Share

Pesona Dosen Killer
Pesona Dosen Killer
Penulis: Ulfah N

Bab 1 First Impression Bertemu Dosen Killer

Kalau ada anak kuliahan yang berpikir dosen ganteng kebanyakan killer bin belagu, itu benar! Semester enam ini Raina mendapatkan mata kuliah dengan dosen paling viral sejagad kampusnya. Mata kuliah statistika dengan dosen tampan rupawan yaitu Pak Irham Nusahakam. Kadang dia berpikir, temannya, Anes, terlalu berlebihan saat menganggap Pak Irham sebagai pria paling ganteng di kampus ini. Mau dikemanakan wajah karismatik Adli, gebetannya sejak awal masuk dunia perkuliahan?

Mata kuliah Statistika yang katanya penting untuk mengolah data saat skripsi bisa saja membuatnya pingsan. Mean, median, dan modus yang terus-menerus dihitung kadang juga membuat kepalanya mendadak migrain. Raina setengah mati ingin cepat-cepat menyelesaikan mata kuliah ini. Masa bodo dengan dosen tampan. Emang gue pikirin. Batinnya.

Pagi ini, para mahasiswa sudah menantikan kedatangan dosen yang selalu asyik diperbincangkan. Bayangkan, cowok yang katanya tampan itu masih jomlo alias belum sold out. Mana tahu, 'kan, salah satu dari mereka bisa membuat Si Bapak Ganteng itu jadi sold out. Hahaha

Khusus mahasiswa laki-laki, tentu saja menjadi makin ogah-ogahan karena harus bersaing dengan dosen. Mereka susah payah cari perhatian sama gebetannya di kelas, tapi kenapa wanita-wanita itu sibuk fokus pada satu makhluk di muka kelas.

"Raina Atqiyya!" Suara yang menurut Anes setengah berat, setengah ringan, alias pas itu memanggil nama lengkap sahabatnya.

Anes menoleh ke samping dan melihat Raina sedang asyik menggambar. Dia mengerjapkan mata dan memastikan gambar siapa yang sedang diarsir oleh Raina. "Rai," panggilnya pelan agar tidak ada yang mendengar.

"Apa?" Raina ogah-ogahan. Dia sibuk mengarsir. Gambar cowok yang mungkin ... tampan memakai jas yang sering kita jumpai di komik-komik terpampang di atas lembaran buku catatannya. "Gantengan mana Pak Irham sama tokoh komik gue?" Raina ngedumel sendiri.

Anes di sebelahnya sudah tidak mengeluarkan suara apa pun. Ini mencurigakan bagi Raina. Temannya itu tidak akan berhenti mengoceh kecuali tidur. Ya, 11-12 dengan dirinya. Raina dan Anes memang duduk di kursi paling depan dekat dengan pintu kelas. 

Sudut mata Raina menangkap sepatu pantofel lelaki di dekat kaki mejanya. Dia menaikkan tatapannya sedikit ke atas. Ups, celana formal berwarna navy pada kaki yang jenjang sedang berdiri di hadapan mejanya. Wanita itu berusaha menghibur hatinya. Baru hari pertama nggak mungkin langsung diusir dari kelas, 'kan? Tapi kalau karena ketahuan sedang menggambar komik saat belajar? Apa masih bisa ditoleransi oleh dosen yang katanya galak itu? Keringat mulai keluar di balik pasmina instan yang menutupi separuh dahinya.

"Ada apa, Pak?" Raina pura-pura bodoh saja.

Seorang lelaki dengan tatapan tajam sedang melihat gambarnya. Lelaki itu bahkan menarik buku Raina. Dia mengangkat buku tersebut dan menyejajarkan gambar di buku Raina dengan wajahnya.

"Cakepan siapa?" tanya lelaki itu sambil tersenyum satu detik.

Ah, nggak banget! Geli! Raina benci cowok narsis.

"Bapaklah, Pak! Gambar dia kan nggak bisa dipeluk, kalo bapak ...," Anes tak jadi melanjutkan kata-katanya karena Pak Irham, lelaki itu sudah berjalan menuju pintu kelas.

Raina menyaksikan sendiri Pak Irham membuang bukunya ke dalam tong sampah yang ada di depan kelas. Dia mencoba mengintip dari balik jendela dan buru-buru kembali duduk agar tidak memancing emosi Si Bapak Killer itu lagi.

Saat Pak Irham menjelaskan, Raina menatapnya dengan tatapan penuh dendam. Buku yang baru saja dibuang Pak Irham adalah kumpulan sketsa kasar kesayangannya. Cukup satu aja dosen yang begini.

Ingin rasanya Raina mencibir penampilan Irham yang terlalu rapi di matanya. Mengajar dengan jas navy sebagus itu? Dia dosen atau CEO? Oke, Pak Irham, selamat datang. Mungkin perlu menyusun rencana yang agak nakal untuk memberi pelajaran pada dosen itu. Begitu pikir Raina.

Sembilan puluh menit terasa sangat lama bila dihabiskan untuk membenci. Belum lagi, Anes di sebelahnya sudah seperti wanita kena pelet yang matanya sulit mengedip saat Si Bapak Killer itu mondar-mandir di samping Raina.

Jadi, menurut pengamatan Raina, metode pembelajaran Pak Irham Nusahakam yang tampak terhormat ini adalah dengan cara menebarkan pesonanya ke seluruh penjuru kelas. Memangnya pelajaran akan cepat sampai ke otak murid-muridnya yang kurang cuci mata itu? Belum lagi, jiwa-jiwa dengki mahasiswa-mahasiswa lelaki yang duduk di barisan belakang. Sudah jelas, mereka ingin menelan Irham Nusahakam hidup-hidup, kalau bisa.

"Kamu ke kantor saya setelah ini!" seru Pak Irham tiba-tiba sebelum melangkahkan kaki keluar kelas. 

Raina yang sejak tadi cemberut karena kadung merasa kesal pun hanya bisa melongo.

"Rai, gue ikut!" seru Anes diiringi dengan senyum mengembang.

Raina memutar mata malas. "Kalau perlu, lo gantiin aja gue ke sana." Dia bergegas ke luar saat ingat bukunya masih di tong sampah.

"Kok nggak ada?" Raina mengintip tong sampah dan tidak melihat bukunya ada di sana. "Buku gue ke mana?"

"Cari apa, Raina?" Pucuk dicinta ulam pun tiba dan Adli pun datang menghampiri Raina.

Raina merapikan ujung pasminanya sebentar dan tersenyum. "Buku aku, tadi dibuang Si Bapak Nusakambangan ke sini."

Adli menyugar rambutnya dan tertawa. "Siapa Bapak Nusakambangan?"

"Pak Irham Nusahakam," jelas Anes. Wanita berambut panjang itu cekikikan dengan julukan yang baru saja keluar dari mulut Raina. "Sembarangan banget lo jadi orang! Keindahan dunia, tuh, beliau!"

"Bodo amat! Sekarang buku gue ke mana?" Raina menghela napas.

"Mungkin, dikantongin sama Si Bapak!" Perkataan Adli membuat Raina menatap lelaki jangkung itu heran. Mana mungkin Irham Nusakambangan itu menyembunyikan gambarnya yang menurut Anes nggak bisa dipeluk itu?

"Ah, iya, gue ke kantornya dulu, ya!" Raina meninggalkan Anes dan Adli begitu saja. Dia perlu menyelamatkan buku kesayangannya.

Setelah tiba di dalam kantor dosen, Raina perlu menunggu di depan ruang kaca. Sebenarnya apa jabatan Si Bapak Killer ini sampai ruangannya dipisah di dalam kaca. Raina membatin.Apa mungkin Pak Irham ini nggak bisa bergaul dengan dosen lain jadi diisolasi dalam ruangan khusus? Pikiran konyol wanita itu mulai memenuhi kepala.

"Masuk," ucap Pak Irham setelah membuka pintu.

Raina perlu menimbang untuk masuk atau nggak? Irham ini perpaduan orang sombong, narsis, dan kejam. Apa dia bisa keluar dengan utuh?

Raina duduk pada kursi di depan meja kerja Pak Irham. Pintu kaca ditutup. Ruangan kerja lelaki itu tidak bisa diintip karena kacanya dilapisi.

"Pak Nusahakam, tolong kembalikan buku sketsa saya!" Raina berusaha rileks saja.

Irham yang baru saja duduk di hadapan Raina pun mengangkat sudut bibir. "To the point sekali, Kamu!"

"Biar nggak kelamaan aja, Pak! Bapak udah nggak betah, 'kan, ngobrol bareng saya?"

Kalau drama romantis, tentu saja Pak Irham akan menjawab, "siapa bilang?"

Tapi, tidak!

Pak Irham hanya mengangguk tidak jelas. "Raina Atqiyya."

"Itu nama saya! Bapak terpesona sama nama saya? Atau namanya mirip nama mantan bapak?"

Irham hanya menatap Raina tanpa kata.

"Bapak ditinggal nikah sama pacar bapak? Beneran? Sini, pak, cerita sama saya!" Raina mendramatisir suasana karena Irham tidak marah sejak awal mulutnya mulai ngoceh.

"Kamu pasti mau menikah sama saya, 'kan? Ayo ... menikah!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Paradista
Dosen irham .........
goodnovel comment avatar
Hanazawa Easzy
Mau banget lah kalo aku diajak nikah bapak dosen ganteng gitu, ahahahhaaaa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status