Share

Bab 2 Nikah beneran?

Setelah berhasil tertawa sambil menahan diri agar tidak sampai terjungkal, Raina keluar ruangan tanpa pamit. Irham mengacak rambutnya. Pria itu juga mengeluarkan buku sketsa milik Raina dari nakas dan membantingnya lagi ke atas meja. Dia meluapkan emosi pada diri sendiri mengingat pembicaraan yang didominasi oleh wanita itu.

 "Saya jomlo, tapi nggak sembarangan nikah juga kali, Pak!" Raina kesal saat Irham menolak untuk mengembalikan bukunya dan berpura-pura tidak tahu di mana letak buku tersebut.

"Kamu nggak akan menyesal nikah sama saya," ucap Irham dengan percaya diri.

"Pak, saya pikir ini kantor, bukan drama series. Adegan murid nikah sama dosen killer cuma ada di film!"

"Untuk itu, kita bisa buat ini menjadi kenyataan."

"Boleh! Tapi jangan sama saya, Pak!" Raina mulai sewot. "Balikin, dong, Pak, buku saya!" Wanita itu menyedekapkan tangannya.

"Kita lihat seberapa penting buku ini sehingga bisa ditukar dengan pernikahan?" Irham menahan diri agar tidak naik satu oktaf pun.

Raina mengernyitkan dahi. Dia berpikir keras. Ini konsepnya gimana, sih? Ganteng doang, tapi aneh! Eh, nggak, deh, nggak! Ganteng banget!  Perhatian Raina tercurah kepada alis tebal Irham yang melengkapi ketampanan pria itu.

Satu tarikan napas cukup menenangkan pikiran Raina yang mudah terombang-ambing. Dia bahkan memijat dahinya beberapa kali. Apalah arti tatapan Irham yang sebenarnya mengintimidasi? Dia tetap tidak bisa mengendalikan diri untuk terlihat kalem. Ini gila! Diajak nikah sama dosen yang baru 90 menit lalu dia kenal? Dunia nggak sekomik atau novel itu! Camkan!

Irham dengan jelas melihat wanita berwajah mungil itu mendadak stress. Raina tak berkata apa-apa saat keluar meninggalkan ruangan. Peduli apa tentang arti kesopanan pada orang gila yang mengajak menikah pada pertemuan pertama?

Berlari mengejar wanita bukanlah gaya Irham. Dia bergeming untuk mencerna keadaan dan sedikit kekorsletan kepalanya. Perlukah seorang Dekan mengonfirmasi keadaan? Oke! Pria itu mulai menenangkan dirinya sendiri. 

Sementara itu, Raina berjalan cepat sambil mengentakkan kaki kuat-kuat. Ini biasanya terjadi saat wanita itu menahan emosi. Pasmina instan di kepalanya sudah miring sana-sini. Dia tidak peduli. Yang penting sekarang adalah bagaimana caranya bisa mengambil buku sketsa dari Si Dosen Psycho Nusakambangan. Semakin banyak saja julukan untuk bapak jomlo satu itu.

Anes menghadang Raina tepat di depan lobi kampus. "Gimana, gimana?" tanyanya dengan antusias.

Raina memutar mata malas. "Diem! Nggak usah nanya apa-apa! Punya dendam apa Si Bapak Nusakambangan itu sama gue?!"

"Nusahakam!"

"Terserah lo!"

"Buku lo dibakar?"

Raina mendekati Anes dan berbisik, "lo boleh ketawa sepuasnya, karena otak gue aja lagi ketawain diri sendiri. Lo pasti nggak nyangka kalo gue ... diajak nikah."

Anes menatap Raina selama lima detik dan merapikan poni cantiknya. Lima, empat, tiga, dua, satu. "Hahahaha!"

Dia hampir terjengkang saking lucunya pada pernyataan Raina. "Lu waras, 'kan?" Anes menyipitkan mata ke arah Raina.

"Nah, nah! Mustahil, 'kan? Dia pasti bercanda, 'kan? Gue udah duga ini gue pasti lagi di-prank aja. Masa iya, sih, gue ngedapetin sesuatu yang gue nggak kepikiran buat berjuang sedikit pun." Gumaman Raina terdengar sampai ke telinga Irham yang sudah berdiri di belakangnya sejak satu menit lalu.

Anes yang sejak tadi berdiri di hadapan Raina melongo sampai mangap. Kalau ada lalat yang lewat, mungkin bisa masuk ke dalam mulutnya. "Rain," panggilnya pelan, memberikan kode dengan dagu agar Raina mau menoleh ke belakang.

"Seandainya dia mau nikah bohongan kayak di novel-novel, mungkin gue bisa timbangan," ucap Raina lirih. Dia menatap langit di atas gerbang kampus.

"Pertimbangkan," ucap Anes mengoreksi perkataan temannya. Hawa dingin dosennya mulai terasa sampai pembuluh darah.

"Kalau nikah beneran, nggak perlu dipertimbangkan?" Bisikan Irham tepat di telinga Raina berhasil membuat wanita itu kaget. 

Raina menoleh ke belakang dengan cepat sampai badannya hampir saja terhuyung ke belakang. Dia pasti sudah terjatuh kalau Irham Nusahakam tidak menarik lengannya untuk berdiri seimbang.

"Astagfirullah, Pak! Bikin kaget aja! Jangankan nikah beneran, halu aja, saya nggak kepikiran!" Raina berkata lirih tapi dengan penekanan intonasi. Dia juga tergesa-gesa menarik lengannya yang masih dalam rangkulan tangan Irham.

Jadi, apa Irham Nusahakam setidak menarik itu sampai halu saja Raina tidak kepikiran untuk menikah dengannya? Irham terus memandang kepergian langkah Raina dan temannya yang menghilang di balik gerbang kampus.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Asyifa R. J
Wkwkkkk... lucu, keren
goodnovel comment avatar
Nursyifa Aulia
nusakambangan . hahahhaa .. terima aja rain. mumpung bapak dosen ganteng 🤣
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status