Nata terkesiap. Lelaki tegap itu langsung berdiri ketika menyadari kedatangannya. Ia segera melangkah, menyambut kedatangan Nata dengan begitu sopan. Tangan itu terulur, segera Nata sambut tanpa melepaskan pandangan dari wajah itu. Wajah itu cukup tampan dan matang. Ada aura berwibawa yang menguar kuat dan ditangkap oleh radar Nata. Lelaki bernama Jonathan ini tidak hanya matang umurnya tetapi juga punya kharisma yang menjadi jawaban kenapa Asha bisa jatuh hati padanya. Dengan alis tebal dan sorot mata tajam, wajah itu nampak memukau dan punya pesonanya sendiri. "Jadi ini Nathan, Pa. Ah iya Jonathan." ucap Danu memperkenalkan Jonathan pada Nata. "Hai, Jo. Kapan sampai?" sapa Nata yang mendadak tidak tahu harus berbicara apa. "Kalau sampai di Penang, sudah sejak kemarin, Om. Ta--""Duduk dulu, Jo!" potong Nata yang entah kenapa begitu gugup ketika Jonathan mulai aktif bicara. Jonathan mengangguk, ia ikut bergabung dengan Diana yang sudah sejak tadi duduk di sana. Seketika suasana
"Apa?"Nata membelalak, Danu menarik wajah menjauh, menyaksikan paras sang ayah yang nampak terkejut setelah ia membisikkan sesuatu. "Kamu serius, Nu?" Nata menatap Danu yang kemudian hanya mengangguk perlahan sembari menyunggingkan seulas senyum. Melihat itu Nata menarik napas panjang, matanya terpejam, ekspresi wajahnya tidak tertebak, bukan salah Danu jika ia tidak bisa membaca ekspresi yang ditunjukkan oleh bapaknya itu. Cukup banyak kejutan hari ini, Nata tidak drop saja sudah bagus! "Di mana dia?" tanya Nata setelah cukup lama terdiam. "Nungguin Asha, Pa di rumah sakit. Kita ke sana?" tawar Danu yang segera mendapatkan anggukan kepala. Tanpa membuang banyak waktu, dua lelaki dewasa itu segera melangkahkan kaki beriringan. Setelah pembicaraan yang cukup menguras emosi, mereka harus kembali duduk dan membicarakan sesuatu hal yang penting, menjawab permohonan yang hendak disampaikan pada mereka. "Papa sebenarnya sedikit ragu, Nu. Bukan hanya pilihan Asha yang salah, tapi juga
"Dok, sa--""Panggil Jo aja, Ta!" potong Jonathan cepat. Ista terkejut, hanya sesaat karena kemudian kepalanya lantas mengangguk cepat. Ista menyodorkan kantung plastik, membuat Jonathan melirik sekilas lalu melemparkan pandangan ke arah Ista. "Ini apa?""Disuruh bang Danu, Pak-eh Jo-eh ...." Ista nampak gugup, membuat Jonathan tersenyum lalu meraih plastik yang disodorkan padanya. "Senyaman mu aja, jangan terlalu gugup dan kaku begitu." ucapnya kemudian. "Bang Danu nyuruh kamu beliin aku ini?" Jonathan nampak lebih santai, tidak ada lagi 'saya-kamu'. "Iya, Bang. Katanya suruh makan dulu. Takut nanti Abang pingsan saking kepikiran sama Asha." ucapnya jauh lebih rileks. "Gimana nggak Kepikiran, Ta? Liat Asha kayak gini? Kehilangan bakal calon anak yang kamu harepin? Aku ikut sakit, Ta." ucap Jonathan lirih kembali menatap wajah itu dengan saksama. "Aku turut prihatin, Bang." hanya itu yang bisa Ista katakan, ia paham laki-laki ini tengah hancur, tak peduli restu yang dia harapkan
"Aku kenalnya dia versi Nathan, Ta." jawab Danu sembari tersenyum. "Mahasiswa kedokteran yang suka hiking dan sosok yang jadi alasan aku bisa hidup sampai detik ini."Mata Ista membulat, ia mulai menyambungkan benang-benang yang diurai oleh Danu. Hiking? Kakak Asha yang paling tua ini memang suka hiking dan alasan Danu bisa hidup? Ah! Benar! Kira-kira sepuluh tahun yang lalu, Danu hampir mati di puncak gunung Rinjani. Danu mengalami hipotermia yang cukup parah, sebuah kejadian yang membuat orang tua mereka lantas melarang Danu hiking dengan alasan apapun! Dan ternyata yang menolong Danu adalah ... "Kita kenal paling cuma dua hari. Ketemu dua hari itu aja sampai kemudian ketemu lagi sekarang ini." lanjut Danu sembari menepuk bahu Jonathan. "Nggak tau aku kalo nama lengkap dia Jonathan. Kenalnya cuma Nathan dan ternyata, dia nggak cuma jadi malaikat penolongku saja. Tapi juga Asha."Jonathan menundukkan wajah, nampak jemarinya menyeka air mata. "Abang aku kasih nomorku waktu itu, ke
"Apa? Asha hamil?"Danu menghela napas panjang, ia lantas mengangguk pelan guna menjawab pertanyaan yang diberikan bapaknya. Baik Diana maupun Nata, mereka terlihat sangat terkejut, tak terkecuali Raharja, hanya saja lelaki itu masih menyorotkan amarah yang belum mau sirna. "Tapi janinnya nggak bertahan, Ma. Usianya masih sangat muda." jelas Danu lagi. "Asha keguguran."Mereka kompak menghela napas panjang, Diana memijat pelipisnya perlahan. Ada sorot khawatir yang berbaur dengan perasaan sedih di mata itu. Mereka baru saja tahu rencana tersembunyi Revan, belum melangkah lebih lanjut dan lelaki itu sudah menjalankan aksinya lebih dulu! "Dia hamil sama siapa? Ada yang tahu?" tanya Nata dengan nada putus asa. Sebagai orang tua, tentu ia ingin yang terbaik untuk anak bungsu kesayangannya itu. Namun ternyata yang dikira baik oleh Nata malah menjadi malapetaka bagi Asha! Bukan hanya pilihan Asha sendiri yang menjerumuskan Asha dalam duka mendalam, pilihan Nata pun juga! "Jonathan." de
"Jangan, Van! Lepas!" Asha memekik, berusaha melepaskan diri, namun sayang ... semakin dia berontak, tangan Revan makin kuat mencengkeram tangannya. "Nggak usah sok suci, Asha! Kamu bukan perawan lagi!" hardik suara itu lantas menarik Asha hingga tubuh Asha jatuh dalam pelukan lelaki itu. "Van ... kita nggak bisa lakuin ini! Jangan!" mohon Asha berusaha menolak Revan yang mengincar bibirnya. "Kenapa?" tanya suara itu dibalut senyum sinis. "Karena kita belum menikah?" tanya Revan sama sekali tidak membiarkan Asha lepas. Asha hanya mengangguk pelan, demi apapun dia begitu takut sekarang! "Bulan depan itu juga kalau aku minta, kita bakalan nikah kok. Jadi jangan banyak al--""Jangan! Tolong jangan!" pekik Asha masih berusaha melepaskan tangan Revan. Tawa Revan pecah, ia menarik kasar Asha masuk ke salah satu kamar. Bukan kamar Asha, kamar yang kemarin ditempati Danu, dan di sana lah Revan membanting tubuh Asha ke atas ranjang. "Kamu udah nginjak harga diri aku dengan luar biasa, S