“Poin ini dan ini, saya mau diubah!” Ronald melingkari nomor pasal perjanjian pra nikah yang di benaknya harus segera diperbaiki. Secepatnya. “Tapi, Pak. Ini kan sebelumnya kita sudah sama-sama sepakat. Bahwa kita tidak akan sekamar dan tidak ada kontak fisik seperti hubungan badan dan…” Selalu saja, Amanda sering keceplosan dan tak bisa menahan ucapannya walau sebentar. “Amanda, berapa kali harus saya ingatkan jangan asal ngomong. Mulut kalau mau bersuara tolong dipikirkan dulu.” Bentak Ronald saat mereka berdua berada di kamarnya. Ronald yang duduk di kursi sementara Amanda berdiri di depan mejanya. “Maaf…” dia menunduk dan mengaku bersalah. Duuh. “Saya ingin kita memperlihatkan pada, ehem, setidaknya keluargaku kalau kita benar-benar menikah. Mereka pasti curiga kita tidur di kamar yang berbeda. Apalagi kita pengantin baru!” ucap Ronald dengan tegas. “Pak, tapi kita tidak harus tidur seranjang, kan?” tanya Amanda sambil ketakutan. “Itu gampang diatur. Yang jelas, saya mau
Ini tidaklah semudah adegan di film-film romantis atau drama televisi. Bersanding dengan lelaki tampan yang terlarang, bukanlah ujian yang ringan. Ketika tangan ini ingin menyentuh, harga diri dan profesionalisme adalah taruhannya! “Kenapa kamu berisik sekali, Amanda? Apa sebaiknya kamu tidur di bathtub saja biar aku bisa tenang tidur di bed ini?” bisik Ronald dengan suara yang sama sekali tak terdengar mengantuk. “Ma-maafkan saya, Pak.” Itu saja yang sekarang bisa diucapkan. Amanda khawatir kalau terlalu banyak bicara justru berakibat fatal. “Apa sepertinya aku perlu mendisiplinkan mulutmu dengan caraku?” Duh, nada bicaranya yang cukup mengintimidasi ini terdengar seperti sebuah tantangan panas di telinga gadis itu. Di malam seperti ini, yang terbersit di benaknya adalah perlakuan Ronald setiap kali dirinya melakukan kesalahan. Itu semua akan berujung pada ciuman ganas khas Ronald yang sekarang berhasil membuat pipi Amanda bersemu mer
Terus terang, Ronald mulai gusar. Dulu dia tak pernah terfikir kalau hanya dengan berbagi tempat tidur akan berdampak sebesar ini. Nalurinya sebagai lelaki mulai perlahan-lahan bangkit dan sulit dia kendalikan. Melihat Amanda dari kejauhan, ada jiwa yang bergejolak dan meronta-ronta ingin dibebaskan. Pagi ini saat sarapan, Ronald tak henti-hetinya menelan ludah saat duduk di samping Amanda. Entah dia sengaja atau tidak, pakaian yang dia gunakan hari ini hanyalah baju rumahan biasa. Sebuah setelah pendek dengan celana di atas lutut. Namun sudah berhasil membuat kepalanya cenat-cenut. “Mau nambah lagi?” rambutnya yang terurai panjang tak sengaja menghalangi wajahnya. Tangan Ronald membantu Amanda sementara sang istri mengambilkan scramble egg untuk Mila. Diam-diam Ronald juga mengagumi Amanda yang bersifat keibuan, hal yang bertentangan sebenarnya dengan Olivia. Semasa hidup, wanita itu hanya disibukkan de
“Kamu ngomong sama siapa tadi?” Ronald datang dengan langkah buru-buru. Matanya penuh selidik.Tak tahu apakah harus berkata jujur atau tidak, Amanda masih terbungkam. Dia khawatir kalau-kalau salah bicara lagi dan menerima hukuman dari bos.“Anu… tadi cuma lagi cari tempat teh di mana. Tapi sudah ketemu.” Kepalanya menunduk karena jelas saja dia terlihat berbohong.“Ya sudah. Kalau begitu, cepat ikut aku ke kamar.” Perintah Ronald tanpa menunda lagi.Langkah kaki Amanda sedikit ragu. Akankah Ronald akan melakukan sesuatu yang melanggar kontrak? Bayangan tentang adegan di mobil itu tadi sudah cukup membuat Amanda malu dan memerah.“Lelet sekali kamu! Jalan gitu saja tidak bisa cepat.” Amanda akhirnya berhasil mengikuti kecepatan Ronald menyusuri tangga, tentunya setelah mendengar omelan panjang suaminya, “Maaf!”Itu saja yang dia katakan. Memastikan pintu sudah tertutup, akhirnya Ronald buka suara.“Aku tahu kamu tadi sedang berbincang dengan Simon.” Ancam Ronald dengan gigi yang
Amanda merenungi nasibnya kini.Setelah dipaksa menikah tanpa alasan yang masuk akal baginya, kini dia seperti diserang dengan kalimat-kalimat yang membuatnya kehilangan kesabaran.Begitukah kelakuan suami yang seharusnya -paling tidak- saat ini menjadi sosok yang bisa menjaga hatinya.“Tante?” Mila yang sejak tadi mencarinya akhirnya menemukan Amanda sedang terduduk di kamarnya.“Tante menangis?” tangan kecil itu meraih pipi Amanda yang sudah basah oleh air mata.“Nggak, Sayang. Tante hanya kelilipan. Bentar lagi juga sembuh.” Dia menyeka air matanya sendiri.Anak sekecil Mila tidak boleh melihatnya cengeng dan menangis. Itu adalah prinsip Amanda. Dia tak pernah mau menampakkan air matanya pada anak-anak.“Kelilipan debu maksudnya Tante?” tanya Mila lagi.“Iya, Sayang. Tadi pas keluar kena debu, terus mata Tante rasanya pedih gitu. Mila mau berangkat ke mana kok dandan cant
Mila berlarian di ruang keluarga sambil memamerkan boneka beruang yang barusan dibelikan Opanya.“Horeee… aku punya beruang baru!” dia berlari ke sana ke mari dengan ekspresi gembira.Ronald yang menyambutnya hanya tertawa melihat keponakannya mulai ceria dan semakin aktif bergerak lagi.“Lihat dia, Ronald. Dia tadi begitu melihat boneka beruang ini langsung minta dibelikan. Katanya mirip Papanya dan mirip Om Ronald.” Mama Ronald ikut tertawa karena melihat cucunya begitu aktif.“Begitu ya? Kamu menyamakan aku dengan makhluk berbulu ini, haa?” Ronald mengejar keponakannya dan menangkapnya dari belakang.Boneka besar itu terjatuh dan kaki Mila bergerak-gerak ingin dilepaskan dari jeratan tangan omnya.“Sudah Om, sudah! Aku geli sekarang.”“Katakan dulu, apa aku mirip dengan beruang cokelat ini?” bisik Ronald.Gadis kecil itu tersenyum dan terlihat beberapa giginya yang ompong. “Nggak, nggak mirip tapi muiiiriiip!”Dia tertawa lagi.“Awas, berarti kamu tidak akan aku lepaskan!”“Geli, O
Pernikahan sepupunya dimajukan dua minggu. Ini yang membuat Amanda dan keluarga ikut kepontang-panting mengejar waktu dan persiapannya. “Mel, kalau nikah maju, yang enak di kamu dan gak enaknya di kita!” salah satu sepupunya protes. Meski bukan acara yang mewah tetap saja butuh banyak printilan yang harus disiapkan. Yang lain hanya ikut mengiyakan. Amanda bahkan ikut lembur beberapa hari ini. Saat dia sedang ke belakang mengambil bahan untuk dikemas, beberapa saudaranya membicarakan hal yang ganjil menurut mereka. “Itu suaminya ke mana? Kok masih manten baru, nggak lengket kayak prangko!” Disambut dengan serbuan berikutnya, “Lah itu si Tante bilang kalau Amanda pulang nggak diantar sama suaminya. Kira-kira apa dia dipulangkan ya?” “Hush, jangan keras-keras nanti dia denger. Setauku, dia pulang malam-malam. Itu juga pakai taksi. Bapakku bilang pas itu suaranya dia nangis-nangis.” Sepupu bertubuh gendut melanjutkan informasi. “Berarti… memang tidak mudah ya diterima oleh keluarg
Orang serumah tidak tahu apa yang sejatinya ada di balik pintu. Pernikahan yang hanya bersifat kontrak ini berdampak di luar kuasa Ronald. Amanda adalah sosok pribadi sederhana yang rupanya berhasil mencuri cinta orang serumahnya, terutama Mila dan Omanya. Sejak tadi Ronald hanya memainkan handphone yang ada di tangan kanannya itu. Dipandanginya foto Amanda saat dia mengenakan baju kerja ketika ada acara di kantor. Itu adalah foto yang dia punya karena diberi oleh asisten pribadinya, tepatnya sebelum dia memutuskan untuk mengajak gadis keras kepala itu untuk menikah mendadak. Meski tidak seperti kebanyakan wanita yang pernah dekat dengannya, Amanda tetap saja menarik dengan kelebihan yang dia miliki. Tubuh seksi dan wajah menawan. Itu hal yang tak bisa dia pungkiri sebagai laki-laki. Kamu rindu pada ciumannya, bukan? Bisikan halus itu mulai mengusiknya. Tentu tidak! Ronald masih saja mengelak. Dia akan menyuruh Amanda