Share

Chapter 10

Dua Minggu sudah kejadian itu berlalu, tetapi Salsa dan Dewa masih saja saling diam. Keduanya terlihat enggan dan canggung saat bertatap muka, bahkan Salsa sering menghindar jika berhadapan dengan sang suami. Hari ini Salsa sengaja datang ke kantor lebih awal, bahkan wanita itu memilih untuk naik taksi dibandingkan berangkat bersama dengan suaminya.

Setibanya di kantor, Salsa bergegas untuk masuk ke ruangan. Ia ingat jika ada banyak berkas yang harus ia periksa sebelum diserahkan pada Dewa. Salsa berjalan menuju lantai empat puluh di mana ruangan Dewa berada. Namun langkahnya terhenti saat ada suara yang memanggilnya. Dengan terpaksa Salsa menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara tersebut.

"Bu Sinta. Mati aku," batin Salsa saat melihat jika ibu mertuanya itu yang sudah memanggilnya.

"Ikut aku." Sinta menarik tangan Salsa dan membawanya ke toilet.

"Jadi benar, kamu bekerja di sini?!" tanya Sinta dengan menahan amarahnya.

"I-iya, maaf kalau .... "

"Sebenarnya aku bisa mengusirmu sekarang juga. Tapi jika itu terjadi, Dewa pasti tidak akan tinggal diam. Tapi perlu kamu ketahui, jangan pernah sekali-kali kamu mencoba untuk merayu putraku, karena aku sudah menjodohkan Dewa dengan wanita yang pantas dan sederajat denganku. Bukan wanita rendahan sepertimu, mengerti." Sinta mendorong tubuh Salsa hingga jatuh tersungkur.

Hati Salsa terasa sakit saat mendengar jika Dewa sudah dijodohkan dengan wanita lain. Ia benar-benar tidak tahu tentang masalah perjodohan itu. Kenapa Dewa tidak pernah bilang jika ia sudah dijodohkan, lalu bagaimana nasib pernikahan yang mereka jalani itu. Mungkinkah Dewa akan poligami, menikah lagi dan menjadikan wanita pilihan ibunya sebagai istri keduanya.

"Ingat, kalau kamu berani macam-macam. Aku tidak segan-segan untuk membuat hidup kamu lebih menderita, mengerti!" seru Sinta. Bahkan wanita setengah abad itu menunjuk kening Salsa dengan kasar. Setelah mengatakan itu Sinta berlalu dari hadapan Salsa.

"Ya Tuhan, kebenaran apa lagi ini. Apa benar jika ... apa itu alasannya kenapa, om Dewa menyembunyikan pernikahan ini. Agar keluarga serta calon istrinya tidak tahu. Jika itu benar ... bagaimana perasaan wanita itu kalau .... " Salsa menggantung ucapannya sendiri, rasanya ia tidak sanggup jika dugaannya itu benar.

Setelah itu Salsa bangkit, ia menyeka air matanya. Bahkan Salsa membasuh mukanya agar tidak terlihat jika dirinya habis menangis. Selepas itu, Salsa keluar dari toilet dan bergegas masuk ke dalam ruangan. Setibanya di ruangan, terlihat jika Dewa sudah duduk standby dengan tumpukan berkas yang tengah dikerjakan.

Salsa berjalan menuju mejanya, ia sama sekali tidak peduli dengan sang suami. Bahkan Salsa masih teringat kata-kata Sinta, jika semua itu benar. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya nanti, mungkinkah pernikahan itu akan kandas. Salsa menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. Setelahnya ia duduk dan siap untuk bekerja.

"Salsa kenapa diam saja, apa dia masih marah. Gara-gara ... ah, wanita memang seperti itu, terlalu terbawa perasaan," batin Dewa. Sesekali ia melirik istrinya itu yang tengah fokus bekerja.

Dewa memang sudah memaafkan kesalahan Salsa atas dokumen itu. Namun, sampai sekarang keduanya masih sering diam, bahkan Salsa selalu menghindari sang suami. Entah apa yang membuat wanita berambut panjang itu bersikap demikian, hal ini membuat Dewa merasa gelisah. Ingin rasanya Dewa menanyakan hal itu, tetapi ia terlalu gengsi.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, jam makan siang sudah tiba. Namun, Salsa masih saja sibuk dengan pekerjaannya, sementara itu Dewa sudah meregangkan otot-ototnya. Pria berkemeja navy itu mengendurkan dasinya seraya menyenderkan kepalanya di punggung kursi. Matanya menatap sang istri yang masih bergelut dengan pekerjaan. Salsa tidak peduli dengan jam makan siang, ia ingin secepatnya menyelesaikan pekerjaannya itu.

"Salsa kamu tidak makan?" tanya Dewa. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri meja sang istri.

"Aku tidak lapar," jawab Salsa tanpa menoleh. Matanya fokus pada layar leptopnya.

Kini Dewa sudah berdiri di sebelah sang istri, pria berlesung pipi itu terus memperhatikan wanitanya itu. Dewa tersenyum saat mengingat kejadian di mana mereka pertama kali bertemu. Bahkan kejadian yang membuatnya harus menikah, ia tidak menyangka gadis kecil di hadapannya itu telah mampu membuat Dewa jatuh cinta. Gadis yang usianya baru sembilan belas tahun.

"Makan dulu, pekerjaan bisa kamu selesaikan nanti,. Kalau kamu sakit aku juga yang repot," ujar Dewa mengingatkan.

"Aku belum .... " Salsa menghentikan ucapannya, saat mencium parfum milik suaminya itu. Aromanya membuat perut Salsa seperti diaduk-aduk.

"Salsa kamu kenapa?" tanya Dewa saat melihat mimik wajah istrinya berubah.

"Parfum, Om bau banget." Salsa menutup hidungnya, bahkan kini perutnya terasa mual.

Dewa mencium aroma tubuhnya, parfum yang ia gunakan sama, baunya juga wangi tapi kenapa Salsa bilang bau. Dewa benar-benar kembali dibuat pusing dengan sikap istrinya itu. Biasanya Salsa sangat suka dengan bau parfumnya, bahkan wanita berambut panjang itu selalu menghirup aroma tubuh suaminya setelah kemeja yang melekat terlepas.

"Kamu jangan .... " ucapan Dewa terhenti saat melihat Salsa berlari masuk ke dalam kamar mandi. Terdengar jika sang istri tengah muntah-muntah, segitu baunya sampai menyebabkan muntah.

Dewa berlari menghampiri sang istri, saat mendengarnya muntah-muntah. Rasa khawatir tidak bisa ia pungkiri, Dewa mendekati Salsa yang tengah berdiri di depan wastafel sembari memegangi perutnya. Tiba-tiba saja, perut Salsa kembali merasa seperti diaduk-aduk saat mencium aroma parfum milik Dewa. Wanita berseragam kantor itu kembali memuntahkan isi perutnya, tetapi hanya cairan bening yang keluar.

"Salsa kamu sakit?" tanya Dewa panik.

Salsa menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku hanya masuk angin."

"Salsa kita .... "

"Jangan mendekat, aku tidak tahan baunya." Salsa memotong ucapan Dewa, sejurus kemudian ia berlari keluar dari kamar mandi.

Dewa dibuat diam dengan ucapan sang istri, setelah itu ia mengikuti Salsa yang terlebih dulu keluar. Namun setibanya di luar, Dewa tidak menangkap sosok sang istri. Entah perginya kemana, merasa khawatir pria berkemeja navy itu bergegas keluar dari ruangan. Dewa takut jika sampai terjadi apa-apa pada istri kecilnya itu.

***

Sementara itu, di pinggiran jalan yang berada di dekat pertigaan, seorang wanita tengah berdiri mengantri demi mendapatkan makanan yang dipesan. Wanita itu tak lain adalah Salsa, ia tengah mengantri demi mendapat satu porsi seblak. Antrian yang cukup panjang, tetapi tidak membuatnya merasa capek, yang penting Salsa bisa mendapatkan satu porsi seblak yang pedas.

Tiba-tiba saja handphonenya berdering, dengan segera Salsa mengambil benda pipinya itu. Terlihat nama Dewa di layar handphonenya, dengan sedikit terpaksa ia menggeser tombol berwarna hijau untuk mengangkat telepon dari suaminya itu. Salsa yakin jika sang suami tengah khawatir karena saat pergi ia tidak berpamitan.

[ Halo, ada apa, Om ]

[ Kamu ada di mana sekarang ]

[ Di dekat pertigaan lagi antri beli seblak ]

Tiba-tiba saja sambungan telepon terputus, Salsa berdecak sebal. Dewa sendiri yang menelponnya, tetapi dia juga yang secara tiba-tiba mematikannya. Setelah itu Salsa kembali menyimpan handphonenya itu, ia kembali fokus untuk mengantri. Jujur Salsa sudah sangat lelah untuk berdiri, tetapi demi seblak kesukaan ia rela.

Tiba-tiba saja terdengar suara yang tidak asing lagi bagi Salsa. Iya, siapa lagi kalau bukan suara Dewa, wanita dengan seragam kantor itu menoleh ke arah sumber suara tersebut. Terlihat jika sang suami tengah berjalan menghampirinya dengan raut wajah yang menurut Salsa sangat menyebalkan. Dewa kini sudah berdiri di belakang sang istri, ia merasa heran sendiri. Mau-maunya antri sampai sepuluh meter hanya demi seblak.

"Kita makan di tempat lain saja ya. Nggak capek apa ngantri segini panjangnya," ujar Dewa seraya menatap wajah cantik sang istri.

"Om aja sana. Aku mau makan di sini saja," tolaknya. Salsa tidak peduli dengan sang suami yang masih berdiri di sebelahnya.

"Tapi .... "

"Pokoknya aku mau makan di sini titik." Salsa tetap kekeh untuk makan di tempat tersebut.

Dewa menghela napas, bahkan ia mengusap dadanya. Akhir-akhir ini memang sikap Salsa berubah tidak seperti biasanya. Akhirnya, Dewa memilih untuk mengalah, ia menemani sang istri untuk mengantri dan menemaninya makan. Dewa terus memperhatikan Salsa yang begitu lahap menyantap satu porsi seblak yang mungkin pedasnya terlalu.

Selepas makan, kini keduanya dan kembali ke kantor, selama mereka berjalan Salsa selalu menjaga jarak. Karena perutnya akan terasa mual saat mencium parfum Dewa. Alhasil, setelah tiba di ruangan, Dewa terpaksa mengganti kemejanya. Pria berlesung pipi itu selalu menyediakan baju ganti yang ia simpan di ruangan khusus.

***

Waktu berjalan begitu cepat, pukul lima sore Salsa sudah selesai dengan tugasnya. Namun tidak dengan Dewa, pria itu masih setia duduk di kursi kebesarannya. Dewa masih ada pekerjaan yang harus ia selesaikan, agar setelah pulang bisa langsung beristirahat. Sementara itu Salsa memilih untuk menunggu suaminya menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.

"Om aku keluar dulu ya. Bosen di sini terus," ujar Salsa seraya berjalan mendekat ke arah sang suami.

"Ya udah, tapi setengah jam lagi kembali. Kalau tidak nanti aku tinggal di sini," sahut Dewa seraya menghentikan aktivitasnya.

"Iya." Salsa beranjak keluar dari ruangan.

Setelah Salsa keluar, Dewa kembali melanjutkan pekerjaannya. Namun tiba-tiba pintu ruangan kembali terbuka. Seorang wanita dengan pakaian yang kurang bahan masuk ke dalam. Wanita itu tak lain adalah Viola, entah ada urusan apa ia tiba-tiba datang. Viola berjalan mendekati Dewa yang masih berkutat dengan pekerjaannya.

"Ada urusan apa kamu datang ke sini?" tanya Dewa yang tetap fokus pada layar leptopnya.

"Aku mau ngajakin kamu makan malam, kamu bisa kan," jawab Viola. Kini Viola sudah berdiri di samping meja Dewa.

"Aku sibuk, lebih baik sekarang kamu pergi," sahut Dewa tanpa menoleh ke arah Viola.

Viola mulai merasa kesal dengan sikap Dewa yang acuh itu. "Dewa, ayolah. Aku sudah memesan tempat yang paling .... "

"Viola lebih baik sekarang kamu keluar dari ruanganku, sebelum aku menyuruh orang untuk menyeretmu keluar!" seru Dewa. Ia benar-benar kesal dengan sikap Viola yang selalu memaksa.

Viola mulai tersulut emosi, tanpa diduga wanita berhidung mancung itu mendorong kursi yang Dewa duduki hingga membentur dinding. Dewa terkejut dengan apa yang Viola lakukan, dan yang lebih mengejutkan lagi adalah, saat wanita itu mendekat dan tanpa rasa malu tiba-tiba menyambar benda kenyal miliknya. Dewa membulatkan mata saat Viola terus memaksanya untuk bercumbu.

Dewa berusaha untuk lepas dari Viola, tetapi wanita itu terus memaksa. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka, Dewa terkejut saat melihat siapa yang masuk, yang tak lain adalah Salsa. Salsa terkejut saat melihat suaminya tengah berciuman dengan wanita lain, seketika air matanya jatuh membasahi kedua pipinya. Dadanya terasa sakit, dan detik itu juga Salsa berlari keluar dari ruangan tersebut.

Melihat Salsa berlari, dengan kuat Dewa mendorong tubuh Viola agar melepas ciumannya. "Salsa tunggu."

Dewa berlari keluar untuk mengejar sang istri, sementara Viola nampak kesal dengan apa yang sudah Dewa lakukan. Wanita berhidung mancung itu mengelap bibirnya, lalu berjalan keluar dari ruangan. Ia melihat jika Dewa masih mengejar Salsa. Ia nampak tidak suka karena pria yang dicintainya lebih mementingkan wanita lain ketimbang dirinya.

"Dewa, sebentar lagi kamu akan menjadi milikku seutuhnya," batin Viola seraya tersenyum licik.

"Salsa tunggu!" teriak Dewa. Ia terus mengejar sang istri, tetapi Salsa sama sekali tidak peduli dengan teriakkan Dewa.

Salsa terus berlari dengan air mata yang terus mengalir, sakit dan kecewa. Ia tidak menyangka jika suaminya tega melakukan itu, selama ini Salsa percaya jika Dewa adalah tipe suami yang setia. Namun kenyataannya tidak seperti yang ia bayangkan, Salsa terus berlari tanpa ia sadari jika ia sudah berada di dekat tangga.

Tiba-tiba bruk, tubuh Salsa jatuh dan menggelinding sampai ke ujung anak tangga. Seketika cairan merah mengalir dari pelipisnya. Linda yang melihatnya berlari menghampirinya, ia juga berteriak untuk meminta tolong. Namun suasana kantor yang sudah sepi membuatnya harus menunggu sampai ada orang yang datang.

Dewa yang mendengar teriakkan itu bergegas menuju ke arah sumber suara tersebut. Ia berlari untuk menuruni anak tangga, setibanya di bawah. Ia terkejut saat melihat tubuh Salsa sudah terkapar di lantai dengan darah yang terus keluar dari pelipisnya. Dewa berlari dan langsung mengangkat kepala sang istri, lalu ia meletakkannya di pangkuan.

"Salsa bangun," ucap Dewa seraya menepuk pelan pipi istrinya itu.

"Linda cepat siapkan mobil," titah Dewa dengan panik.

"Baik, Tuan." Linda beranjak dari tempat tersebut. Ia berlari keluar kantor untuk segera menyiapkan mobil.

Sementara itu Dewa terus berusaha untuk menyadarkan sang istri, tetapi usahanya gagal. Dewa semakin panik saat darah yang keluar semakin banyak, dan yang lebih membuatnya panik saat ia melihat darah mengalir dari daerah kewanitaan Salsa. Melihat itu, Dewa langsung mengangkat tubuh Salsa dan berlari keluar dari kantor. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status