Menatap penampilan Queen malam ini, yang hanya mengenakan hotpants dan tanktop model crop, yang jika Queen mengangkat tangannya sedikit saja akan membuat pusarnya kelihatan, ternyata mampu membuat Ageng menjadi semakin pusing.Ageng sadar, jika perempuan yang halal untuk disentuh di depannya itu tidak bermaksud untuk menggodanya. Karena saat ini Queen sudah menutup tubuhnya dengan selimut. Tampaknya Queen marah karena Ageng menghentikan permainannya dengan paksa.“Maaf, aku hanya ingin kau segera istirahat. Karena besok pagi-pagi sekali kita sudah harus terbang ke Bali.” Ageng mencoba memberi alasan agar, Queen bisa diajak kerja sama dengan baik.Queen yang awalnya sudah merebahkan tubuh di kasur empuk berukuran king size itu, saat ini kembali dalam posisi duduk sambil menatap Ageng.“Kamu pergi berdua dengan Davianna saja, aku akan sembunyi di tempat kosku. Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan,” ucap Queen sambil mengucek matanya yang sudah mengantuk.Meskipun sadar jika pe
Tatap mata Queen ke kanan dan ke kiri memperhatikan seisi bandara, seperti sedang mencari seseorang. Namun, sedari tadi tidak dia temukan juga. Hal itu sampai membuat langkah kaki Queen jadi melambat. "Apa yang kau cari?" tanya Ageng sambil meraih tangan Queen yang berada di belakangnya seolah mengajak agar lebih cepat karena mereka hampir saja terlambat. "Di mana Davi?" tanya balik Queen yang masih tetap mencari-cari. "Davi nanti berangkat bersama teman-temannya. Aku langsung bertemu dengannya di Bali. Dia itu seorang artis, tentu tidak mau ambil risiko ...." "Ketahuan kalau berlibur dengan suami orang?" tanya Queen memotong kalimat Ageng. Kata demi kata yang terlontar dari mulut Queen terdengar seperti sebuah sindiran. "Saya rasa kita tidak perlu membahas hal itu, karena kita tahu apa yang sebenarnya telah terjadi." Ageng tidak terima jika gadis yang dia cintai, diberi nilai buruk oleh orang lain, termasuk oleh wanita yang saat ini telah berstatus sebagai istrinya. Queen mence
Baik Ageng maupun Queen, keduanya kurang tidur semalam. Bukan karena menghabiskan malam seperti pasangan pengantin baru lainnya, tetapi mereka menghabiskan malam dengan cara masing-masing di tempat yang berbeda pula. Selama perjalanan menuju ke Bali, pasangan pengantin baru itu terlelap tidur.Tidur sebentar di pesawat, lalu kini Ageng dan Queen melanjutkan tidur di dalam mobil yang akan membawa ke villa yang sudah di sewa oleh keluarga Wardana untuk mereka berbulan madu. Jika dalam keadaan sadar mereka berusaha untuk menjaga jarak, berbeda saat tertidur lelap. Queen terlihat begitu nyenyak bersandar di dada bidang Ageng. Sementara itu tanpa sadar, lengan kekar Ageng memeluk tubuh Queen, seolah ingin menunjukkan jika dirinya ingin selalu bisa melindungi istrinya.Saat mobil telah berhenti, Queen dan Ageng terlihat salah tingkah saat menyadari posisi tidur mereka yang begitu dekat dan sangat intim. Tidak ingin terlalu banyak drama, Queen pun segera keluar dari mobil, dan mengambil bara
Ageng tidak menatap Queen yang sedang menikmati steak tenderloin dengan saus lada hitam yang dipesannya.“Sepertinya kau penikmat steak?”“Sayang saja makanan seenak ini tidak dinikmati,” sahut Queen sambil terus menikmati hidangan yang tersaji di hadapannya. Percakapan dengan Ageng bukanlah sesuatu yang harus dia tanggapi dengan serius.“Ya, biasanya kau makan di warung pinggir jalan.” Merasa diabaikan oleh Queen membuat timbul sikap arogan dan merendahkan dari Ageng.“Kamu pernah makan nasi kucing di angkringan?” Bukan merasa direndahkan, justru Queen ingin berbagi pengalaman makan di tempat yang biasanya digunakan oleh kaum buruh dan pekerja kelas bawah.“Tidak,” sahut Ageng yang membayangkan saja sudah enggan. Makan di pinggir jalan yang mungkin kebersihan dan privasinya kurang terjaga.“Jangan bilang di sana akan mencium bau orang-orang miskin, karena kau justru akan mencium kebahagian.”Ageng menatap heran ke arah Queen yang sepertinya sudah terbiasa makan di tempat seperti itu.
“Halo Queen, sayang!” sapa Laras saat melakukan panggilan video dengan menantunya.“Halo, Tan … Ma!” Hampir saja Queen salah memanggil Laras dengan sebutan ‘tante’ padahal sejak sebelum menikah, sang ibu mertua sudah mewanti-wanti agar Queen memanggilnya mama.Queen terlihat gugup saat menghadapi Laras, bukan hanya karena belum terbiasa dan akrab dengan ibu mertuanya, tetapi ada perasaan hangat di hatinya saat mendengar seseorang memanggilnya dengan embel-embel ‘sayang’. Sesuatu yang tidak pernah Queen rasakan sebelumnya, apalagi dia mendengar suara Laras yang terdengar begitu tulus.“Kamu sakit?” tanya Laras saat melihat mata lelah Queen yang sepertinya kurang tidur.“Nggak, Ma! Hanya capek karena perjalanan jauh,” jawab Queen dengan berhati-hati. Bagaimana pun Ageng sudah membayarnya dengan jumlah uang yang tidak sedikit, tentu dia harus bersikap professional agar sandiwara mereka tidak terbongkar.“Ageng di mana?”“Lagi mandi, Ma!” jawab Queen sambil mengalihkan pandangannya tertuj
Dengan menggunakan mobil yang telah dia sewa selama berada di Bali, Ageng mendatangi tempat yang sudah dia sepakati dengan Davianna. Ageng tidak bermaksud mengabaikan perasaan sang mama begitu saja, hingga memilih untuk melanjutkan sandiwara yang telah dia mulai.Mungkin benar kata pepatah, cinta itu buta, dan mungkin benar juga kata Agnes Monica jika cinta itu tidak ada logika. Buktinya Ageng dan Davianna, dua sosok yang tidak diragukan kecerdasannya, tetapi limbung saat berhubungan dengan cinta.Bagi Ageng saat ini kebahagiaan Davianna adalah segalanya. Sebagai kekasih dia harus berusaha untuk selalu memberi dukungan atas segala keputusan dan citta-cita Davianna. Tidak ada salahnya memiliki istri yang cantik dan berpendidikan, apalagi untuk posisinya yang merupakan CEO baru di perusahaan keluarga. Tentu memiliki pasangan yang cantik dan berkelas akan membuatnya semakin bangga saat bertemu dengan para klein.Melihat sang kekasih masih asik bersama teman-temannya membuat Ageng tidak b
Suara tembakan menyapa gendang telinga Ageng saat memasuki kamarnya. Lagi dan lagi dia melihat Queen yang sedang asik bermain game. Sungguh seru, karena sampai membuat gadis itu bukan hanya tertawa tetapi juga mengeluarkan kata-kata kasar saat berhasil mengenai sasarannya. Saking asiknya bermain game, Queen tidak menyadari kedatangan Ageng. Bahkan saat Ageng sudah berdiri tepat di belakangnya, Queen masih terus bermain.“M*mpus!” ucap Queen saat dia bisa tepat menembak lawan.“Main sama siapa?” tanya Ageng dengan suara lirih tepat di telinga Queen.Queen yang kaget hampir saja terjatuh seandainya Ageng tidak segera memeganginya dengan erat. Ageng terlihat begitu menikmati saat-saat kebersamaan dengan Queen yang begitu dekat. Bahkan tanpa sadar dia berusaha mendekatkan kepalanya untuk bisa melabuhkan sebuah kecupan.Suara deheman yang keluar dari mulut Queen menyadarkan Ageng dari keinginan yang sebenarnya sangat dia hindari. Davianna belum terbang ke London, tetapi berada dalam satu
Acara bulan madu yang bagi Queen hanya membuang waktu dan juga uang akhirnya selesai juga. Saat ini Ageng dan Queen sedang meninggalkan bandara menuju ke apartemen milik Ageng.“Di mana kamarku?” tanya Queen sesaat setelah memasuki unit apartemen milik Ageng. Dari wajahnya terlihat gurat lelah setelah perjalanan jauh.“Kamarmu yang itu,” jawab Ageng sambil menunjuk salah satu kamar yang ada di unit apartemennya.Tanpa banyak bicara, Queen segera menarik koper miliknya menuju kamar yang ditunjuk oleh Ageng. Yang ada dalam pikiran Queen saat ini hanyalah merebahkan tubuhnya sebelum nantinya dia akan ke rumah keluarga Wardana untuk bertemu dengan mertuanya.Ageng hanya mengernyitkan dahinya seolah tidak percaya dengan sikap yang ditunjukkan oleh Queen. Sikap tidak peduli yang terasa begitu mengiris harga dirinya. Meskipun pernikahan mereka tidak di dasari oleh rasa cinta, tetapi sebagai seorang suami, dia tetap bertanggung jawab dengan memberikan nafkah untuk Queen. Jadi tidak ada salahn