Riska rela jadi adik madu seorang wanita sosialita demi pendidikan adik-adiknya. Hanya saja, Aldi menolak ide ini. Jangankan menyentuh Riska, pria kaya itu bahkan enggan menemuinya sampai 6 bulan lamanya! Lantas, mampukah Riska akhirnya membuat Aldi sadar bahwa keduanya korban dari perjanjian egois sang istri pertama?
View More“Pertama, kamu dilarang jatuh cinta dengan suamiku. Yang kedua, kamu harus memberikan anak pada kami berdua dari rahimmu. Dan, yang ketiga, kamu tidak berhak atas anak itu nanti. Paham?”
Mendengar ucapan sinis wanita di depannya, Riska pun mengangguk. “I—iya, Mbak. Saya paham.”
“Bagus! Kalau kamu sudah paham, kamu bisa baca surat perjanjian kerja ini. Kontrak kerja kamu lebih tepatnya!”
Tanpa basa-basi, sebuah map diberikan pada Riska yang langsung membacanya dengan teliti.
Dia tidak mau nantinya kalau sudah menjalankan tugasnya, ada hal yang nantinya akan merugikan dirinya.
Hanya saja, hatinya ternyata tetap pedih saat kontrak itu menyatakan bahwa Riska tidak memiliki hak apapun atas anaknya nanti. Namun, Riska tak punya pilihan.
Tabungan dan pesangonnya sudah habis dan dia sudah di PHK sejak dua tahun lalu dari pabrik tempatnya bekerja. Padahal, dia memang membutuhkan biaya untuk sekolah kedua adiknya, yang sebentar lagi akan masuk SMA dan SMP.
Tak lama, Riska pun membubuhkan tanda tangan di sana.
Melihat itu, Marta melipat tangannya angkuh. “Baik, Ini uang DP dariku. Nanti malam, kamu siap-siap untuk dijemput orang, dan kamu harus meninggalkan dua adikmu.”
“Tidak masalah, kan? Toh, adik-adikmu itu harus mandiri,” ucap wanita itu lagi, meremehkan.
Tangan Riska mengepal. Namun, dia hanya bisa mengangguk. “Iya, Mbak. Saya sudah menjelaskan semuanya pada adik saya, kalau saya akan bekerja dengan Mbak sebagai Asisten Rumah Tangga. Saya tidak memberitahukan yang sebenarnya, supaya adik saya bisa belajar dengan tenang kalau saya tidak di rumah.”
“Ya sudah, kamu pergi cari baju yang lumayan bagus untuk nanti malam menemui suamiku,” ucap Marta.
Setelah selesai dengan tujuannya, Marta pun pulang–meninggalkan Riska yang meremang.
Baru kali ini, ia melihat wanita yang terang-terangan mencarikan madu untuk melahirkan suaminya hanya karena tidak ingin tubuhnya kendur.
Namun, itu bukanlah tempatnya untuk menilai. Bukankah dirinya kini lebih menjijikan?
Riska menghela napas panjang. “Tidak apa-apa. Ini untuk adik-adikmu,” lirihnya menahan pedih pada diri sendiri.
Di sisi lain, Aldi yang baru pulang dari kantor, tampak terkejut.
Entah ada setan apa yang merasuki Marta malam ini. Wanita itu tampak menyambutnya dengan mesra.
Padahal biasanya saat Aldi pulang, Marta belum ada di rumah.
Entah karena nongkrong di Cafe atau nge-mall dan bikin konten supaya semua orang tahu kalau dirinya hidup bahagia, bebas, dan banyak harta.
Apalagi, setelah perdebatan mereka beberapa waktu lalu saat Marta dengan gilanya meminta Aldi untuk menikah lagi karena meminta keturunan, keduanya makin terasa dingin.
“Kamu tumben sudah di rumah? Tidak keluyuran sama geng kamu itu?” tanya Aldi akhirnya sembari berjalan ke kamarnya.
“Cuma pengen menyambut suamiku, apa tidak boleh?” jawab wanita itu cepat.
“Benarkah?”
Setelah menikah, Marta bahkan tidak pernah masak untuknya. Wanita itu bahkan ke dapur hanya untuk ambil minum dan makan saja! Tapi, Aldi tak pernah mempermasalahkan karena dia memang mencintai Marta.Kini, Marta tampak gelagapan. “I—iya, ya sudah buruan bersihkan badanmu, lalu makan malam bersama, aku sudah masak, aku tunggu di ruang makan.”
Aldi menghela napas.
Tanpa basa-basi, di pun segera membersihkan diri dan menuju ruang makan.
Hanya saja, ia kembali terkejut saat menemukan sosok perempuan asing yang tampak sederhana dan anggun di sana bersama Marta.
Meski demikian, pakaiannya terkesan pasaran dan seperti seorang ART yang biasa bekerja di rumahnya.
Tapi, bukankah pembantu mereka harusnya pulang setiap sore?
“Hai, Mas? Sini makan dulu,” sapa Marta, membuyarkan lamunan Aldi.
“Dia siapa, Marta?” tanya Aldi tampak tak suka, “Apa dia pembantu baru kita?”
Perempuan yang Aldi kira pembantu hanya menunduk, sementara Marta tampak tersenyum. “Bukan, dia bukan pembantu. Dia calon istrimu, Mas. Namanya Riska,” jawabnya cepat.
“Maksudmu?”
“Kita semalam sudah bicara, bukan, Mas? Kamu minta anak, kan? Jadi, aku carikan calon istri yang bisa memberikanmu anak. Karena itu, jangan minta padaku lagi!” jawab Marta.“Yang benar saja, Marta! Pikiran kamu di mana sih?” geram Aldi.
Riska terdiam. Mendadak, dia ragu dengan pekerjaan yang harus ia jalani nantinya sebagai seorang madu.
Hanya saja, wanita sosialita di sampingnya justru tampak yakin. “Aku serius, Mas. Lusa, kalian menikah siri!”
Rahang Aldi mengeras, tercetak jelas guratan kemarahan di wajahnya. “Kamu sebenarnya mikir gak sih, Marta?” marahnya, “aku memang mau anak, tapi dari kamu dan bukan yang lain!”
“Mas, kan aku sudah bilang dari awal kalau aku tidak mau hamil. Tapi, Mas terus maksa. Ya udah, ini jalan satu-satunya kalau Mas mau memiliki anak!” ucap Marta, “nikahi Riska!”
“Oh iya, aku sudah mengurus pernikahan kalian. Kalian menikah dengan siri, lusa pernikahan kalian!”
“Gak bisa, Ta! Aku gak mau!” ucap Aldi nyalang.
“Konsekuensinya, kamu gak bisa memiliki keturunan selamanya. Ingat Mas, ibumu sudah mendesak kamu untuk memiliki anak, dan aku tidak bisa!” tegas Marta.
Brak!
Aldi memukul meja, sampai Riska terjingkat.
“Benar-benar gila kamu, Ta!”
Tanpa kata, Aldi lalu masuk ke dalam kamarnya.
Meski kemarahan pria itu bukan padanya, tapi tetap saja Riska takut.
Rasanya, dia ingin kabur dari sana. Sayangnya, Marta sudah membayar penuh uang perjanjian yang sudah digunakannya untuk kedua adiknya.
Seolah tahu pikirannya, Marta tiba-tiba menatapnya tajam. “Kamu masuk kamar saja, Riska. Tenang saja, kamu tetap akan menjadi istri kedua Mas Aldi!”
Hari ini adalah hari ulang tahun Aldi. Seperti yang sudah Marta dan Riska rencanakan jauh-jauh hari, sekarang mereka sedang sibuk menyiapkan surprise untuk suami mereka. Riska membuatkan nasi tumpeng beserta lauk pauknya, dan Marta membuat kue tart juga membuat kue lainnya. Sedangkan Aldi, dia malah ditinggal di rumah sendiri, dengan ketiga anaknya. Dari pagi Marta dan Riska sudah pergi meninggalkan rumah, dan pamit pada Aldi, kalau mereka ingin quality time berdua saja.Padahal hari ini Aldi libur. Aldi kesal, di hari spesialnya kedua istrinya malah kabur semua, memilih jalan-jalan berdua tanpa dirinya dan anak-anak. Semalam juga kedua istrinya malah diam-diam saja, biasanya tepat jam dua belas malam mereka memberikan kejutan untuk Aldi, tapi semalam sama sekali tidak ada kejutan. Semalam Aldi tidur di rumah Riska, Riska malah tidur dengan lelap sekali, setelah melakukan pergumulan panas.Sudah hampir sore, kedua istri Aldi belum ada tanda-tanda pulang. Aldi seharian jadi baby sitter
Tidak terasa rumah tangga Aldi, Marta, dan Riska kini sudah menginjak tiga tahun lamanya. Rumah tangga mereka adem ayem, tidak pernah ada masalah, Aldi pun sebisa mungkin bisa membagi waktu pada kedua istrinya, dan tentu saja dia harus adil seadil-adilnya, pada ketiga anaknya pun begitu. Mereka hidup rukun, dan bahagia.Aldi terpaksa harus memisahkan rumah kedua istrinya itu, karena tidak ingin istrinya saling cemburu, apalagi dia yang suka sembarangan bercinta di mana pun tempatnya, yang kadang membuat salah satu istrinya melihat adegan panas, dan akhirnya menimbulkan iri, juga menimbulkan rasa tidak percaya diri pada kedua istrinya. Karena mereka menganggap, Aldi lebih panas saat bermain dengan salah satu istrinya, Marta atau Riska.Aldi membuatkan rumah kedua istrinya yang saling berdekatan, bahkan bersebelahan. Dua rumah megah dan mewah dengan model rumah yang sama, tatanan ruangan yang sama, namun desain interiornya biar saja sesuai keinginan istrinya masing-masing. Setiap hari Al
Marta mengira Aldi memberi Riska sesuatu tanpa sepengetahuannya. Ternyata Aldi telah menyelamatkan bisnis keluarga Riska yang sempat bangkrut beberapa tahun. Sempat ada rasa cemburu dan iri saat tadi, namun setelah tahu apa yang Aldi bicarakan dengan Riska, akhirnya Marta sadar, kalau ia salah sudah berpikiran buruk tentang mereka.**Malam menyapa, masih dalam keadaan tenang dan penuh bahagia keluarga kecil Aldi. Tiga bayi mungil itu sudah terlelap tidur. Beruntung malam ini tiga bayi yang baru menginjak lima bulan usianya itu tidak pernah rewel. Sudah lima bulan mereka tinggal bersama dengan damai, tenang, dan penuh kebahagiaan.Selesai menidurkan si kembar, Riska keluar dari kamarnya. Terlihat Marta sedang berbincang dengan Aldi di ruang tengah sambil sedikit bercanda, bercerita tentang dulu saat pertama mereka bertemu. Mereka merajut kembali kenangan yang pernah mereka lupakan.Riska yang tadinya ingin bergabung bersama mereka akhirnya mengurungkan niatnya. Ia kembali ke kamar
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Marta dan Riska diperbolehkan untuk pulang. Riska dan Marta berunding sendiri, selagi Aldi keluar mengurus administrasi mereka.“Ris, aku ini ada Mami sama Papi, jadi Mas Aldi yang ikut pulang sama kamu,” ucap Marta.“Mbak, aku ini melahirkan normal, lagian di rumah ada Bibi kok, aku bisa dibantu Bibi dan aku juga ada Rifka, dia bisa bantuin aku, kan dia biasa ngurus anaknya tetangga kalau pulang sekolah?” ucap Riska.“Kau sangat tega pada adikmu! Biar dia sekolah, jangan suruh-suruh jadi baby sitter, Riska! Aku sudah keluarkan uang untuk sekolah dia, masa kau tega adikmu masih kerja untuk ngasuh anak orang?” celetuk Marta.“Dianya yang mau, katanya sudah sayang banget sama anaknya sebelah rumah,” jawab Riska.“Pokoknya, Mas Aldi ikut kamu saja, aku ada Bibi, ada Mami sama Papi, lagian aku kan Cuma satu bayi, kamu ngurus bayi kembar lho, Ris?”Perdebatan mereka yang membicarakan Aldi harus ikut pulang dengan siapa akhirnya didengar olah Aldi sendi
Dokter Zika langsung memeriksa keadaan Riska yang mendadak pingsan. Hanya pingsan dan tidak ada yang dikhawatirkan dengan Riska. Riska hanya kelelahan setelah melahirkan buah hati kembar sepasangnya.“Bagaimana, Dok?” tanya Aldi dengan penuh kekhawatiran.“Bu Riska hanya pingsan biasa, Pak. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nanti kalau sudah siuman, akan segera dipindahkan ke ruang perawtan,” jelas Dokter Zika.“Syukur Alhamdulillah,” ucap Aldi dengan lega.Aldi menggendong dua bayi kembarnya. Di tangan kananya ia menggendong bayi laki-laki yang keluar pertama, dan di tangan kirinya ia menggendong bayi perempuan. Sepasang bayi yang tampan dan cantik itu membuat Aldi bersyukur dan meneteskan air mata saat Mengadzaninya.Aldi meminta pihak rumah sakit ruangan Riska dan Marta disatukan. Ia ingin menjaga kedua istrinya itu, apalagi ia sudah berjanji akan berlaku adil pada mereka.Riska sudah dipindahkan di ruang perawatan, ia bersama dengan Marta. Aldi begitu bahagia mendapatkan tiga an
Marta dan Riska saling bertatapan mendengar keputusan Aldi yang tiba-tiba berubah. Riska tidak mepermasalahkan jika dirinya yang diceraikan Aldi, karena dalam perjanjijannya memang dia yang harus pergi setelah empat puluh hari melahirkan anaknya Aldi. Meskipun nantinya Riska akan merindukan anak-anakanya yang ia tinggalkan bersama Marta dan Aldi, bahkan ia akan merindukan manjanya Aldi saat bersama dengannya, karena Riska sudah jatuh cinta dengan Aldi sejak lama.Namun, ia tidak berani menyatakan cintanya pada Aldi. Ia menyembunyikan perasaannya di hati yang paling dalam. Ia tidak mau merusak perjanjiannya dengan Marta. Apalagi Marta sudah mewujudkan impian Rifka untuk sekolah di SMA favoritnya, begitu juga dengan Rafka yang ingin masuk di SMP favoritnya. Kedua adiknya bisa sekolah karena Marta yang membiayainya, dengan ia menjadi adik madunya Marta.“Tidak ada perempuan yang ingin hidup dalam satu atap ada tiga cinta, Mas. Kalaupun mau, itu ada sebuah kesepakatan. Aku memang sudah me
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments