Celine duduk gelisah di ruang tamu, menunggu kedatangan Darwin. Jantungnya berdegup kencang, tak tahu apa yang akan dibicarakan kakaknya. Beberapa menit kemudian, suara mobil berhenti di depan rumah, membuatnya spontan berdiri. Pintu terbuka, dan Darwin masuk dengan langkah tegap. Tatapannya tajam, ekspresinya sulit ditebak. "Duduk," perintahnya singkat. Celine menurut, menunggu dengan napas tertahan. Darwin menatapnya lekat. "Apa hubunganmu dengan Abizar?" Celine terkejut dengan pertanyaan langsung itu. "H-Hubungan apa?" Darwin mendengus. "Jangan bohong, Celine. Aku tahu ada sesuatu di antara kalian." Celine mengerutkan kening, merasa heran dengan pertanyaan kakaknya. "Kan Kakak yang menyuruhku mengambil proyek kerja sama dengan
Celine mengusap wajahnya dengan frustasi. Berurusan dengan Abizar Yazed? Itu sama saja dengan melemparkan dirinya ke dalam mulut harimau. Pria itu terlalu licik, terlalu penuh tipu daya, dan yang lebih buruk—terlalu menggoda. "Baiklah, cukup bicara soal itu. Aku harus pergi sebelum Darwin benar-benar pulang dan mengira aku ikut campur terlalu jauh dalam urusan kalian," ujar Ayana yang pergi meninggalkan mereka kembali ke kamarnya, ekspresinya serius. "Dan Abizar, jangan berbuat macam-macam. Aku serius." Abizar hanya mengangkat alis, senyum jahilnya tak berkurang sedikit pun. "Aku? Berbuat macam-macam? Oh, Nyonya Darwin, kau benar-benar salah menil—" "Ya, ya, simpan akting tak berdosamu itu untuk orang lain!" potong Ayana sebelum pergi ke kamarnya. "Celine, jangan biarkan dia menggodamu lagi!" Celine menghempaskan diri ke sofa dengan napas panjang. Percakapan barusan dengan Ayana masih t
Celine menghela napas, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih belum stabil setelah kejadian barusan. Abizar benar-benar membuatnya kehilangan kendali, dan sekarang, dengan Ayana duduk di depannya sambil bertanya dengan nada serius, ia harus kembali ke realita. "Celine? Kau mendengar pertanyaanku, kan?" Ayana menyipitkan mata, memandangnya penuh selidik. "Kau baik-baik saja?" Celine buru-buru mengangguk. "Tentu saja. Aku hanya... sedikit kaget. Maksudku, Kak Darwin baru pulang besok, kan? Jadi kenapa kau panik begitu?" Ayana melipat tangan di dada. "Karena aku tahu kau dan Abizar tidak bisa dibiarkan berduaan terlalu lama. Buktinya tadi, aku hampir kebobolan!" Abizar yang duduk di seberang meja hanya terkekeh santai, menyilangkan kaki dengan ekspresi tak berdosa. "Kau terlalu khawatir, Nyonya. Aku hanya ingin memastikan Celin baik-baik saja. Tidak lebih, tidak kurang." "Tentu saja Celin pasti baik-baik saja," gumam Ayana, me
"Kalau kau belum ingat juga, aku akan menunjukkan sesuatu yang pasti akan membantumu mengingatnya," bisik Abizar, jari-jarinya usil mengelus paha Celine. Celine menepis tangan Abizar, tapi hanya sedikit. "Jangan macam-macam! Aku curiga kau menyimpan sesuatu... sesuatu yang sangat pribadi milikku?" Suaranya sedikit gemetar, campuran rasa malu dan gairah. Abizar terkekeh rendah, suaranya berat dan sensual. "Ada di mobilku. Dan aku yakin, melihatnya akan membuatmu mengingat semuanya dengan sangat jelas." Ia sengaja menggeser tubuhnya, membuat tubuhnya bersentuhan dengan Celine. Celine mendesah pelan, tubuhnya menegang. "Yaaak! Kau ini! Bicaramu... mesum sekali!" Ia mencoba mendorong Abizar, tapi gerakannya justru membuat tubuh mereka semakin erat bersentuhan. "Menyingkirlah! Sangat sesak... dan panas..." Gerakannya tak terkendali, membuat Abizar semakin tegang. Abizar menahan napas, suaranya serak menahan gairah. "Jangan banyak bergerak, Celine... kau membuatku... sangat tegang..
Satu jam lebih Abizar menunggu Celine yang belum juga turun. Matanya, tajam dan tak berkedip, menatap lantai atas. Tanpa basa-basi, ia berjalan menaiki tangga dengan langkah tegap dan pasti. Bob dan Will, yang berdiri tak jauh darinya, ingin melarang, namun sebelum mereka sempat bersuara, Abizar berkata dengan suara berat dan lantang, menghentikan mereka seketika. "Satu langkah, nyawa kalian akan melayang." Abizar melangkah dengan santai, namun elegan, menuju kamar Celine. Namun langkahnya terhenti ketika Ayana berdiri di ujung tangga, menghalangi jalannya. "Abizar Yazed! Kamu tidak boleh masuk ke kamar Celine! Nanti aku adukan ke Darwin!" Ayana berkata dengan mata melotot dan tangan di pinggang, sebuah pose yang bagi Abizar terlihat lucu. Tanpa ragu, Abizar mengeluarkan kotak perhiasan—sebuah kotak beludru merah tua berisi sebentuk berlian The Constellation, s
Celine mengepalkan tangannya, jantungnya berdebar—bukan karena takut, tapi karena excited yang tercampur sedikit panik. "Cih! Mana berani dia kesini menjemputku," gumamnya, suaranya terdengar seperti tawa halus yang diredam. Celine keluar kamar, aura keanggunannya tak terbantahkan, meski dipadu dengan ekspresi slight sassy. Ia mencari Will, bodyguard-nya yang lebih mirip model iklan parfum. "Will, cepatlah kesini. Aku membutuhkanmu," teriak Celine. Will, yang tengah bergosip—mendapatkan gosip terbaru tentang hubungan asmara kepala koki dan tukang kebun—langsung berlari kecil, kemeja putihnya sedikit kusut. "Nona Celine! Ada apa, Nona?" tanyanya, napasnya sedikit tersengal. "Hey, kau. Siapkan jas termahalmu—yang aku belikan, ingat?—temani aku bertemu Abizar malam ini."