Tidak terasa sebulan telah berlalu, selama sebulan ini Salsa bekerja di restoran milik Sinta, ibunda Dewa sekaligus ibu mertuanya. Selama ini Dewa tidak tahu jika istrinya bekerja di restoran milik ibunya, tetapi pria beralis tebal itu mulai merasa curiga. Pasalnya ia sering mendapati Salsa pulang larut malam. Jika ditanya, istrinya selalu beralasan pergi ke rumah temannya.
Seperti malam ini, pukul sembilan Dewa sudah tiba di apartemen, tetapi sang istri belum. Saat ini Salsa masih ada dalam perjalanan pulang, jalanan macet yang membuat Salsa kerap kali pulang terlambat. Sementara itu, Dewa terlihat gelisah, karena istrinya belum juga sampai. Beberapa kali ia menelponnya, tetapi nomor tidak aktif.
"Salsa, kamu di mana sih. Udah malam belum juga pulang," gumam Dewa dengan kepanikan yang sudah menguasai dirinya.
Selang beberapa menit, pintu apartemennya terbuka, seketika Dewa mengalihkan pandangannya. Terlihat seorang wanita dengan balutan kaos berwarna putih dan celana jeans panjang tengah berjalan masuk. Wanita itu tak lain adalah Salsa, melihat istrinya sudah pulang. Dewa bergegas menghampirinya, jujur ia lega tetapi ia juga kesal karena Salsa kerap kali pulang larut malam.
"Dari mana saja, jam segini baru pulang?" tanya Dewa, matanya menatap tajam ke arah sang istri.
Salsa nampak gugup. "Itu, Om. Anu ... tadi habis anu, Om."
"Itu, anu, itu, anu. Ngomong saja nggak jelas, sini." Dewa menarik tangan Salsa dan membawanya ke kamar. Sementara pikiran Salsa mulai curiga, perasaannya juga mulai panik.
"Mau ngapain, Om?" tanya Salsa penasaran.
"Aku punya hadiah untukmu." Dewa melepas tangan istrinya berjalan mengambil paper bag yang terletak di atas sofa.
Salsa mengernyitkan keningnya. "Hadiah? Hadiah apa, Om."
"Kamu buka sendiri, nanti juga akan tahu." Dewa menyerahkan paper bag tersebut.
Dengan penuh penasaran, Salsa menerimanya dan mulai membukanya. Setelah terbuka, betapa terkejutnya Salsa saat tahu isi paper bag itu. Sebuah lingerie transparan berwarna hitam, modelnya memang bagus, apa lagi harganya. Soalnya Dewa tidak pernah membelikan Salsa baju dengan harga murahan, tetapi melihatnya saja wanita itu sudah bergidik ngeri.
"Om, ngapain .... "
"Buat dipakai malam ini, ini sangat cocok untuk tubuh kamu yang mungil." Dewa memotong ucapan Salsa.
"Tapi, Om .... "
"Sekarang cepat mandi, aku tunggu." Dewa menepuk pant*t Salsa dengan gemas. Sementara itu dengan terpaksa Salsa masuk ke dalam kamar mandi.
Dua puluh menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka, terlihat Salsa keluar dengan balutan lingerie seksi yang Dewa belikan. Dewa yang melihatnya sempat ternganga, bahkan pria berlesung pipi itu menelan salivanya sendiri saat melihat tubuh sang istri. Sementara Salsa masih berdiri di depan pintu kamar mandi, ia merasa canggung untuk mendekati suaminya.
Dewa bangkit lalu melangkah mendekati sang istri, sementara Salsa semakin merasa panik saat suaminya sudah berada di dekatnya. Dewa memeluk tubuh mungil istrinya dari belakang, tangan besarnya melingkar di perut Salsa, tak lupa menyandarkan dagunya di bahu sang istri. Jantung Salsa berpacu lebih cepat, meski ini bukan untuk yang pertama kali baginya.
"Cantik, wangi. Bajunya sangat cocok," ujar Dewa, lalu mencium bahu Salsa.
"Om, menurutku ini terlalu .... " ucapan Salsa terpotong saat tubuhnya tiba-tiba melayang. Dewa mengangkat tubuh Salsa lalu dibaringkannya di atas ranjang yang empuk dan luas itu.
Dewa duduk di sebelah Salsa, pria berlesung pipi itu mulai merasakan gerah saat melihat istrinya berpakaian seperti itu. Sementara Salsa memilih untuk mengalihkan pandangannya, ia tidak ingin melihat wajah mesum suaminya itu. Perlahan Dewa melepas kancing bajunya satu persatu.
"Om mau ngapain?" tanya Salsa saat melihat suaminya sudah bertelanjang dada.
"Mau olahraga, malam ini kita akan .... "
"Aku lagi datang bulan, Om." Salsa memotong ucapan suaminya. Seketika raut wajah Dewa berubah.
"Salsa, kamu jangan bercanda deh. Nggak lucu tahu," ujar Dewa dengan sedikit kesal.
"Serius, Om. Ini buktinya." Salsa melempar pembalut yang berada di atas nakas.
"Apa-apaan ini." Dewa melempar pembalut itu pada Salsa. Lalu membaringkan tubuhnya secara kasar di samping istrinya.
Salsa melirik ke arah suaminya, jujur ia merasa kasihan, tapi mau bagaimana lagi. Salsa mengangkat kepalanya dan hendak tidur di atas dada bidang suaminya. Namun Dewa memiringkan tubuhnya, hal ini membuat Salsa merasa kesal. Namun ia tidak hilang akal, wanita dengan balutan lingerie seksi itu memeluk tubuh kekar Dewa dari belakang.
***
Hari telah berganti, seperti biasanya Dewa melakukan rutinitas untuk pergi ke kantor. Sementara Salsa berada di apartemen, tetapi setelah suaminya pergi ia juga akan pergi untuk kembali bekerja. Sejujurnya apa yang Salsa lakukan itu salah, menyembunyikan masalah dari sang suami. Salsa ingin berkata jujur, tapi ia terlalu takut jika nanti Dewa tahu kalau almarhumah ibunya mempunyai masalah dengan Sinta, ibunda Dewa.
Salsa akan mencari tahu terlebih dahulu, ia sudah mencoba menghubungi ayahnya. Namun usahanya nihil, semua jawabannya berada pada Bram, ayah Salsa.
Saat ini Salsa tengah sibuk, lantaran pengunjung resto hari ini cukup banyak dari biasanya. Jujur, Salsa merasa begitu capek, karena jam kerjanya jauh lebih lama dibandingkan dengan teman yang lain."Salsa, tolong kamu anterin pesanan ini ke meja nomor empat puluh ya. Aku kebelet nih, aku mau ke toilet dulu," ujar Evi, salah satu teman kerjanya.
"Ya udah sini." Salsa mengambil alih nampan yang Evi pegang. Setelah itu ia bergegas untuk mengantarkan pesanan tersebut.
Salsa berjalan mencari meja nomor empat puluh, setelah ketemu ia beranjak menuju meja tersebut. Sementara itu, di meja nomor tiga puluh lima terdapat tiga orang pria dengan balutan jas. Mereka adalah Dewa dan dua temannya, mereka akan menyantap makan siang di restoran milik keluarga Dewa yang kini dikelola oleh Sinta, ibunda Dewa.
"Dewa, katanya di sini ada pelayanan baru, cantik lagi," ucap Reno teman Dewa.
Dewa mengernyitkan keningnya. "Pelayan baru? Masa sih. Kok aku baru tahu."
Reno tersenyum. "Gimana kamu mau tahu, kamu aja sibuk di kantor. Lagi pula restoran ini kan mamamu yang mengelola."
"Tuh dia, cantik kan." Dimas menunjuk ke arah pelayan yang Reno maksud.
Dewa mengikuti arah telunjuk Dimas, seketika ia terkejut saat melihat siapa yang menjadi pelayan di restoran milik keluarganya itu. Tanpa memperhatikan kedua temannya, Dewa bangkit dan berjalan menghampiri pelayan tersebut yang tak lain adalah Salsa, istrinya. Jika mereka tahu kalau Salsa adalah istri dari seorang CEO, mau ditaruh di mana muka Dewa. Masih untung orang lain belum ada yang tahu jika mereka sudah menikah.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Dewa. Seketika Salsa menoleh ke arah sumber suara yang tidak asing baginya.
"Om .... " gumam Salsa. Ia terkejut saat melihat suaminya sudah berada di belakangnya.
Dewa langsung melepas jasnya lalu ia gunakan untuk menutupi bagian dada Salsa yang terlalu terbuka itu. Memang seragam pelayan di restoran tersebut berupa kemeja lengan pendek berwarna putih, dipadukan rok hitam di atas lutut. Seragam yang Salsa kenakan begitu sangat ketat, Dewa tidak bisa membayangkan bagaimana para kaum adam memandangi tubuh istrinya itu.
"Ayo pulang." Dewa langsung menarik tubuh mungil istrinya dan membawanya keluar dari restoran tersebut.
"Tapi .... "
"Jangan membantah, kamu lupa siapa aku," potong Dewa dengan cepat. Seketika Salsa bungkam, ia merasa takut akan kemarahan sang suami.
Semua orang dibuat bingung dengan apa yang terjadi, terlebih saat melihat Salsa dibawa pergi dengan paksa. Namun Dewa sama sekali tidak peduli dengan pandangan para pengunjung restoran itu. Reno dan Dimas juga merasa bingung dengan apa yang temannya itu lakukan. Mereka tidak tahu jika Salsa itu adalah istri Dewa, mereka tahunya jika Dewa dijodohkan dengan Viola.
Kini keduanya sudah ada dalam perjalanan pulang, Dewa melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Pria berkemeja navy itu memilih fokus untuk menyetir, dadanya sudah tidak tahan lagi. Namun Dewa tidak ingin bertengkar ketika masih dalam perjalanan. Ia harus menahannya sampai tiba di apartemen, sementara Salsa hanya diam dan tidak berani menatap wajah suaminya yang tengah menahan amarah itu.
Tidak butuh waktu lama, kini keduanya sudah tiba di apartemen. Dewa melepas jas yang menutupi tubuh istrinya lalu melemparkannya dengan kasar. Jujur, Salsa terkejut dengan sikap suaminya yang kasar itu, selama ini ia tidak pernah melihat Dewa marah. Salsa pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti, ini memang kesalahannya, karena tidak jujur dengan sang suami.
"Salsa, katakan apa yang kamu lakukan di restoran itu. Untuk apa kamu menjadi pelayan di restoran itu!" bentak Dewa, mata elangnya menatap tajam ke arah sang istri.
"Aku, aku hanya ... aku bosan di .... "
"Apa uang yang aku berikan kurang, sehingga kamu bekerja menjadi pelayan, iya! Apa semua kebutuhanmu tidak pernah terpenuhi. Apa fasilitas yang ada juga kurang iya!" teriak Dewa dengan penuh amarah.
"Jika perlu aku akan membangun rumah termewah dan termegah untukmu dengan sepuluh lantai. Akan kubangun fasilitas khusus untukmu, agar kamu tidak merasa kekurangan lagi." Dewa membanting vas bunga yang ada di atas meja. Seketika Salsa terlonjak kaget, bahkan tubuhnya terasa bergetar, air mata yang sedari tadi ia tahan kini telah lolos.
Dada Dewa naik turun menahan amarah, ia merasa tidak dihargai sebagai seorang suami. Uang yang ia kasih untuk Salsa tidak pernah kurang, bahkan nominalnya tidak sedikit. Kebutuhan selalu terpenuhi, tanpa kurang suatu apapun, fasilitas juga tersedia. Apa yang Dewa miliki itu juga milik sang istri. Namun kenapa Salsa bekerja menjadi pelayan, jika orang lain tahu status mereka Dewa yang akan merasa malu.
"Buka pakaianmu," titah Dewa, seketika Salsa mendongak mendengar perintah suaminya.
"Lagi marah, tapi kok mesumnya tidak hilang," batin Salsa.
Melihat Salsa hanya diam, dengan paksa Dewa membuka kemeja yang melekat di tubuh istrinya itu. Seketika kancingnya terlepas semua, setelah itu Dewa melepasnya dan membuang kemeja itu ke tempat sampah. Kemudian Dewa beralih pada rok hitam yang masih melekat, ia juga melepas paksa rok tersebut. Hal ini benar-benar membuat Salsa merasa bingung dan juga takut.
"Om mau ngapain? Lagi marah tapi tetep mesum," ucap Salsa, seketika Dewa menatap tajam sang istri.
"Otakmu itu yang mesum." Dewa menjitak kening Salsa dengan cukup keras. Sehingga wanita itu meringis kesakitan.
Dewa berjalan menuju almari untuk mengambil pakaian, setelah itu ia langsung memakaikannya di tubuh mungil sang istri. Salsa memilih menurut, Dewa layaknya seorang ayah yang tengah memakaikan pakaian untuk anaknya. Jujur, Salsa merasa terharu dengan apa yang sang suami lakukan, ia merasa beruntung memiliki suami seperti Dewa.
"Aku tidak suka pria lain melihat tubuhmu, karena kamu hanya milikku, hanya aku yang boleh melihat keindahan tubuhmu ini, mengerti." Dewa memegang kedua bahu Salsa. Kini kaos berwarna putih dan celana santai sudah melekat di tubuh istrinya.
Salsa menatap netra hitam milik suaminya, air matanya lagi-lagi tidak bisa ia bendung. "Maaf aku .... "
"Kamu hanya milikku," potong Dewa dengan cepat, lalu menarik tubuh mungil istrinya dan memeluknya dengan erat. Mendapat perlakuan seperti itu, tangis Salsa pecah. Rasa bersalahnya pun semakin menguasai dirinya.
"Maaf, Om. Aku sudah buat .... "
"Kamu memang pantas dihukum." Dewa melepas pelukannya dan menatap tajam mata sang istri. Hal ini membuat nyali Salsa menciut.
"Om beneran mau .... " ucapan Salsa terhenti saat Dewa menyambar benda kenyal miliknya itu.
Salsa berusaha untuk menolak, tetapi Dewa semakin menuntut dan memaksa, alhasil Salsa menurut, dan ... kalian bayangkan sendiri apa yang akan terjadi selanjutnya.
Waktu menunjukkan pukul tiga sore, perlahan Salsa membuka kelopak matanya. Seketika terpejam kembali saat cahaya matahari masuk ke dalam kamar melalui jendela kaca. Perlahan Salsa mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Setelah cukup lama, Salsa memutuskan untuk bangkit, rasanya tulang belulangnya remuk semua. Dewa benar-benar sudah membuat tubuh Salsa seperti habis dipukuli.Salsa menoleh ke samping kiri, terlihat jika suami mesumnya itu masih berenang di alam mimpi. Ingin rasanya ia membangunkannya, tetapi tidak tega, lagi pula ini sudah sore tidak mungkin Dewa pergi ke kantor lagi. Selepas itu, Salsa memutuskan untuk beranjak dari dari tempat tidur, ia ingin berendam di air agar tubuhnya kembali fresh.Selang dua puluh menit, Salsa keluar dengan memakai handuk kimono. Wanita berambut panjang itu berjalan menuju almari untuk mengambil pakaian. Selepas itu, Salsa segera memakai pakaiannya sebelum sang suami terbangun. Setelah berpamitan, Sal
Salsa menyeka air matanya saat melihat suaminya, ia tidak ingin jika Dewa tahu tentang apa yang terjadi tadi di toilet. Salsa bisa saja mengadukan itu semua, tapi ia bukan tipe orang yang suka mengadu. Sementara itu, Dewa langsung menghampiri sang istri dengan perasaan panik. Ia tidak suka melihat wanitanya menangis."Salsa, ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Dewa dengan panik, untung saja tidak ada orang lain selain mereka berdua."Eng-enggak, aku nggak nangis. Tadi habis cuci muka, makanya basah," dustanya. Salsa tidak ingin memperpanjang masalah tersebut.Dewa mengernyitkan keningnya. "Beneran kamu ... tapi matamu merah.""Oh, ini ... katanya, Om ada meeting." Salsa sengaja mengalihkan pembicaraan.Dewa menepuk jidatnya sendiri. "Oh, iya aku sampai lupa. Sekarang kamu ikut aku ke ruangan."Dewa melangkahkan kakinya dengan diikuti oleh Salsa. Wanita berambut panjang itu sedikit kewalahan mengikuti langkah suaminya, bahkan Salsa hampir saja te
Dua Minggu sudah kejadian itu berlalu, tetapi Salsa dan Dewa masih saja saling diam. Keduanya terlihat enggan dan canggung saat bertatap muka, bahkan Salsa sering menghindar jika berhadapan dengan sang suami. Hari ini Salsa sengaja datang ke kantor lebih awal, bahkan wanita itu memilih untuk naik taksi dibandingkan berangkat bersama dengan suaminya.Setibanya di kantor, Salsa bergegas untuk masuk ke ruangan. Ia ingat jika ada banyak berkas yang harus ia periksa sebelum diserahkan pada Dewa. Salsa berjalan menuju lantai empat puluh di mana ruangan Dewa berada. Namun langkahnya terhenti saat ada suara yang memanggilnya. Dengan terpaksa Salsa menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara tersebut."Bu Sinta. Mati aku," batin Salsa saat melihat jika ibu mertuanya itu yang sudah memanggilnya."Ikut aku." Sinta menarik tangan Salsa dan membawanya ke toilet."Jadi benar, kamu bekerja di sini?!" tanya Sinta dengan menahan amarahnya."I-iya, maaf kala
Setibanya di RS, Salsa segera ditangani oleh dokter, sementara itu Dewa menunggu di luar. Pria berlesung pipi itu terus saja mondar-mandir dengan perasaan yang entah. Dewa berharap semoga tidak terjadi apa-apa dengan sang istri, ia merasa bersalah karena dirinya, Salsa harus seperti ini. Andai saja Dewa bisa lebih tegas, pasti kejadian ini tidak akan terjadi.Selang beberapa menit, seorang pria datang, yang tak lain adalah Reno. Sahabat sekaligus orang kepercayaan Dewa, ia sengaja menghubunginya karena hanya Reno yang tahu tentang pernikahan itu. Dewa memang sudah menceritakan tentang pernikahannya dengan Salsa, karena ia percaya Reno tidak akan membocorkan rahasia sebelum waktunya tiba."Dewa, bagaimana keadaan Salsa?" tanya Reno, ia juga terlihat panik.Dewa menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu, Ren. Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Salsa."Reno menepuk pundak Dewa. "Sabar ya, kita do'akan saja semo
Dewa masih berada di resto, ia terus memperhatikan Viola yang nampak begitu kesal dengan apa yang ia katakan. Dewa berharap dengan seperti itu, Viola berhenti untuk mengejar-ngejar dirinya dan mau membatalkan perjodohan itu. Dewa sangat paham bagaimana sikap wanita berhidung mancung itu. Dia adalah tipe wanita yang tidak mudah menyerah.Tiba-tiba saja handphone Dewa berdering, dengan segera ia mengeceknya. Setelah dicek tertera nama Salsa di layar ponselnya. Takut ada yang penting Dewa pun segera mengangkatnya.[ Sayang ada apa ][ Dasar pembohong, katanya mau pergi ke kantor. Tapi nggak tahunya lagi berduaan dengan wanita lain ]Tut, tut, tut, belum sempat Dewa menjawab tiba-tiba sambungan telepon terputus. Ia bingung kenapa tiba-tiba Salsa menelepon dan bicara seperti itu, apa mungkin istrinya itu mengikutinya. Namun itu tidak mungkin, jelas-jelas saat Dewa pergi Salsa ada di apartemen. Pikiran Dewa menjadi
Pesona Cinta Sang CEOEpisode 13Setelah capek bertengkar kini keduanya sama-sama duduk. Dewa terlihat tengah sibuk dengan ponselnya sementara Surya terlihat mengatur napasnya yang terasa sesak akibat adu mulut tadi dengan cucunya sendiri. Sesekali Surya melirik Salsa yang sedari tadi duduk tanpa mengeluarkan sepatah suara. Pletak, Surya memukul meja yang ada di hadapannya, hal itu membuat Dewa terkejut."Kakek apa-apaan sih, kurang kerjaan banget," ujar Dewa sedikit kesal."Kamu yang apa-apaan, kakeknya datang bukannya di bikinin kopi, ini malah dianggurin. Dasar cucu durhaka," ungkap Surya."Gula mahal, Kek. Jadi jangan minta kopi." Dewa bangkit dari duduknya dan berjalan menuju meja tempat untuk membuat kopi."Dasar pelit, sama kakeknya sendiri saja perhitungan," batin Surya. Ia tidak habis pikir bisa-bisanya diberi cucu seperti Dewa.Saat Dewa tengah si
Pesona Cinta Sang CEOEpisode 14Hari ulang tahun Dewa telah tiba, saat ini keduanya sudah dalam perjalanan menuju rumah ibunya. Salsa nampak cantik dengan gaun panjang tanpa lengan berwarna merah. Rambutnya yang panjang tergerai indah, sementara itu Dewa semakin tampan dengan tuxedo berwarna hitam. Sesekali pria berlesung pipi itu melirik wanitanya yang duduk di sebelahnya."Sayang, kamu kenapa?" tanya Dewa, ia merasa melihat sang istri tengah gelisah."Em. Aku takut, Om. Aku takut kalau .... ""Jangan takut, percaya sama aku." Dewa menggenggam tangan Salsa, membuat wanita itu merasa lebih tenang.Salsa tersenyum, walaupun dalam hatinya masih saja merasa takut dan juga khawatir. Jujur, Dewa pun demikian, ia juga khawatir jika nanti keluarganya tidak menerima Salsa sebagai bagian dari mereka. Namun, Dewa tidak memperpedulikan hal itu, karena apapun yang terjadi. Ia tidak akan pernah men
Pukul tujuh Dewa sudah siap dengan baju kantornya. Saat ini pria berkemeja putih itu tengah berdiri di depan cermin sembari mengikat dasi. Sementara itu, Salsa juga tengah bersiap-siap, sejujurnya Dewa melarang sang istri untuk ke kantor. Namun Salsa tetap kekeh, rasanya bosan jika tidak ada aktivitas."Sudah siap?" tanya Dewa."Sudah, Om." Salsa berjalan mengambil jas Dewa, lalu memasangkannya di tubuh kekar suaminya itu."Ya sudah ayo." Dewa menarik tangan Salsa, keduanya pun bergegas keluar dari kamar.Kini keduanya sudah dalam perjalanan menuju kantor, Salsa memilih untuk melihat ke luar jendela. Sementara Dewa lebih fokus untuk menyetir, tetapi kejadian semalam masih saja menari-nari di benaknya. Rasanya ia tidak percaya jika harus kehilangan Salsa dan menikah dengan wanita yang sama sekali tidak ia cintai."Om, ingin punya anak laki-laki atau perempuan?" tanya Salsa, hal itu sontak membuat Dewa terkejut."Maksud kamu." Dewa menoleh den