembantunya yang sedang mencuci piring-piring kotor di dapur. “Iya, Nyonya.” Tina datang setelah membersihkan tangannya dari busa sabun. “Saya mau keluar, ada hal penting
Elaine tersenyum tipis, jatuh cinta dengan pria berantakan seperti ini? Yang benar saja. “Bagaimana? Setuju dengan syarat saya?” Margaret melepas kacamatanya, menunggu jawaban dari Elaine. Gadis itu menggembungkan pipinya. Berpikir lagi, apa ini tidak merugikan ia nanti? “Jangan khawatir, tiap bulan kamu tetap terima gaji, bonus belanja akan saya tambah kalau ada perkembangan yang progresif pada putraku.” “Apa saya harus tidur dengan putra anda, Nyonya? Satu kamar?” “Yes, tentu saja. Jangan berpikir terlalu jauh, dia tidak akan menyentuhmu, kamu bukan seleranya, dan dia tidak bisa menggerakkan kakinya. Tentu saja karena ia lumpuh.” ada rasa lega dalam hati Elaine. “Baiklah, saya terima kerja ini,” “Good, saya yakin kamu akan menerimanya, saya tahu kamu butuh uang yang banyak untuk membeli kembali rumah itu.” Elaine terkesiap mendengar ucapan dari wanita angkuh di depannya. “Bagaimana Anda...” “Tentu sangat mudah u
Edwin memegangi kepalanya yang sudah berdarah. Ia meringis kesakitan. Elaine segera berlari menuju ke kamarnya, ia mengambil tas ranselnya, jaket hoodie diambil dan sepatu kets miliknya juga diambil. Tas selempang dan ponsel juga dibawanya. Elaine berlari meninggalkan rumah sewanya. Ia menuju ke jalan besar. “Tunggu, El!” jeritan dari Edwin tidak dihiraukannya, ia tidak mau membahayakan keselamatan dengan terus berada di rumah itu. Edwin sudah berani masuk ke dalam rumah sewanya. Sudah dua kali ini ia dilecehkan oleh paman yang sudah dianggap sebagai ayahnya sendiri, meskipun ia tahu, Edwin hanyalah sepupu ibunya. Kecelakaan yang merenggut nyawa kedua orang tuanya 3 tahun lalu telah memaksanya harus tinggal bersama Edwin. Paman yang terus mengintainya seperti elang yang mencari peluang untuk menerkam mangsanya. Elaine mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya dan tinggal di asrama, sampai ia lulus 6 bulan lalu. Ia bekerja di restoran
Mendengar ucapan pria yang masih membelakanginya penuh dengan penolakan membuat Elaine kaku. ‘Ia butuh pendekatan secara moril.’ Tina datang sambil membawa sarapan untuk Zachary. Nampan yang dibawa diletakkan di atas meja. “Tuan muda, ini nona Elaine yang akan merawat Anda,” Zachary tidak menoleh sama sekali. “Aku ingin sendiri, Tina, katakan pada orang asing itu.” ucapan Zachary sangat ketus. Elaine hanya diam dan memperhatikannya. “Tuan muda, waktunya Anda sarapan. Miss Tina, bisa tinggalkan kami berdua?” Elaine masih tidak putus asa. Tina hanya mengangguk, dan keluar dari kamar itu. “Aku tidak ingin makan.” “Bagaimana anda ada kekuatan jika tidak mau makan?” Elaine mendekati Zachary, ia menatap lekat wajah pria itu, wajahnya cekung dan persis seperti di foto yang ia lihat kemarin, tatapannya seolah tidak ada gairah hidup lagi. Elaine tahu, cara mendekati Zachary adalah dengan berteman dengannya. Mengajaknya bicara dari hati ke hati. “Kenalkan nama saya Elaine Diaz, bisa p
Elaine menghentikan kesibukannya, ia berjalan menuju ke dekat pintu kamar. Margaret sedang berdiri sambil melipat tangannya di depan dada, menatapnya tajam.“Saya sedang mengeluarkan baju-baju istri tuan Zach, dari kamar ini, Nyonya.” Elaine berdiri sambil memegang kain lap yang tadi dipakai untuk membersihkan debu di lemari baju Zachary.“Siapa yang menyuruhmu, Nona?” Margaret berjalan masuk dan berhenti di depan lemari, matanya melihat tumpukan baju-baju Amanda yang masih tersisa.“Ini saran dari teman saya yang bekerja dibawah dokter psikiater, kalau kita perlu menjauhkan barang-barang yang bisa mengingatkan tuan muda pada masa lalunya. Kalau beliau terus menerus ingat dengan hal-hal yang menyakitkan, beliau tidak akan bisa berdamai dengan masa lalunya.” alasan yang sangat masuk akal. Margaret mengangguk-angguk tanda bisa mengerti. “Apa hari ini tuan muda membuat masalah?” Margaret menatap wajah putranya yang sedang tertidur pulas, entah dengan cara apa t