Share

Bab 3 Rumah Penuh Kenangan

Raina tiba di rumahnya setelah mengayuh sepeda dengan segenap emosi yang ada. Dia tidak peduli di mana Anes tertinggal. Dipanggil berkali-kali pun, wanita itu tetap ingin segera kabur dari kampus.

Rumah Raina memang tidak terlalu jauh dari Universitas Indraprasta. Sepeda merah muda adalah the only one yang paling setia bagi wanita itu. Biasanya, dia bersepeda dengan senyuman sambil menikmati angin dan view jalan. Namun, kali ini tidak. Sepanjang waktu Raina hanya fokus pada ujung jalan agar segera sampai ke rumah.

Jalanan komplek tidak pernah lebih sepi dari perasaan. Angin yang mengiringi laju sepeda wanita itu selalu menambah ketenangan. Raina turun dari sepeda dan mengambil anak kunci dari dalam tas. Dia membuka gerbang berwarna emas tersebut. 

Raina berdecak menatap sebelah dinding muka rumahnya yang belum sempurna. Dia bahkan lupa merapikan perlengkapan mengecat sebelum pergi kuliah tadi pagi. Wanita itu segera memarkirkan sepeda di teras dan buru-buru membuka pintu.

Pikiran Raina saat ini adalah mungkin dengan melanjutkan kegiatan mengecat rumah akan mengembalikannya ke tahun 2020. Dia kira dirinya pasti sudah terjebak ke 1000 tahun sebelum Masehi. Menikah? Hello?! Irham Nusahakam ternyata segila itu.

Satu jam sudah berlalu dan Raina bangga pada hasil kerjanya. Dinding depan rumahnya sudah nge-pink. Cantik dan manis, pokoknya.

Seperti pada malam-malam sebelumnya, Raina menghabiskan malam di depan TV. Dia sengaja meletakkan TV LED di dinding kamar agar tidak perlu repot turun ke bawah. Pintu terali depan dan belakang sudah digembok. Begitu juga dengan jendela-jendela yang semuanya memiliki terali besi sudah dipastikan terkunci.

TV menampilkan berita tentang seorang anak yang viral karena hidup bertahun-tahun sendiri bersama adiknya. Wanita berjilbab hitam yang terlihat dalam gubuk tua itu tampak lihai mengisi air ke dalam termos. Dia menggendong adiknya dan tertawa bersama.

Raina menghela napas. Dia berdecak sambil menggelengkan kepala beberapa kali melihat TV. "Masih untung, punya Kakak!" serunya tanpa nada sedih sedikit pun.

Raina membenarkan kalimat yang baru saja terlontar dalam hati. Setidaknya punya kakak masih lebih baik daripada sendiri. Iya, 'kan?

Mulut wanita itu sibuk mengunyah camilan. Dia menonton TV sambil membuka laptop. Letak TV berada tepat di hadapan ranjangnya. Hari-hari terasa begitu santai dan Raina masih seperti biasa, belajar mengatur dirinya sendiri.

Beberapa kali Raina melirik bingkai foto di atas nakas. Bingkai tersebut tampak menelungkup. Wanita itu bangun dari duduk dan menghampiri nakas di sebelah ranjang. Dia mengangkat bingkai foto dan melihat sosok-sosok paling dirindukan dalam hidupnya. 

Mereka adalah orang-orang yang memiliki kehidupan masing-masing. Raina tertinggal di rumah penuh kenangan ini sendiri. Raina meletakkan kembali bingkai foto itu ke atas nakas. Kali ini, dia membiarkan benda tersebut untuk berdiri tegak menghadap ke arah bantalnya agar bisa dipandang sebelum tidur.

HP yang selalu dalam mode silent di atas ranjang berkelip menandakan sebuah panggilan video

"Rai, udah kunci pintu rumah?" tanya Anes begitu Raina mengangkat panggilannya.

Anes masih seperti gadis zaman dulu yang kalau malam hobi menggulung ujung rambut dengan roll. Biar rambutnya ikal gantung. Ada-ada saja, pikir Raina. 

"Udah. Dih, bawel bangetlah! Nggak bosen apa, tiap malam nanyain kunci rumah?" Raina tersenyum mengingat Anes adalah sahabat yang sudah hampir sembilan tahun lebih memperhatikannya.

Anes tampak sedang mengolesi wajahnya dengan krim. Dia emang intens menjaga kecantikan wajah. sangat berbeda dengan Raina yang hanya memakai facial wash.

"Ya, gue nggak mau kecolongan, dong!"

"Kecolongan apaan?"

"Kecolongan ... misalnya dosen tamvan masuk ke rumah lo!"

Raina tertawa keras mendengar kehaluan Anes yang mendarah daging akibat kebanyakan membaca novel roman.

"Kayaknya Lo perlu bicara baik-baik sama Pak Irham. Tadi, pas lo pergi, dia ngajak gue ngobrol sebentar."

"Ngobrol apaan? Jangan diladeni kali, Nes!"

"Mana sanggup?!" Anes memamerkan senyumnya.

Raina merebahkan badannya dan mengangkat HP agar tetap bisa melihat Anes yang sibuk memakai body serum pada tangannya sedangkan HP diletakkan di depan cermin.

"Ngobrol apaan?"

"Ngobrolin lo! Penasaran, nggak?"

"Nggak!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status