Mayumi gagal pulang karena Frans tidak memberinya jalan untuk pulang. Mayumi terpaksa bermalam di rumah ini dengan alasan sudah sangat larut dan juga membutuhkan ongkos untuk keluar dari sini.
Pagi harinya, Mayumi sudah bersiap. Dia pergi mandi sekitar pukul lima pagi dan untungnya tersedia air hangat di kamar mandinya. Huh! Sungguh rumah yang begitu mewah seperti hotel bintang lima.Mayumi memakai pakaian sudah disediakan oleh para pelayan. Tadi, Mayumi sempat heran saat sedang memakai baju, pasalnya pakaian yang disediakan oleh pelayan begitu pas dengan tubuhnya, termasuk pakaian dalam. Bukankah tidak akan nada yang tahu berapa ukurannya kecuali sudah membukanya? Eum, atau mungkin harus memegangnya untuk mengetahui ukurannya?Ais, sial! Mayumi menggetok kepalanya yang berpikiran ngawur.Mayumi berdiri di depan cermin sambil menata rambut panjangnya. Semalam tampilannya pasti sangat kacau. Mayumi tidak bisa membayangkan bagaimana kondisinya semalam, pasti wajahnya sangt mengerikan. Sisa air mata karena sudah dipecat bahkan masih terasa sampai saat ini.“Mereka pikir aku akan dengan mudah disentuh? Cih! Aku bukan Wanita murahan. Meski kalian membayarku, bukan berarti para pengunjung bisa menyentuhku seenaknya.” Mayumi terus mengoceh sambil mengatur poninya. Ia ikat kucir kuda dan membiarkan beberapa helai rambut di bagian pelipis terurai menemani poninya yang Panjang sebatas alis.Tok! Tok! Tok1Suara ketukan pintu refleks membuat Mayumi menoleh. Mayumi tertegun diam sampai seseorang yang mengetuk pintu di luar sana bersuara.“Nona sudah di tunggu Tuan Frans.”Mayumi melihat jam yang menggantung di dinding. Ini masih pukul enam, dan orang itu sudah ingin menemuiku?“Ya, tunggu sebentar,” sahut Mayumi.Mayumi sempat bercermin lebih dulu sebelum melenggak membukakan pintu. Meski tidak tahu untuknya apa harus berdandan, tapi Mayumi memang dasarnya tipe orang yang suka kerapian.“Tuan Frans sudah menunggu di ruang makan,” kata Liana.Mayumi mengangguk saja dan mengikuti kemana Liana melangkah. Sepanjang perjalanan, lagi-lagi Mayumi tidak berhenti mengagumi tempat ini. Dan tunggu! Mayumi tiba-tiba berhenti. Ada apa di ruang makan? Mayumi mendadak bertanya-tanya. Mungkin keluarga besar sedang sarapan?“Nona?” tegur Liana saat melihat Mayumi terdiam dan berhenti melangkah.“Nona?” sekali lagi Liana menegur.“Eh, iya, maaf.” Mayumi menganggur dan meringis.Mereka berdua kembali berjalan menuju ruang makan. Dan Ketika sampai di sana, semua tidak sesuai tebakan Mayumi. Tidak ada banyak keluarga di sini. Mayumi melihat Frans duduk sendiri di dampingi para pelayan dan pengawalnya yang tegak berdiri tidak jauh.Pelayan sebanyak ini hanya melayani satu orang saja? Sungguh?“Kenapa diam saja di situ?” ucap Frans. “Pelayan sudah memasak banyak untukmu.”“Untukku?” Mayumi menaikkan kedua alis dan menunjuk bagian dadanya sendiri.Frans membuang napas lantas membuang mata jengah.“Silakan, Nona.” Pelayan lain mempersilakan Mayumi untuk segera ikut duduk.Ragu-ragu Mayumi akhirnya duduk. “Terimakasih.”Setelah Mayumi duduk, para pelayan pergi, pun dengan para pengawal berjas hitam yang wajahnya tampak sangar-sangar itu. Mayumi sempat heran, tapi setidaknya dengan begitu Mayumi bisa dengan leluasa bicara dengan pria aneh di hadapannya ini.Suasana tampak tenang. Frans tampak menikmati sarapannya, ia bahkan tidak toleh sana-sini selain sesekali mengecek ponselnya. Sementara Mayumi, dia dengan ragu mulai memakan roti selai di hadapannya. Sejujurnya Mayumi tidak terlalu suka dengan roti, ia lebih memilih makan sup atau pasta jika ada.“Kenapa tidak kamu makan?” tanya Frans seraya mengusap bibirnya dengan tisu.Mayumi tersenyum kecut lalu menggigit ujung roti itu.Frans kembali melengos dan menatap layar ponselnya lagi. Mayumi tidak mau terlalu peduli, yang ia utamakan saat ini adalah mengisi perutnya meski hanya dengan roti selai. Saat Mayumi sedang mengunyah rotinya seraya menunduk, diam-diam Frans sedang mengamatinya. Tidak terlalu jelas, tapia da senyum tipis di sana saat melihat Mayumi makan sambil sedikit mennggoyang-goyangkan kepalanya.“Tidak buruk juga. Ternyata rotinya enak,” celetuk Mayumi yang tidak sadar kalau ucapannya itu didengar oleh Frans.“Pengawalku akan mengantarmu pulang,” ucap Frans.Mayumi spontan mendongak. Mendengar kata pulang, wajahnya langsung berbinar. Sudah dari semalam Mayumi tidak tenang karena meninggalkan ibunya sendirian di rumah. Semalam, Mayumi hanya sekedar menelpon,memberi alasan kalam malam ini tidak bisa pulang karena harus lembur. Tidak seharusnya Mayumi berbohong, tapi hanya itu alasan yang Mayumi punya,“Tapi dengan satu syarat.”Degh! Mayumi yang hendak kembali menggigit rotinya urung dan terpaksa menelan ludah saat itu juga.“Apa maksud Tuan?” tanya Mayumi.Frans tersenyum miring seperti sedang merencanakan sesuatu. Pria itu meneguk minumannya sebelum kembali bicara. Ia seolah sengaja membiarkan Mayumi terbengong seperti orang bodoh sebelum menjelaskan apa maksudnya. Setelah satu gelas susu sudah habis, Frans kembali tersenyum menatap Mayumi.Apa dia sedang mempermainkan aku?Mayumi mengerutkan dahi dan mulai tidak sabar karena pria di hadapannya itu tidak kunjung bicara.“Katakan apa maksud kamu?” tanya Mayumi lagi dengan nada sedikit ada penekanan.Frans masih tersenyum miring. “Tidak usah takut begitu. Aku tidak akan mencelakai kamu.”Mayumi tertegun. Ini bukan soal takut atau celaka, melainkan permainan apa yang direncanakan maksudnya.“Aku hanya butuh bantuan kamu.”“Bantuanku?” kening Mayumi kembali berkerut. “Apa maksudnya?”“Tidak susah, kamu hanya perlu menjadi istri palsuku.”“Apa!” Mayumi spontan berdiri hingga kursi yang ia duduki terpental ke belakang. “Jangan main-main kamu.”Dengan santainya Frans masih duduk dan bisa tersenyum. Padahal disini, Mayumi sudah mulai gemetaran dan berpikiran macam-macam.“Aku tidak main-main. Aku serius,”Brak!Mayumi menggebrak meja cukup kuat. Kedua matanya kini membulat sempurna dan badannya sedikit mencondong. “Sejak kapan pernikahan palsu bukan hal main-main. Gila kamu ya!”“Tidak perlu berteriak begitu.” Frans ikut berdiri lantas duduk pada ujung meja. “Aku tahu kamu baru saja dipecat dari pekerjaanmu. Dan aku tahu, mencari pekerjaan itu sangat sulit.”Mayumi perlahan berdiri tegak dan perlahan mundur. “Dari mana kamu tahu hal itu? Apa kamu menguntitku?”Frans turun lalu melangkah mendekat sambil tangannya menyapu tepian meja. Ia tersenyum dan sedikit mendengkus. Ketika sudah lebih dekat dengan posisi Mayumi, Frans lansung lebih mendekatkan wajah.“Aku tidak harus menguntit kamu hanya untuk mencari informasi tentangmu. Di sini aku hanya ingin menawarkan kerja sama dengan kamu. Kamu bisa mendapatkan uang hanya dengan menjadi istri palsuku.”Memang sejak kapan ada istilah istri palsu? Sungguh tidak masuk akal, tapi … saat ini memang Mayumi sedang membutuhkan pekerjaan. Mayumi tidak meungkin menganggur sedangkan ibu butuh biaya untuk membeli obat.“Bagaimana?” frans kembali menunduk lebih dekat dengan wajah Mayumi.Mata berlensa biru itu seperti sudah menghipnotis Mayumi sampai tertegun diam dan sedikit melompong.***Mayumi tidak pernah tahu bagaimana kehidupannya akan berjalan. Dia hanya selalu berharap bisa memiliki banyak uang supaya bisa meringankan beban ibunya. Dua tahun lalu hidupnya tercukupi karena sang ayah masih bertanggung jawab, tapi setelah ibu sakit-sakitan ayah pergi bersama Wanita barunya. Saat itu Mayumi benar-benar terpuruk karena harus menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Segala hal telah Mayumi lakukan demi mendapatkan uang. Andai dulu tidak ikut ayah pindah ke sini, mungkin Mayumi tidak akan sesial sekarang.Apakah kesetiaan orang akan diuji saat pasangannya sakit?Mayumi tidak menyalahkan ayah saat pergi bersama Wanita lain. Jika itu ayah kandungnya, tidak mungkin melakukan hal itu, bukan? Dan pada kenyataanya pria itu hanyalah ayah tiri yang kebetulan menikahi ibu saat menjadi turis di jepang. Pertemuan yang sangat konyol! Mayumi heran kenapa dulu ibu dengan mudahnya mau menerima pinangan pria itu yang pada akhirnya membawa kehidupan menyedihkan di negara orang.“Ada apa May
Sampai malam hari, Mayumi tak kunjung menemukan tempat kerja. Dia sampai kelelahan dan lupa makan. Tubuhnya yang lemas, sudah berkeringat dan terasa sangat lengket. Jika ada yang tanya kenapa tidak melamar pekerjaan di tempat yang lebih pasti? Misalnya perkantoran, pabrik atau sejenisnya? Maka Mayumi akan menjawab. “Aku datang kesini tidak membawa apa pun selain perlengkapan resmi dan pakaian.”Selain itu, Mayumi hanya lulusan sekolah menengah atas yang memang akan kesulitan untuk masuk ke tempat perkantoran. Dan itu sangat mustahil. Sungguh bodoh!“Sekarang harus apa?” desah Mayumi.Mayumi memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam lalu menghadap ke langit. Ia lihat tidak begitu banyak bintang di atas sana. Mungkin sedikit mendung.Sekitar pukul Sembilan malam, Mayumi memutuskan untuk pulang. Entah sampai kapan Mayumi membohongi ibunya tentang dirinya yang sebenarnya sorang pengangguran.“Aku akan jelaskan nanti,” celetuk Mayumi sambil beranjak.Di tempat lain, orang yang kemarin
Sudah sekitar satu minggu, Frans tidak kembali ke rumah keluarga besarnya. Dia memilih tinggal di rumah warisan kakeknya yang jauh dari keramaian. Dia hanya tinggal bersama para pelayan dan pengawalnya saja. Frans turun dari mobil di sambut dua pengawal rumah. Ketika sudah berdiri sambil menarik kemejanya lebih rapi dan menyugar rambutnya, Frans meminta dua orang itu untuk segera menyingkir. Setelah itu, Frans berkedip meminta Leo dan Tom berjalan di belakangnya.Sampai di depan anak tangga menuju pintu masuk, Frans berdiri sambil mendongak memandangi bangunan rumah di hadapannya itu.“Untuk apa juga aku datang ke sini?” decak Frans. “Cih, bukankah sudah ada putra kesayangan juga?”Frans menarik napas lalu menaiki tangga bersamaan dengan napasnya yang berembus cepat. Suara tapak sepatunya bergema membuat suasana mendadak tegang dan tidak nyaman bagi dua orang yang ada di belakang Frans. Mereka tidak yakin kalau Tuannya sudah datang ke rumah ini, karena biasanya akan ada perdebatan.D
Di ruang tamu rumahnya, Mayumi sedang duduk menghadap ke arah jendela yang terbuka seraya bersandar pada dinding sofa. Dua matanya yang indah tengah menatap bunga mawar yang baru saja mekar di luar sana. Dahannya yang sebesar jari kelingking tampak bergoyang-goyang saat angin melintas.Mayumi mengagumi keindahan itu, meski angin terus menerpanya tapi bunga itu tetap berdiri kokoh. Harusnya Mayumi bisa sekuat itu, tapi bagaimana jika angin itu lebih kencang? Siapa yang akan sanggup berdiri mempertahankan posisinya?Mungkin hak itu yang sedang Mayumi rasakan saat ini. Tidak memiliki teman, tidak memiliki pekerjaan, sementara kebutuhan seolah mengejar-ngejarnya.“Kamu tidak kerja hari ini?”Suara lembut dan lebah dari arah belakang membuat Mayumi spontan menoleh. Mayumi tersenyum lantas mempersilakan sang ibu ikut duduk. Sebenarnya ibu sudah membaik, beliau sering sakit hanya saat belum bisa melupakan sang suami yang tega pergi bersama Wanita lain. Saat itu ibu sangat terpukul dan sering
Mayumi sudah tersenyum getir sedari tadi. Dia merasa tidak nyaman dalam situasi seperti ini. Tatapan Frans yang aneh, juga membuat Mayumi ingin segera angkat kaki saat ini juga. Namun, bukan itu tujuan Mayumi. Mayumi datang untuk menemui seseorang yang pastinya bukan Frans. Lalu, ada hubungan apa di antara Frans dan Nyonya Sarah? Kenapa bisa satu meja?Berbagai macam pertanyaan mulai muncul.“Kamu baru datang?” tanya Sarah.Mayumi mengangguk. Ia masih mencoba untuk tersenyum mencoba bersikap biasa saja. Ketika matanya sempat melirik ke arah Frans, Mayumi sedikit membelalakkan mata lalu menunduk dengan cepat. Tatapan Frans dan senyumnya yang miring, membuat Mayumi bergidik ngeri.“Apa kalian sudah saling mengenal?” tanya Sarah.Mayumi mengangkat wajah, ia tatap lebih dulu Nyonya Sarah lalu perlahan menatap Frans. Ia kemudian menelan ludah, saat lagi-lagi Frans tersenyum padanya.“Memang siapa dia? Wajahnya sangat aneh!” cibir Frans. Ia mendecih dan menjulingkan mata lalu meraih segelas
Mayumi ragu saat ingin mengatakan tentang pekerjaan yang ia dapatkan pada ibunya. Dan juga, jika Mayumi memang bersedia menerima pekerjaan itu, maka ia harus bersedia pindah ke rumah mereka. Apa yang harus Mayumi katakana? Jika Mayumi pergi, ibu akan sendirian di rumah.“Apa ada yang salah?” tanya Hana. Hana duduk di samping Mayumi. Dari raut wajah Mayumi yang termenung, Hana pikir ia gagal mendapatkan pekerjaan.“Tidak apa kalau kamu belum mendapatkan pekerjaan,” ucap Hana sambil mengusap lengan Mayumi.Mayumi spontan menoleh, ia tatap wajah ibunya lalu tersenyum. Sebuah senyum yang manis dan tulus, tapi menunjukkan ada sesuatu kebimbangan di dalamnya.Mayumi menarik napas dalam-dalam sebelum mulai bicara. “Aku sudah mendapatkan pekerjaan,” ucapnya.“Sungguh?”Reaksi antusias itu membuat Mayumi tersenyum getir. Ia senang, tapi bagaimana dengan ibu yang akan di sini sendirian?Hana merasa ada yang aneh karena putrinya itu tidak menunjukkan kalau sedang senang mendapatkan pekerjaan. B
Mayumi tidak menyangka kalau di rumah ini begitu banyak pelayan. Mungkin ada sekitar lima pelayan Wanita dan dua pelayan pria. Jumlah pelayannya tidak jauh berbeda dari rumah yang pernah Mayumi kunjungi di hutan pinus waktu itu. Mereka sudah dibagi tugas masing-masing sementara Mayumi masih belum tahu harus apa pagi ini karena sejak semalam ia belum bertemu dengan Nyonya Sarah. Mereka orang sibuk yang pastinya akan tidak ada waktu untuk sekedar menyapa pelayan baru. Its okay, itu tidak masalah untuk saat ini, yang terpenting sudah mendapatkan pekerjaan.“Kamu pelayan baru?” tanya seorang Wanita yang baru saja ke luar dari dalam kamar mandi. Wanita itu kemungkinan berumur tiga puluh tahunan. Dua pelayan berada dalam satu kamar dengan Mayumi.Mayumi mengangguk. “Salam kenal.” Kemudian Mayumi membungkukkan badan memberi hormat perkenalan.Dia tersenyum lalu mengulurkan tangan. “Aku Emely. Siapa namamu?”Mayumi tersenyum dan segera membalas jabatan tangan itu. “Aku Mayumi.” Sekali lagi Ma
Sampai semuanya berangkat dengan keperluan masing-masing, Frans belum juga datang. Jeff yang mulai kesal hanya bisa berdecak usai menyelesaikan sarapannya.“Anakmu itu memang benar-benar keterlaluan!”Sarah melengos membuang mata jengah. “Dia kan memang begitu. Tenanglah, nanti juga sampai di sini.”“Untuk apa paman memaksa kalau memaksa? Frans itu pria yang susah diatur!” Drako ikut bicara.“Diamlah!” Rachel menyikut lengan putranya itu supaya tidak ikut bicara.Drako langsung mendengkus kemudian meraih tasnya dan menyeret lengan Jessy. Dia pergi begitu saja tanpa pamit. Jessy yang kala itu ingin menghabiskan minumannya jadi urung, untung saja gelas yang sempat ia pegang tidak terjatuh.“Dia juga ingin bicara, kenapa kamu melarangnya,” ucap Johny. “Drako juga bicara sesuai fakta kan? Kalau Frans memang susah diatur.”Jeff meneguk habis minumannya lalu beranjak. Sesungguhnya ia lelah sekali menghadapi iparnya yang tidak tahu diri itu. Dia sudah menumpang, tapi bicara seolah dia tuanny