Home / Romansa / Pesona Gelap Tuan Mafia / Ch—4 Cinta Tak Terbalas

Share

Ch—4 Cinta Tak Terbalas

Author: My_passion94
last update Huling Na-update: 2025-05-23 21:27:29

Selang beberapa jam, jet pribadi itu mendarat di bandara. Siena berdiri di belakang Niccolo sambil mengikuti setiap langkahnya. Namun, ia tertinggal di belakang karena kakinya yang tak cukup panjang.

“Hei, tunggu!” Siena berteriak.

Ia berlari. Mencoba mengejar Niccolo. Lalu berusaha mensejajarkan langkahnya saat berhasil berada di sebelahnya.

“Kapan kau akan mengantarku ke Monaco?” tanya Siena.

“Siapa yang mengatakan itu?” Niccolo balik bertanya lalu menyeringai.

“Apa?!”

Niccolo mengabaikan keterkejutan Siena. Ia memilih masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir di sana. Sedangkan Siena masih bertahan dengan keterkejutannya.

“Nona.”

Siena tertegun. Ia menatap sinis pada Pietro. “Apa?!” sahutnya.

“Kita akan segera berangkat. Sebaiknya kau juga masuk ke dalam mobil.”

Siena memutar bola matanya. Langkahnya diiringi desahan napas kasar. Ia menyusul masuk ke dalam mobil yang sama dengan Niccolo.

“Kau membawaku ke sini. Seharusnya kau juga bertanggungjawab untuk mengantarku pulang!”

Tiba-tiba Siena menggerutu untuk mengeluarkan kekesalan yang kini menyatu dengan rasa cemas yang dalam. Ia datang ke negara asing tanpa membawa apapun bahkan tas dan ponselnya. Ia meninggalkan itu semua saat hendak ke toilet.

Siena memalingkan wajahnya. Ia menggeser posisi duduknya menghimpit ke pintu. Matanya mulai berkaca-kaca saat kegelisahan semakin tebal menyelimuti hati.

“Apa yang harus aku lakukan? Kenapa aku harus ada di sini? Papa, Maman, Maxime, tolong aku…”

Niccolo melirik ke arah Siena saat mendengar wanita itu menggerutu menggunakan bahasa Perancis.

“Aku akan mengantarmu… setelah semuanya selesai,” celetuk Niccolo.

Siena hanya melirik. Ia mengusap airmata yang sempat membasahi pipi. Lalu menarik napas dalam-dalam untuk membasahi kegundahan hatinya dengan penuh rasa lega.

Tiba-tiba Siena mengulurkan tangan. Menarik tatapan Niccolo.

“Aku tidak tahu namamu. Setidaknya… kita harus berkenalan terlebih dahulu,” ucap Siena.

Matanya tidak berani menatap langsung ke arah pria itu. Semakin lama berada di sisinya semakin membuat hatinya merasa aneh. Ia tidak menyukai sikapnya yang terkadang arogan tetapi kebaikannya cukup meluluhkan hati.

“Niccolo,” timpalnya sambil menyambut uluran tangan Siena.

Siena mengangguk lalu melepaskan uluran tangannya. “Oke, Niccolo.”

Suasana kembali hening usai perkenalan singkat mereka. Siena berusaha memusatkan konsentrasinya saat menikmati pemandangan kota Barcelona. Sedangkan Niccolo masih bergulat dengan pikirannya.

“Kenapa kau tidak bisa bicara Italia? Sedangkan dialek dan wajahmu seperti orang Italia.”

Niccolo membuka obrolan. Ia tahu alasannya. Tapi berpura-pura menanyakan hal itu untuk mencairkan suasana yang terasa aneh.

“Aku sudah tinggal di Monaco sejak usia tujuh tahun.”

“Dan keluargamu, mereka pun begitu?”

Niccolo masih memberikan pertanyaan seolah-olah larut dalam obrolan mereka.

Siena diam cukup lama. Tersirat keraguan yang jelas dari wajahnya. Lalu menjawabnya dengan singkat. “Ya.”

“Berapa lama kita akan berada di sini?” Siena berusaha mengalihkan pembicaraan karena merasa tidak nyaman Niccolo menggali tentang informasi pribadi.

Niccolo tidak langsung menjawab. Mobil yang mereka naiki sudah terparkir di depan sebuah bangunan hotel berbintang lima.

Lagi-lagi Siena hanya mengikuti Niccolo. Ia ingin menjadi wanita yang baik dan penurut selama di sini. Karena hanya pria itu yang bisa mengantarnya pulang ke Monaco.

Kedatangan mereka disambut hangat oleh pegawai hotel. Niccolo sengaja memesan dua kamar untuknya dan Siena. Lalu tiga kamar lain untuk Pietro dan lainnya.

Kini Siena sudah berada di depan pintu kamar bersama Bell boy yang mengantar. Pintu hotel terbuka. Pandangan Siena mengamati setiap sudut di dalam kamar. Senyumnya yang lebar mengembang saat tubuhnya melayang dan terkapar di atas tempat tidur yang empuk dan lembut. Ia mengibaskan kedua tangan selayaknya anak kecil yang sedang terbaring di atas tumpukan salju.

“Anggap saja ini liburan,” gumam Siena.

Lalu berguling ke kanan dan kiri, hingga akhirnya…

Brukk!

“Ouch!” Siena meringis.

Ia mengusap-usap kepala dan pinggang akibat kecerobohannya hingga terjatuh dari tempat tidur.

Perhatian Siena teralihkan saat suara bel pintu berbunyi. Ia bangkit berdiri dan berjalan pelan menuju pintu. Lalu membuka dan memberikan celah sedikit.

“Ada apa?” tanyanya saat melihat Niccolo dan Pietro berdiri di depan pintu.

Niccolo mendorong pintu membuat genggaman Siena pada gagang pintu terlepas.

“Aku ada urusan. Kau pergi dengan Pietro untuk membeli pakaian ganti,” jelasnya, tetapi justru terdengar seperti sebuah perintah.

“Ouh, oke.”

Siena tidak menolak. Lagipula ia memang butuh pakaian ganti karena celananya sudah tidak nyaman akibat tertumpah minuman. Dan ada noda darah di kaosnya.

Tanpa menunggu lama Niccolo bergegas pergi meninggalkan Siena dan Pietro. Ia pergi bersama Bosco dan dua anak buah lainnya.

Selang tiga puluh menit, Niccolo dan Bosco sudah berada di gedung berlantai empat milik Don Francisco. Kini mereka ada di lantai tiga bersama Francisco dan tiga anak buah lainnya.

“Aku sudah memberikan hukuman yang setimpal padanya. Itu adalah kesalahan mereka. Tapi bukan berarti harus merusak hubungan kerjasama kita.”

Niccolo menyeringai. Wajah tampannya tak bisa menyembunyikan percikan emosi yang mulai membara. Suasana di dalam ruangan berubah tegang saat sorot matanya yang tajam mengabsen setiap orang yang duduk di hadapannya tanpa terkecuali.

“Lalu, hukuman apa yang pantas kau dapatkan? Kau sudah merusak perjanjian kerjasama kita.”

“Don Niccolo…” panggilnya sambil memasang raut muka putus asa.

“Aku tidak peduli dengan urusan internal di dalam keluarga mafia kalian. Kau harus mengganti kerugian yang aku alami 4 kali lipat, seperti yang tertera dalam perjanjian.”

“Itu jika aku melanggar!”

“Secara tidak langsung kau melanggarnya!”

Seketika ruangan berubah hening. Hanya terdengar deru napas yang kasar.

Niccolo melempar map biru yang berisi total kerugian atas kasus gagalnya pengiriman kokain.

“Aku mau kau menggantinya dalam waktu satu minggu. Jika tidak, kau tahu apa yang akan terjadi,” tegas Niccolo.

Tanpa menunggu jawaban Niccolo bangkit berdiri diikuti Bosco. Mereka meninggalkan ruangan dikawal oleh dua anak buahnya.

Suara gebrakan meja terdengar samar seolah sang Don Francisco sedang menyalurkan emosi yang menggerayangi kepala akibat kebodohan anak buahnya.

Niccolo dan Bosco sudah berada di luar gedung kasino milik Don Francisco. Kini mereka masuk ke dalam mobil yang berbeda. Niccolo bersandar sambil menikmati pemandangan kota yang mulai terlihat gelap.

Ia mengendurkan dasi yang terasa mencekik lalu melepas kancing kemeja paling atas. Saat ingin memejamkan mata ia merasakan ponselnya berdengung. Nama Valencia tertera jelas di layar ponsel.

Niccolo menatap nanar pada foto yang baru saja ia terima. Emosinya kembali tersulut. Kali ini membuncah memenuhi isi kepalanya. Rahangnya mengeras saat sepasang bibir itu terkatup rapat. Ia mengeratkan genggamannya seolah ingin meremukkan ponsel itu.

‘Nic, aku bahagia. Sergio melamarku.’

Kalimat itu yang tertulis di caption foto sepasang kekasih yang tampak bahagia dengan senyum yang lebar.

“Cazzo!” desis Niccolo.

***

Siena tampak sibuk memencet tombol remote. Ia tak tahu ingin menonton acara televisi yang mana. Dirinya hanya bosan sepanjang hari menunggu kepulangan Niccolo. Ia ingin bertanya untuk memastikan kapan pria itu bisa mengantarnya pulang.

Usai mengisi perutnya hingga penuh saat makan malam Siena hanya menjadi patung di kamar. Sedangkan Pietro tidak lagi menemuinya setelah mengantarnya pergi membeli pakaian sore tadi.

Suara bel pintu membuat Siena terkesiap. Senyum lebar langsung menghiasi wajah. Tanpa berlama-lama ia segera bangkit dari tempat tidur. Tangannya masih menggenggam remote dan berlari ke arah pintu.

Siena membuka pintu. Tetapi Niccolo mendorong papan pintu tiba-tiba sehingga Siena melepas genggamannya.

“Niccolo, kapan—”

Ucapan Siena menggantung di udara saat bibirnya dibungkam. Niccolo mencium bibirnya dengan penuh penekanan. Ia mendorong tubuh Siena. Menghimpitnya ke dinding. Lalu mencengkram kedua tangan Siena.

Brak!

Remote televisi itu tergeletak di atas lantai. Siena masih membelalak. Otaknya seolah membeku seiring ciuman itu.

Hingga beberapa detik kemudian ia tersadar. Siena berusaha melepaskan cengkraman Niccolo pada kedua tangannya. Ia ingin menghindar dari ciumannya tetapi pria itu tak memberikan celah sedikit pun.

Tubuhnya semakin terhimpit hingga membuatnya sulit bergerak. Ciuman itu beralih ke lehernya. Salah satu titik kelemahan Siena di sana. Perlahan ciuman itu menghipnotis otaknya. Tanpa sadar suara desahan yang lembut itu mulai terdengar mengiringi ciuman Niccolo yang semakin liar.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch—9 Luka Masa Lalu Terbuka Kembali

    Siena dan Pietro berhenti di depan pintu. Perlahan Pietro membukanya, lalu mempersilakannya untuk masuk. Seiring kaki Siena berjalan di atas marmer hitam, Pietro menutup pintu. “Astaga! Ternyata yang dia maksud ruangan lounge,” desahnya saat melihat Niccolò sedang duduk di salah satu sofa yang berwarna coklat tua sambil menikmati segelas minuman alkohol. Langkah Siena menghampiri Niccolò. Ia duduk di sofa yang berseberangan. Sebuah sofa yang berwarna hitam gelap. “Ada apa?” tanya Niccolò saat menoleh ke arah Siena. Siena menggelengkan kepala. Dirinya justru mengalihkan pandangannya ke arah botol wine yang berjejer rapi di dinding. Ia bangkit dan berjalan ke arah meja bar. Mengambil satu gelas kosong dan kembali ke tempat semula. “Tidak enak jika minum sendirian,” ujarnya sambil menuangkan botol whiskey yang sudah terbuka di atas meja. “Kenapa kau ingin kembali ke Monaco sedangkan mereka bukan orang tuamu?” tanya Niccolò sambil sesekali menenggak minumannya. Siena tersedak saat

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch—8 Alasan Dibalik Keinginan Maxime

    Valencia mematung. Jawaban Niccolo seperti cambuk yang melukai hatinya. Ia memang menjadi kekasihnya Sergio tetapi tidak ingin melihat Niccolo memiliki magnet dunianya yang baru. Mata Valencia menyorot tajam ke arah punggung Siena yang sedang duduk membelakangi sambil menikmati makanan. Seketika hatinya mengutuk keberadaan Siena di sana. Pandangan mata Valencia kembali tertuju pada Niccolo. Senyum yang kaku menempel di wajahnya. Ia mencoba menyembunyikan ketidaksukaannya. “Kau pasti bohong. Aku tahu kau sangat sibuk dengan pekerjaan dan tidak ada waktu memikirkan masalah percintaan. Lagipula, kalau dia memang kekasihmu, kenapa aku baru melihatnya?” “Tidak semua hal harus aku katakan padamu,” jawab Niccolo. “Apa?” Kedua alis Valencia terangkat. Ia kembali dikejutkan oleh ucapan Niccolo yang begitu dingin. “Baiklah, kalau memang seperti itu.” Lalu menarik napas dalam-dalam sambil tersenyum. Mencoba mengangkat batu yang menekan dadanya. “Aku ingin berkenalan dengannya.”Niccolo mena

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch—7 Kedatangan Valencia

    Siena terbangun tepat pukul delapan malam. Seolah kejadian sebelumnya masih terasa, Siena terlonjak saat sadar dari tidur yang diakibatkan pingsan. Matanya memperhatikan sekeliling ruangan yang didominasi warna hitam itu sangat kontras jika dibandingkan kamar sebelumnya dan ruangan lain. Kosong. Hanya ia sendiri di dalam ruangan itu. Siena bangkit duduk. Kepalanya masih berdenyut tetapi telinganya sudah tidak berdengung. Tubuh Siena bergerak menghimpit headboard saat mendengar suara seseorang membuka pintu. Entah mengapa rasa takut langsung menyelimuti membuat suasana di dalam kamar itu terasa begitu menyeramkan. Bayangan kejadian sebelumnya kembali terputar di dalam kepala membuatnya menatap was-was ke arah pintu. Pintu itu terbuka pelan. Menampakkan sosok wanita asing yang berjalan ke arahnya. Cahaya temaram di dalam kamar membuatnya tidak dapat melihat wajah wanita itu dengan jelas. Tetapi satu hal yang ia tahu wanita itu tidak berbahaya. Ia seorang pelayan. “Selamat malam, Non

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch—6 Manipulasi Don Niccolo

    Siena mencoba bangkit. Setelah ketiga kalinya akhirnya ia berhasil berdiri. Kakinya melangkah cepat menuju dinding pintu yang terkunci dari luar. ‘Dasar brengsek! Bahkan dia mengunci pintunya.’ Setidaknya kalimat itu yang ia ingin ucapkan tetapi hanya suara geraman yang keluar dari mulut. Tiba-tiba ia menabrakkan badannya ke arah dinding pintu. Beberapa kali ia melakukannya seolah sengaja untuk memancing keributan. Ia ingin Niccolo datang. Sedangkan dari sudut ruangan lain, Niccolo masih duduk bersama Maxime. Saat mulutnya hendak menjawab terdengar suara gebrakan pintu dari kamar Siena samar-samar. Sontak kejadian itu menarik perhatian Maxime yang sesekali menoleh ke belakang. Niccolo bangkit dan melambaikan tangan ke arah Bosco. Pria itu pun menghampirinya. “Kau urus masalah ini seperti biasa,” bisik Niccolo lalu bergegas meninggalkan Maxime. “Don.” Maxime berdiri sembari menatap kepergian Niccolo. Bosco duduk di tempat Niccolo sebelumnya. Lalu menginstruksikan Maxime untuk ik

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch—5 Niat Yang Tak Terduga

    Kesadaran Siena kembali pulih saat dirinya sudah terbaring di atas ranjang dengan Niccolo berada di atasnya. Masih bersama ciuman yang bersarang di leher jenjangnya, Siena berusaha mengendalikan diri. Ia tidak ingat bagaimana mereka sudah berada di posisi itu. Setiap ciuman itu seolah menghipnotisnya. Kini tangan Niccolo sudah tidak mencengkram tangannya sehingga Siena berusaha untuk mendorongnya menjauh. “Niccolo. Apa yang kau lakukan?” sentak Siena. Bulu kuduk Siena meremang saat matanya bertatapan langsung dengan pria itu. Sorot matanya yang tajam semakin gelap seolah menyimpan amarah yang besar. “Niccolo!” Tak bergeming. Niccolo masih diam dan berusaha mencekal kedua tangan Siena yang ingin memberontak. Hingga akhirnya Siena kembali melakukan gerakan impulsif yang menamparnya. Suasana hening. Hanya terdengar deru napas mereka yang saling memburu. Niccolo mematung seolah kesadarannya perlahan menguasai. Ia bangkit berdiri. Dan pergi begitu saja tanpa mengatakan apap

  • Pesona Gelap Tuan Mafia   Ch—4 Cinta Tak Terbalas

    Selang beberapa jam, jet pribadi itu mendarat di bandara. Siena berdiri di belakang Niccolo sambil mengikuti setiap langkahnya. Namun, ia tertinggal di belakang karena kakinya yang tak cukup panjang. “Hei, tunggu!” Siena berteriak. Ia berlari. Mencoba mengejar Niccolo. Lalu berusaha mensejajarkan langkahnya saat berhasil berada di sebelahnya. “Kapan kau akan mengantarku ke Monaco?” tanya Siena. “Siapa yang mengatakan itu?” Niccolo balik bertanya lalu menyeringai. “Apa?!” Niccolo mengabaikan keterkejutan Siena. Ia memilih masuk ke dalam mobil yang sudah terparkir di sana. Sedangkan Siena masih bertahan dengan keterkejutannya. “Nona.” Siena tertegun. Ia menatap sinis pada Pietro. “Apa?!” sahutnya. “Kita akan segera berangkat. Sebaiknya kau juga masuk ke dalam mobil.” Siena memutar bola matanya. Langkahnya diiringi desahan napas kasar. Ia menyusul masuk ke dalam mobil yang sama dengan Niccolo. “Kau membawaku ke sini. Seharusnya kau juga bertanggungjawab untuk mengant

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status