Share

Chapter 8

Waktu menunjukkan pukul tiga sore, perlahan Salsa membuka kelopak matanya. Seketika terpejam kembali saat cahaya matahari masuk ke dalam kamar melalui jendela kaca. Perlahan Salsa mengerjapkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina. Setelah cukup lama, Salsa memutuskan untuk bangkit, rasanya tulang belulangnya remuk semua. Dewa benar-benar sudah membuat tubuh Salsa seperti habis dipukuli.

Salsa menoleh ke samping kiri, terlihat jika suami mesumnya itu masih berenang di alam mimpi. Ingin rasanya ia membangunkannya, tetapi tidak tega, lagi pula ini sudah sore tidak mungkin Dewa pergi ke kantor lagi. Selepas itu, Salsa memutuskan untuk beranjak dari dari tempat tidur, ia ingin berendam di air agar tubuhnya kembali fresh.

Selang dua puluh menit, Salsa keluar dengan memakai handuk kimono. Wanita berambut panjang itu berjalan menuju almari untuk mengambil pakaian. Selepas itu, Salsa segera memakai pakaiannya sebelum sang suami terbangun. Setelah berpamitan, Salsa memilih untuk ke dapur, perutnya sudah demo ingin segera diisi dengan makanan. Namun setibanya di dapur, ia tidak menemukan makanan.

"Yah, kok nggak ada makanan sih." Salsa membuka kulkas. Ia hanya menemukan daging ayam dan sayuran yang masih mentah.

"Aku masak aja, ah. Siapa tahu nanti om Dewa tidak marah lagi," gumam Salsa. Setelah itu ia pun mulai berkutat dengan alat dapur. 

Setelah dua puluh menit, kini Salsa akan menggoreng ayam tersebut yang sudah ia lumuri dengan bumbu. Namun saat memasukan ayamnya, tiba-tiba minyak yang ada di wajan muncrat keluar. Hal itu membuat Salsa terkejut, bahkan ia menjerit-jerit saat minyak panas itu mengenai tangannya. Dewa yang mendengar jeritan istrinya, seketika terbangun dari tidurnya.

"Salsa." Dewa bangkit dari tidurnya, ia terkejut saat mendapati istrinya sudah tidak ada di sampingnya lagi. Dengan panik Dewa meraih celana boxer miliknya dan bergegas memakainya.

Setelah itu Dewa berlari keluar dari kamar dan menuju sumber suara sang istri. Dewa sedikit berlari menghampiri istrinya yang tengah ketakutan, dengan cepat ia mematikan kompornya dan menuntun Salsa untuk sedikit menjauh. Dewa merasa panik, takut sesuatu yang buruk terjadi pada istrinya itu.

"Apa yang kamu lakukan, kenapa jadi seperti ini?" tanya Dewa dengan nada sedikit kasar.

"A-aku lapar, makanya aku mau masak, Om," jawab Salsa dengan tertunduk.

"Kenapa kamu nggak bilang sama aku," sahut Dewa. Ia tahu jika istrinya tidak pandai memasak.

"Aku takut kalau, Om masih marah," balas Salsa. Seketika wanita itu menggigit bibir bawahnya, takut perkataannya salah.

Dewa menghela napas. "Kalau aku masih marah, nggak mungkin tadi aku ngajakin kamu olahraga."

"Sekarang duduk," titah Dewa. Salsa hanya menurut, setelah itu pria berlesung pipi itu berjalan untuk mengambil kotak P3K.

"Mana yang sakit?" tanya Dewa, ia pun menjatuhkan bobotnya di samping istrinya.

Salsa menyodorkan tangannya yang terkena minyak tadi. "Ini, Om.

Dengan segera Dewa mengambil obat dan dioleskan pada tangan sang istri. Sementara itu, Salsa memilih tetap menundukkan kepalanya. Ia masih merasa takut dan panik, terlebih saat melihat suaminya yang hanya mengenakan celana boxer saja. Meski sering melihatnya bertelanjang dada, tetapi Salsa masih merasa risih. 

"Kenapa menunduk terus," tegur Dewa.

"Soalnya, Om nggak pakai baju," sahut Salsa.

"Masih mending sudah pakai celana. Kamu pikir aku nggak panik saat denger kamu jerit-jerit." Dewa bangkit, lalu mengembalikan kotak obat tersebut. Setelah itu ia berjalan menuju kompor untuk menyelesaikan masakan Salsa.

Salsa memilih untuk tetap duduk, dan ia justru keasyikan melihat suaminya yang tengah berkutat dengan peralatan dapur. Jujur, ia merasa bangga, melihat sosok suami seperti Dewa. Meski terkadang membuatnya kesal karena sifat mesumnya itu, tetapi Dewa adalah sosok suami yang penyayang, pengertian, dan perhatian. 

***

Di lain tempat dua orang wanita tengah duduk di sebuah resto. Mereka adalah Viola dan Sinta, keduanya memang sudah sepakat untuk bertemu. Viola ingin kejelasan tentang perjodohannya dengan Dewa, wanita berhidung mancung itu tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menikah dengan Dewa. Pria yang sangat ia cintai saat mereka masih SMA. 

"Bagaimana, Tante tentang perjodohan aku dengan Dewa?" tanya Viola sembari menyeruput secangkir kopi capuccino.

"Kamu sabar saja ya, tante dan kakeknya Dewa sedang mencari waktu yang tepat untuk .... "

"Oya, masalah wanita yang ada di apartemen Dewa. Apa, Tante sudah menyelidikinya," potong Viola, ia tiba-tiba teringat tentang wanita yang ia temui di apartemen Dewa waktu itu.

Sinta terdiam sejenak. "Sudah, tapi waktu itu, Tante tidak menemukan seorang wanita di apartemen Dewa."

"Masa sih, Tan. Padahal waktu itu aku benar-benar ketemu sama wanita sialan itu," ujar Viola dengan menahan geram. Ia masih teringat bagaimana Salsa mengerjainya.

"Sudah ya, kamu jangan pikirkan wanita itu. Yang harus kita pikirkan adalah, bagaimana caranya agar kamu dan Dewa bisa secepatnya bertunangan." Sinta sengaja mengalihkan pembicaraan, ia tidak ingin membahas tentang wanita yang ada di apartemen putranya itu.

Viola terdiam sejenak. "Tante benar, lalu rencana kedepannya nanti apa."

"Dua Minggu lagi Dewa ulang tahun, Tante berencana untuk mengumumkan jika kamu adalah calon istrinya. Dan saat itu juga, kalian akan bertunangan. Tante yakin, Dewa tidak akan berani menolaknya," ungkap Sinta. Hal itu membuat Viola tersenyum bahagia.

"Tante benar, rasanya aku tidak sabar lagi," ujar Viola dengan semangat.

"Kamu persiapkan diri saja, biar semuanya, tante yang atur," ucap Sinta.

"Dewa, sebentar lagi kamu akan menjadi milikku. Dan setelah kita menikah nanti, aku akan mengambil semua harta kekayaan yang kamu miliki dan juga keluargamu itu. Penolakan yang kamu lakukan, telah membuatku untuk melakukan ini," batin Viola. Wanita berhidung mancung itu benar-benar mempunyai rencana licik.

***

Pukul delapan malam, Salsa sudah berbaring di atas ranjang. Wanita berambut panjang itu tengah membaca majalah seraya menyenderkan punggungnya di kepala ranjang. Selang beberapa menit pintu kamar terbuka, terlihat seorang pria yang tak lain adalah Dewa. Berjalan masuk ke dalam kamar, pria itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya.

Dewa naik ke atas ranjang dan duduk di sebelah istrinya itu. Sementara Salsa masih sibuk dengan majalah yang ada di hadapannya. Dewa terus memperhatikan sang istri yang tengah fokus membaca itu, tetapi tiba-tiba ia teringat tentang kejadian siang tadi. Dewa teringat jika ia ingin tahu apa alasannya Salsa bekerja di restoran milik keluarganya itu.

"Salsa, ada yang mau aku tanyakan," ucap Dewa.

"Apa, Om," sahut Salsa seraya tetap fokus pada majalahnya.

"Untuk apa kamu bekerja?" tanya Dewa, seketika Salsa menurunkan majalah tersebut setelah mendengar pertanyaan dari suaminya itu.

"Mungkinkah aku harus jujur, tapi aku takut," batin Salsa. Ia merasa bimbang sendiri.

"Untuk mengusir rasa bosan saja, Om," dustanya. Salsa tidak berani untuk berkata jujur.

Dewa mengernyitkan keningnya. "Kalau begitu, besok kamu ikut aku ke kantor. Kamu bisa bekerja di kantorku, agar tidak merasa bosan."

"Tapi, Om .... "

"Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menggajihmu seperti karyawan yang lainnya," potong Dewa dengan cepat.

"Tapi aku .... "

"Tidak ada tapi-tapian, kamu sendiri yang bilang katanya bosan. Padahal kamu tinggal duduk santai, tanpa harus melakukan apapun, uang mengalir setiap bulan. Kurang enak apa coba." Dewa memotong ucapan Salsa.

"Apa aku terima saja ya, dengan begitu aku bisa melunasi hutang almarhumah ibu," batin Salsa.

"Bagaimana." Dewa menautkan alisnya.

"Baik, Om. Aku mau tapi .... "

"Ok, lebih baik sekarang kita tidur. Besok aku harus bangun lebih awal, karena besok aku ada meeting." Lagi-lagi Dewa memotong ucapan Salsa. Bahkan pria itu sudah merebahkan tubuhnya dan bersiap untuk memejamkan matanya.

"Ayo tidur, atau mau .... "

"Iya, Om." Salsa langsung meletakkan majalahnya di atas nakas. Setelah itu ia ikut merebahkan tubuhnya di samping sang suami.

Dewa menarik tubuh mungil istrinya dalam dekapannya. Perlahan tangan Dewa mengelus perut Salsa yang datar itu. Sepertinya Dewa sudah tidak sabar ingin cepat-cepat mempunyai seorang anak. Namun, sampai saat ini Salsa belum menunjukkan tanda-tanda jika ia hamil. Pria berlesung pipi itu harus lebih bersabar, dan perbanyak berusaha, agar benihnya yang ia tanam cepat tumbuh.

"Sayang, kapan benihnya akan tumbuh. Aku tidak sabar ingin cepat-cepat mempunyai seorang anak," ungkap Dewa, seraya mengelus lembut perut istrinya yang datar itu.

"Mungkin belum rezeki kita, Om. Om sabar saja ya," timpal Salsa.

"Kalau begitu, kita .... "

"Katanya besok ada meeting. Kalau, Om minta olahraga, besok bisa kesiangan," potong Salsa, ia sudah paham arah pembicaraan suaminya itu.

"Iya, iya. Ya sudah ayo tidur." Dewa memilih untuk mengalah, lalu ia mengecup kening istrinya itu. Dan membawanya ke dalam alam mimpi.

***

Pukul tujuh pagi, Dewa dan Salsa sudah siap untuk pergi ke kantor. Dewa sudah siap dengan setelan jas berwarna biru dongker sementara Salsa juga sudah siap dengan blouse berwarna putih dan dipadukan rok span berwarna hitam. Dewa sengaja menyiapkan rok yang panjangnya selutut, ia tidak rela jika pria lain melirik paha istrinya yang kelewat mulus itu.

Setelah keduanya siap, mereka pun segera meluncur ke kantor. Salsa merasa gugup dan juga gelisah, pasalnya ini adalah pertama kalinya pergi ke kantor. Ia juga merasa khawatir karena dirinya hanya lulusan SMA, ia takut kalau tidak bisa bekerja dengan baik. Namun, Dewa sama sekali tidak mementingkan hal itu, karena Dewa siap untuk mengajari sang istri.

Kini keduanya sudah tiba di kantor, Salsa cukup kagum dengan kantor milik suaminya itu. Namun, ia merasa ragu dan juga gugup saat Dewa mengajaknya untuk masuk ke gedung bertingkat itu. Sebelum masuk, Salsa berdo'a dalam hati, selepas itu ia melangkahkan kakinya mengikuti langkah kaki suaminya. Wanita berambut panjang itu memilih untuk menunduk, ia terlalu takut untuk menatap orang yang ada di sekitarnya.

"Jangan, nunduk terus. Nanti jatuh, yang malu siapa? Kamu sendiri kan," tegur Dewa, seketika Salsa mendongakkan kepalanya.

Sebelum Dewa masuk ke dalam ruangannya, ia akan terlebih dahulu memperkenalkan Salsa pada pegawainya. Namun sebelum itu, ia menyuruh Winda untuk mengumpulkan pegawainya. Kini Salsa dan Dewa berjalan menuju di mana pegawainya tengah berkumpul. Salsa memilih untuk diam dan mengikuti apa yang sang suami perintahkan.

Setelah sampai, semua pegawai sudah menunggu.

"Baik, tujuan saya mengumpulkan kalian semua. Karena ada hal penting yang akan saya sampaikan," ucap Dewa.

"Mulai hari ini, di perusahaan ini akan ada pegawai baru. Dan dia akan bekerja sebagai sekretaris peribadi saya, dia adalah Salsa Nathania," lanjutnya, seketika semua orang terkejut. Bahkan tak jarang dari mereka yang langsung berbisik-bisik.

"Tapi, Tuan. Bukannya sekretaris di perusahaan ini sudah ada. Yaitu, Linda, nanti .... "

"Sebelum bertanya, sebaiknya dengarkan dulu apa yang saya sampaikan. Saya bilang Salsa akan menjadi sekretaris pribadi saya, sekali lagi. Sekretaris pribadi, jadi posisi Linda tidak akan berubah. Dia akan tetap menjadi sekretaris di perusahaan ini. Apa kalian paham," terangnya, jujur Dewa merasa kesal dengan pertanyaan yang pegawainya lontarkan itu.

"Linda, apa kamu keberadaan jika Salsa menjadi sekretaris pribadiku?" tanya Dewa seraya menunjuk ke arah Linda.

"Tidak, Tuan. Saya sama sekali tidak keberatan, justru saya merasa senang dengan begitu pekerjaan saya sedikit ringan," jawab Lidia dengan tersenyum ramah.

"Kalian dengan sendiri kan apa jawaban Linda. Jadi saya harap tidak ada yang keberatan dengan keputusan ini. Jika ada yang merasa tidak setuju, bisa secepatnya buat surat pengunduran diri," ujar Dewa, seketika semua pegawainya diam.

"Baik, sekarang kalian bisa kembali bekerja. Salsa ayo." Dewa berjalan meninggalkan tempat tersebut, dengan diikuti oleh Salsa.

"Om." Salsa menarik lengan Dewa, seketika pria berjas itu menghentikan langkahnya.

"Ada apa?" tanya dengan menautkan kedua alisnya.

"Aku kebelet, toilet ada di mana," sahut Salsa.

"Kamu lurus aja, nanti belok kiri. Eh, lebih baik .... " belum sempat Dewa melanjutkan ucapannya, Salsa sudah melesat menuju ke toilet.

Salsa tiba di toilet, ia bergegas masuk ke dalam. Namun niatnya terhenti saat mendengar gosip yang tengah dibicarakan oleh dua pegawai perempuan. Merasa namanya disebut, Salsa memilih untuk mengurungkan niatnya dan mendengarkan pembicaraan dua pegawai tersebut. Salsa meremas ujung bajunya, saat mendengar semua gosip yang tengah mereka bicarakan.

"Enak banget ya, baru masuk langsung jadi sekretaris pribadi, pasti pake .... " wanita dengan seragam kantor, dan berambut sebahu itu menggantungkan ucapannya.

"Iya lah, kita aja yang udah bekerja bertahun-tahun. Tidak naik pangkat, naik gaji aja udah bersyukur," timpal seorang wanita dengan balutan kemeja berwarna putih dan rok span berwarna hitam.

Hati Salsa terasa sakit mendengar semua itu, bahkan air matanya tidak bisa ia bendung. Merasa tidak tahan lagi, ia berlari meninggalkan toilet, seketika dua perempuan itu terkejut saat melihat Salsa. Sementara itu, Dewa terkejut saat melihat istrinya berlari dari kamar mandi dengan pipi yang sudah basah oleh air mata. Dewa memang sengaja menunggu Salsa, karena wanitanya itu belum tahu di mana ruangan Dewa berada.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status