Marta mengusap air matanya. Kakinya masih lemas, tidak bisa ia gerakkan untuk berjalan setelah menyaksikan adegan mesra dan panas Aldi dan Riska di dalam mobil. Tak disangka ada seseorang yang dari tadi memerhatikan Marta menangis, dan tahu apa sebab Marta menangis. Seseorang itu menghampiri Marta yang masih terduduk lemas di bawah pilar besar, di area parkir mall.“Nyonya?”“Ah Hasan, ka—kamu di sini?” tanya Marta gugup.“Iya, tadi baru menemui anak dan mantan istri saya,” jawab Hasan.”Nyonya kenapa? Apa Nyonya sakit?” tanya Hasan.Orang itu adalah Hasan. Saat keluar dari mall, ia melihat Aldi dan Riska bergandengan mesra, di ikuti dengan Marta yang mengikuti mereka dengan langkah cepat. Hasan sebetulnya ingin mencegah Marta, karena dia takut Marta akan mengikuti Aldi dan Riska. Bisa bahaya kalau Marta sampai tahu di mana Aldi menyembunyikan Riska selama ini. Namun, tidak disangka oleh Hasan, Marta malah sembunyi karena melihat adegan panas Riska dan Aldi. Bukannya melabrak mereka, a
Aldi membaca pesan dari Hasan. Akhirnya Hasan bilang pada Aldi kalau tadi dirinya bertemu Marta di area parkir Mall, dan terlihat sedang kesakitan. Hasan tidak bilang soal dirinya melihat adegan yang sama dengan apa yang Marta lihat. Namun, Hasan hanya meminta Aldi supaya pulang, melihat keadaan Marta.“Apa benar Marta sakit? Dia di Mall? Sama siapa? Kalau dia pergi sama teman-temannya pasti selalu posting di sosial media, coba aku lihat di akun sosial medianya teman-temannya. Ah atau tanya dengan orang suruhanku yang selalu mengawasi Marta ke mana pun Marta pergi?” batin Aldi.Aldi langsung mencari akun sosial media keempat teman Marta. Benar tadi mereka kumpul di sebuah restoran, makan bareng, bahkan nonton bareng, tapi tidak ada Marta di sana. Karena mereka melakukan foto bersama setelah Marta memutuskan untuk pulang, dan Marta bilang perutnya tiba-tiba tidak enak.“Iya tidak ada Marta, Sebentar ini nonton film yang tadi aku tonton dengan Riska, kan? Ah mungkin mereka nontonya di j
Aldi langsung pamit pada Marta untuk ke kamar. Manik matanya fokus melihat gawainya, dengan senyuman kecil yang terbit di bibirnya. Marta tahu Aldi sedang berkomunikasi dengan siapa. Tentu saja dengan Riska, siapa lagi kalau tidak dengan Riska? Hanya Riska yang membuat Aldi tersenyum dan berlama-lama dengan gawainya.“Silakan kabari perempuan itu, Mas! Malam ini kau milikku, Mas!” batin Marta tersenyum puas.Marta langsung membereskan meja makan, ia sudah tidak sabar ingin melihat keadaan Aldi sekarang. Setelah selesai membereskan meja makan, Marta langsung membersihkan diri, bersiap untuk menghabiskan malam panjang dengan Aldi. Inti tubuhnya sudah berkedut hebat karena sudah berbulan-bulan tidak mendapat sentuhan dari Aldi. Malam ini Marta yakin kalau Aldi akan menyentuh dirinya, mengajaknya terbang ke atas awan, menuju puncak kenikmatan yang sudah lama Marta rindukan.“Maafkan aku, Mas. Aku sudah mencoba dengan cara lembut untuk merayumu, supaya kamu menyentuhku, tapi tetap saja di
Tubuh Riska merosot ke bawah, tulang di kakinya terasa hilang seketika saat mendengar semua itu. Mendengar suara yang mengganggu telinganya, meskipun sudah tak didengarkan lagi oleh Riska. Air matanya deras mengalir, dadanya terasa sesak.“Tidak, kamu jangan seperti ini Riska! Ingat posisi kamu di sini sebagai apa. Itu hak mereka! Bukankah kamu selalu membujuk Mas Aldi supaya mau menyentuh Mbak Marta kembali? Kamu harusnya bersyukur mereka seperti itu,” ucap Riska menenangkan dirinya sendiri. “Mungkin saja sebetulnya Mas Aldi dan Mbak Marta selama ini baik-baik saja? Namun, di hadapanku Mas Aldi selalu bilang ingin berpisah dengan Mbak Marta?”Pikiran Riska menilai Aldi yang seperti itu. Air matanya lagi-lagi jatuh tak bisa dicegah. Ternyata ungkapan cinta dan sayang dari Aldi itu tidak tulus padanya, itu semua karena Aldi butuh pelampiasan saat tidak bersama Marta.**Di bawah kuasa tubuh Aldi, Marta terus mendesah. Menikmati bagaimana kuatnya bibir Aldi menyesap kedua melon importny
“Bukan urusanku? Mas, mandilah dulu sebelum pergi!” pekik Marta.Aldi menatap Marta dengan tatapan tajam, dan tersenyum dengan raut wajah penuh kebencian pada Marta. “Kamu perempuan egois, Marta! Kamu hanya memikirkan hak dan kebahagiaanmu saja! Tapi, sedikit pun kamu tidak pernah memikirkan kebahagiaan dan hak ku sebagai suamimu!” geram Aldi.Aldi langsung mengambil ponsel dan kunci mobinya, lalu bergegas keluar dari kamarnya. Pintu kamar dibantingnya dengan begitu keras oleh Aldi. Ia benar-benar murka dengan perbuatan Marta yang sudah menjebaknya semalam.Aldi langsung mengemudikan mobilnya untuk pergi ke rumah Riska. Ia kesiangan pagi ini, bukan kesiangan lagi, ini sudah hampir jam istirahat ngantor. Padahal hari ini ada pertemuan dengan beberapa relasi bisnisnya, ia juga sudah berjanji pada Riska akan pulang pagi-pagi setelah salat subuh, kenyataannya ia terperangkap oleh kelicikan Marta semalam.“Arrghhhtt!!! Marta sialan! Kau benar-benar membuatku murka!” umpat Aldi dengan pen
“Egois!” desis Riska lirih. “Kamu tadi bilang apa? Aku egois?” tanya Aldi nyalang. “Iyalah egois, Mas dengan Mbak Marta begituan sampai aku dengar betapa mas menikmati setiap permaianan Mas dengan Mbak Marta aku juga biasa saja? Mas yang lihat aku sama Pak Hasan nunggu Mas malah Mas cemburu? Aneh, kan? Egois juga, kan?” ujar Marta. “Yakin kamu biasa saja, hmmm?” ucap Aldi mendekati Riska lalu memeluknya dari belakang. Riska mencoba meredakan rasa cemburunya, karena itu salah menurut Riska kalau dia sampai cemburu pada Aldi dan Marta. Toh mereka suami istri, sebelum dirinya masuk di kehidupan Marta dan Aldi juga mereka sudah lama bersama. Jadi, tidak ada gunanya jika dia egois dengan rasa cemburunya itu. Riska membalikkan tubuhnya, ia tatap wajah Aldi yang masih kusut. Ia tahu, Aldi pasti frustasi dengan keadaan yang sedang menimpanya semalam. Apalagi dia memang sama sekali tidak ingin menyentuh Marta, dan semalam Marta malah menjebaknya dengan menaruh obat di minuman Aldi. Riska m
“Positif? Aku hamil, Dok?” “Iya, selamat Bu Marta, anda hamil,” jawab seorang dokter perempuan yang menangani Marta. Dengan mata berkaca-kaca dan tidak percaya kalau dirinya hamil, Marta melihat benda pipih itu yang menunjukkan dua garis. Lalu Marta langsung melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dokter meminta Marta berbaring di atas bed pemeriksaan untuk melakukan USG. “Ini gak bohong, Dok?” tanya Marta. “Tidak ibu, ibu benar hamil,” jawab Dokter Zika. “Lihat ini ada denyut jantungnya, bayinya sangat sehat, Bu. Usia kandungannya sudah memasuki minggu ke enam, Bu.” Dengan perasaan yang campur aduk Marta menangis. Ia ternyata hamil, setelah dua bulan lalu ia melakukan hubungan dengan Aldi untuk terakhir kalinya, karena Aldi benar-benar menjauhi Marta setelah malam itu. “Ini resep vitaminnya, Bu,” ucap Dokter Zika. “Terima kasih, Dok,” ucap Marta. “Ini buku kesehatan ibu dan anaknya, dibawa kalau periksa ya, Bu? Nama suami ibu siapa? Biar saya tulis di sini,” ucap Dokter Zika. “
“Apa ini, Mas?” tanya Marta.“Buka saja.” Jawabnya singkat dan ketus.Marta langsung membukannya, meskipun dia sudah tahu apa isinya. Pasti itu adalah surat gugatan dari Aldi, untuk menceraikan Marta.“Mas ini kamu yakin mau menceraikan aku?” tanya Marta dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca.“Ya, apa kurang jelas? Atau kamu tidak bisa membacanya?” jawab Aldi.“Gak! Kamu gak boleh menceraikan aku, Mas! Aku gak mau cerai dari kamu!” pekik Marta dengan begitu keras.“Aku akan tetap menceraikanmu, Marta! Aku sudah bilang aku akan menceraikanmu, ini konsekuensi yang harus kamu terima, Ta! Kamu sudah membuatku jatuh cinta dengan Riska, aku tidak bisa memiliki dua istri, aku tidak sanggup untuk adil!” ucap Aldi dengan terang-terangan.“Aku mohon jangan ceraikan aku, Mas. Aku masih sangat mencintaimu,” ucap Marta.“Mencintaiku? Kamu bilang mencintaiku? Kalau kamu mencintaiku, kamu akan menghargai aku sebagai suamimu, Ta! Kamu juga tidak akan dengan mudahnya memberikan aku pada perempua