Share

Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan
Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan
Author: Author MungiL

1. Lima Milyar!

Author: Author MungiL
last update Last Updated: 2024-08-28 15:25:47

"Lima milyar! Saya akan lepaskan anak saya jika kamu mampu memberikan mahar sebesar lima milyar." Bu Isni mengatakan dengan lantang dan yakin.

Tatapan mengejek beliau arahkan pada laki-laki yang kini duduk di depannya. Lebih tepatnya, duduk di sebuah sofa usang yang sudah berusia tua. Beliau menelisik tampilan pria itu dari atas hingga bawah. Tak ada yang istimewa, mobil yang dikendarai pun masih tergolong biasa saja baginya. Namun, beliau akui, lelaki yang memperkenalkan diri sebagai Elsaki itu sangat tampan.

"Deal!" jawab Elsaki tanpa berpikir panjang. Tangannya terulur sebagai tanda kesepakatan bersama.

Bu Isni terkejut sesaat, lalu tersenyum puas. Beliau membalas uluran tangan Elsaki dan menjabatnya dengan kuat, menandakan kesepakatan mereka telah tercapai.

Sementara itu, Yuvika baru saja pulang kerja. Ia bekerja di sebuah pabrik yang jaraknya tak jauh dari rumah. Wanita itu berjalan menuju rumah dengan langkah lelah, mengeluhkan pekerjaan yang melelahkan, belum lagi jika ia mengeluhkan tentang kehadirannya di dunia. Mungkin ia akan butuh waktu berhari-hari untuk menceritakannya.

Saat mendekati rumah, ia melihat ada mobil yang diparkir di depan rumahnya, sebuah mobil yang asing baginya. Ah, ia sepertinya lupa bahwa semua jenis mobil yang terparkir di depan rumahnya adalah hal yang langka.

Masuk ke dalam rumah, Yuvika terkejut melihat seorang pria tampan duduk di ruang tamu, berbincang dengan ibunya yang terlihat tersenyum ramah. Senyum yang tak pernah ditujukan untuknya. Tatapannya fokus pada sebuah kertas yang tergeletak di atas meja. Dilihat dari bentuknya, persis seperti cek. Pikirannya seketika overthinking.

"Ada apa ini, Bu? Siapa dia?" tanyanya dengan penuh kebingungan.

"Sini duduk!" titah Bu Isni menepuk sofa di sampingnya.

Yuvika menurut meski ia masih bingung dengan situasi yang sedang terjadi.

"Vika, perkenalkan dia adalah Elsaki, laki-laki yang akan menjadi suamimu."

Yuvika terpaku sejenak, alisnya mengernyit tajam. Matanya membulat, mulutnya sedikit terbuka. Ia mematung seakan berusaha mencerna kata-kata yang baru saja didengarnya. Pandangannya berpindah dari ibunya ke pria asing itu, dan kembali lagi, mencoba mencari penjelasan dari wajah-wajah di depannya.

"Ibu jangan bercanda, aku nggak kenal dia," protes Yuvika setelah ia bisa menguasai dirinya.

"Ya memang kenapa kalau nggak kenal? Masih ada waktu untuk berkenalan. Ibu tidak meminta kamu untuk menikah hari ini juga. Masih ada beberapa minggu lagi untuk persiapan pernikahan. Di saat itulah kalian bisa saling mengenal satu sama lain. Benar begitu, Nak Elsaki?"

Elsaki hanya mengangguk sembari tersenyum kecil. Ia sebenarnya malas untuk sekedar basa basi. Ia ingin segera pergi dari rumah sederhana itu, apa yang ia tuju sudah tercapai, apalagi yang ia lakukan di sini lama-lama? Menyaksikan drama penolakan? Ah, siapa yang sanggup menolak pinangan dari laki-laki setampan Elsaki Sanders? Pikirnya begitu percaya diri.

"Tetep aja aku nggak mau, Bu. Aku belum siap menikah dan aku tidak ingin menikah dalam waktu dekat. Aku masih ingin mencari ayah."

Elsaki yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara, "Maafkan aku, Yuvika. Tapi kita harus tetap menikah, mau kau setuju atau tidak, pernikahan akan tetap terjadi. Ibumu sudah setuju, aku juga bersedia memberimu mahar sesuai yang ibumu mau. So, tidak ada alasan untuk mengatakan tidak."

Yuvika tak dapat lagi berkata-kata, ia mendadak linglung. Matanya bahkan berkaca-kaca menatap ibunya seakan meminta penjelasan bahwa apa yang dikatakan Elsaki hanyalah bualan semata.

Wanita itu merasa seperti terdampar di tengah lautan emosi yang berkecamuk. Ia mencoba mengekspresikan kebingungannya dengan kata-kata, namun semua yang muncul hanyalah kekosongan dalam benaknya. Matanya masih menatap ibunya, mencari-cari sebuah jawaban yang bisa membenarkan segala ketidakpercayaannya.

"Kau lihat ini? Ini adalah kesepakatan kami. Kesepakatan antara aku dan ibumu." Elsaki yang nampak paham situasi kembali bicara tanpa diminta. Ia menggeser cek ke arah Yuvika.

Wanita muda itu mengambil cek dengan tangan bergetar. Air matanya seketika mengalir tanpa permisi.

"Itu uang di luar mahar. Kau bisa bicarakan ini lebih jelas dengan ibumu. Besok aku akan kembali, siapkan berkas yang diperlukan. Permisi."

"Tunggu, ambil ini! Aku tidak mau menikah denganmu. Jangan pernah kembali untuk urusan apa pun!" Yuvika meraih tangan Elsaki dan meletakkan selembar cek yang bertuliskan 200 juta di sana.

Namun, cek itu hanya bertahan beberapa detik saja di tangan Elsaki. Kertas sederhana, namun berharga itu sudah kembali berpindah tangan ke tangan orang yang sudah lama menginginkan kepergian Yuvika.

"Ibu lagi nggak jual aku, kan?"

Haish, pertanyaan macam apa yang diajukan oleh Yuvika ini? Mana ada seorang ibu kandung yang tega menjual anaknya sendiri? Ya, mungkin itu pemikiran bagi orang-orang pada umumnya. Bahkan banyak orang yang mengatakan, kasih sayang seorang ibu tidak ada tandingannya. Tidak ada manusia lain yang mencintai dan menyayangimu melebihi cinta ibumu padamu. Namun sayang, kata-kata itu tidak berlaku untuk Yuvika. Alih-alih memberikan perlindungan, kasih sayang, dan juga cinta sepenuhnya, Bu Isni justru memperlakukan anaknya sebaliknya.

Bu Isni mengabaikan pertanyaan dari sang anak demi mengantar Elsaki hingga depan rumah. Bahkan beliau masih berada di teras meskipun mobil Elsaki sudah berlalu dari halaman. Perlakuan sederhana yang tidak pernah sekalipun ditujukan untuk anaknya.

"Ibu jawab aku, Bu. Ibu lagi nggak jual aku, kan?" tanya Yuvika sekali lagi. Ia kini berada di hadapan ibunya. Ekspresi wajahnya bercampur antara tidak terima dan harapan bahwa apa yang ada dipikirannya bukanlah kenyataan.

"Kalau iya, kenapa? Nggak ada ruginya kamu menikah sama dia. Udah kaya, ganteng lagi. Harusnya kamu seneng dinikahi sama laki-laki begitu, kehidupan kamu terjamin. Nggak usah banyak protes, saya mau shopping." Bu Isni mengakhiri perdebatan itu dengan masuk rumah, tak lama kemudian beliau kembali ke luar dengan tas yang tersampir di bahu.

Yuvika hanya mampu terdiam. Apalagi ini? Kesakitan apalagi yang harus ia terima? Tidak cukupkah selama 25 tahun ini ia hidup dengan penderitaan di setiap helaan napasnya?

***

Wanita berkulit putih itu duduk di tepian tempat tidur. Ia terdiam seraya menatap foto sang nenek yang sudah pergi meninggalkannya. Hanya beliau satu-satunya orang yang memberikan kasih sayang tiada batas bak kasih sayang seorang ibu.

Ia sangat menyesalkan kenapa neneknya pergi? Kenapa neneknya tidak hidup abadi? Atau setidaknya hidup hingga ia menemukan keberadaan ayahnya. Pikiran-pikiran yang tidak masuk akal itu tumbuh di kepala Yuvika sejak ia kecil. Ia sangat berharap sang nenek tidak pergi apa pun keadaannya. Pikiran itu ada karena ia tidak mendapatkan hak yang seharusnya ia dapat dari ibunya. Sekarang apa yang harus ia lakukan?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   49. Kotak Rahasia

    Suasana di antara puing-puing bekas rumah itu terasa hening. Bu Isni memegang kotak besi yang baru ditemukan dengan tangan bergetar, dan Yuvika merasakan ketegangan yang menyelimuti ibunya. "Ibu, ada apa?" tanyanya lagi, suara yang lembut namun penuh perhatian.Bu Isni menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum membuka mulut. Wajahnya masih tampak sedikit pucat, dan gerak-geriknya tampak kaku, seolah takut sesuatu akan terbongkar."Nggak ada, Vika. Nggak ada apa-apa. Ibu cuma kaget… ternyata isinya masih utuh, itu aja."Beliau memaksakan senyum, namun tatapan matanya masih menyimpan kegelisahan yang tak bisa disembunyikan."Tapi wajah Ibu pucat. Kenapa, Bu? Apa ada sesuatu di dalam kotak itu yang bikin Ibu kaget?" Yuvika mengernyit, matanya memperhatikan setiap ekspresi di wajah ibunya, mencari jawaban dari sesuatu yang terasa mengganjal."Beneran, nggak ada apa-apa, Yuvika. Ini cuma… kotak kenangan lama. Mungkin Ibu terlalu tenggelam dalam nostalgia aja." Dengan gela

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   48. Kotak Berharga

    Yuvika terdiam sejenak mendengar pertanyaan dari ibunya. Mungkin benar, Elsaki akan keberatan jika ibunya tinggal bersama. Namun, bukan hal yang sulit untuk meyakinkan Elsaki bahwa ibunya kini membutuhkan dukungan. Terlebih ia yakin bahwa Elsaki, meski dikenal keras dan kadang kaku dalam prinsipnya, masih punya sisi lembut yang bisa dipengaruhi dengan pendekatan yang tepat."Ibu tenang aja, itu urusan aku," kata Yuvika akhirnya. Bu Isni menatap Yuvika dengan rasa haru. Anak yang pernah beliau sakiti dengan berbagai ucapan dan perlakuan kini menawarkan rumah dan kasih sayang tanpa syarat, bahkan rela mengambil risiko demi memperbaiki hubungan mereka. Dalam hati,beliau merasa sangat beruntung meskipun rasa bersalah terus menghantui dirinya."Terima kasih untuk semuanya."Yuvika mengangguk senang, tak pernah ia sangka bahwa buah dari kesabaran dan ketulusan yang ia punya akan berbuah manis, bahkan lebih manis dari yang ia bayangkan. "Oh, ya, Yuvika. Bagaimana dengan pernikahanmu? Ibu n

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   47. Tawaran Tinggal Bersama

    Sore yang cerah telah bergulir pelan menjadi malam yang hening. Di ruang rumah sakit itu, Yuvika dan ibunya duduk berhadapan, masih berbicara satu sama lain dengan kehangatan yang baru pertama kali mereka rasakan. Bertahun-tahun tinggal di bawah atap yang sama, namun ini adalah kali pertama mereka benar-benar berbicara sebagaimana seharusnya—sebagai ibu dan anak. Momen ini adalah impian yang Yuvika simpan dalam hatinya sejak kecil. Kini, kenyataan itu terasa lebih berharga daripada apa pun yang pernah ia perjuangkan.Selama ini, ia telah melewati banyak luka dan pengorbanan, berharap bisa mendapatkan secercah perhatian dari ibunya. Bahkan, rasa nyeri yang ditimbulkan oleh luka bakar di kulitnya tak ada artinya dibandingkan dengan kebahagiaan kecil yang kini menghangatkan hatinya. Seandainya saja neneknya masih ada di sisinya saat ini, Yuvika yakin beliau pasti ikut merasakan kebahagiaan ini. Ia bisa membayangkan senyum lembut sang nenek yang selama ini menjadi penghibur di tengah sega

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   46. Kecupan Seorang Ibu

    Bu Isni terdiam sejenak di ambang pintu, mencoba mencerna apa yang baru saja beliau lihat. Tisya berlalu dengan wajah muram, penuh kemarahan yang tak bisa disembunyikan. Di baliknya, Yuvika duduk dengan ketenangan yang luar biasa, sementara Elsaki tampak gelisah, seolah dihimpit beban yang tak terlihat. Bu Isni tahu bahwa ada sesuatu yang tidak beres. "Siapa perempuan tadi?""Tisya, Bu. Teman lama Elsaki," jawab Yuvika dengan suara tenang. Lebih tepatnya ia berusaha tenang. Bu Isni mengernyit, tatapan matanya tajam menelusuri wajah Yuvika, mencoba menangkap kebohongan di balik kata-katanya. "Hanya teman lama? Terus kenapa dia kelihatan marah? Sepertinya ada sesuatu yang belum kamu ceritakan."Yuvika menarik napas dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu, menutupi kebenaran di depan seseorang bukan hal yang mudah. Namun, ia juga tak ingin membeberkan semuanya saat ini. Dengan hati-hati, Yuvika menjawab, "Mungkin Tisya hanya kaget, Bu. Sudah lama nggak ketemu Elsaki, lalu tiba-tiba

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   45. Elsaki adalah Suamiku

    Elsaki terkejut, menyadari siapa yang kini berdiri di ambang pintu. Tisya, dengan tatapan tajam dan wajah dingin, menatapnya tanpa ekspresi, namun matanya berbicara lebih banyak dari kata-kata yang mungkin bisa ia ucapkan. Ekspresi tenangnya justru membuat suasana terasa semakin mencekam. Sesaat, Elsaki hanya bisa terdiam, bahkan tubuhnya seolah membeku di samping Yuvika yang dengan tenang menatap keduanya bergantian. Bagaimana ia tak marah? Elsaki mengatakan akan bekerja, dan saat ia mengikuti ke mana perginya Elsaki, ia justru mendapati dirinya bersama dengan Yuvika. "Oh, jadi ini yang kamu maksud bekerja? Kamu rela bohong sama aku demi dia? Perempuan yang katamu tameng untuk hubungan kita, tapi ternyata kalian justru menjalin pertemanan?" suara Tisya akhirnya memecah keheningan, suaranya terdengar begitu tajam, menggambarkan perasaan yang tertahan. Ia berjalan mendekat dengan langkah mantap, dan dalam sekejap ruangan itu terasa menyempit oleh kehadirannya. Elsaki menelan ludah,

  • Pesona Istri Bayaran Dokter Tampan   44.. Kau Yeman yang Baik

    Setelah pertemuannya dengan Tisya, Elsaki seharusnya ke rumah sakit tempatnya bekerja. Namun, tanpa ia sadari, mobilnya malah melaju ke arah lain—ke rumah sakit tempat Yuvika dirawat. Pikirannya kalut, dipenuhi dengan kebingungan yang tak kunjung reda setelah percakapannya dengan Tisya. Ia seolah-olah dikendalikan oleh sesuatu yang lebih kuat dari niatnya untuk kembali fokus pada pekerjaan. Sampai di depan rumah sakit, Elsaki berhenti sejenak, menatap bangunan megah yang menjulang di hadapannya. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. 'Kenapa aku ke sini?' tanyanya dalam hati, meski ia tahu jawabannya. Ada sesuatu yang tak ia bisa jelaskan, sesuatu yang membuat langkah kakinya terus membawanya ke sini. Yuvika, kini sangat terlihat bahwa ia memiliki tempat di hatinya. Entah sebagai teman seperti yang mereka sepakati atau lebih. Elsaki keluar dari mobil dengan langkah ragu. Setiap langkah terasa berat, seakan-akan ia tengah berjalan menuju perbatasan yang tidak ingin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status