Share

Bagian 4

Mayumi gagal pulang karena Frans tidak memberinya jalan untuk pulang. Mayumi terpaksa bermalam di rumah ini dengan alasan sudah sangat larut dan juga membutuhkan ongkos untuk keluar dari sini.

Pagi harinya, Mayumi sudah bersiap. Dia pergi mandi sekitar pukul lima pagi dan untungnya tersedia air hangat di kamar mandinya. Huh! Sungguh rumah yang begitu mewah seperti hotel bintang lima.

Mayumi memakai pakaian sudah disediakan oleh para pelayan. Tadi, Mayumi sempat heran saat sedang memakai baju, pasalnya pakaian yang disediakan oleh pelayan begitu pas dengan tubuhnya, termasuk pakaian dalam. Bukankah tidak akan nada yang tahu berapa ukurannya kecuali sudah membukanya? Eum, atau mungkin harus memegangnya untuk mengetahui ukurannya?

Ais, sial! Mayumi menggetok kepalanya yang berpikiran ngawur.

Mayumi berdiri di depan cermin sambil menata rambut panjangnya. Semalam tampilannya pasti sangat kacau. Mayumi tidak bisa membayangkan bagaimana kondisinya semalam, pasti wajahnya sangt mengerikan. Sisa air mata karena sudah dipecat bahkan masih terasa sampai saat ini.

“Mereka pikir aku akan dengan mudah disentuh? Cih! Aku bukan Wanita murahan. Meski kalian membayarku, bukan berarti para pengunjung bisa menyentuhku seenaknya.” 

Mayumi terus mengoceh sambil mengatur poninya. Ia ikat kucir kuda dan membiarkan beberapa helai rambut di bagian pelipis terurai menemani poninya yang Panjang sebatas alis.

Tok! Tok! Tok1

Suara ketukan pintu refleks membuat Mayumi menoleh. Mayumi tertegun diam sampai seseorang yang mengetuk pintu di luar sana bersuara.

“Nona sudah di tunggu Tuan Frans.”

Mayumi melihat jam yang menggantung di dinding. Ini masih pukul enam, dan orang itu sudah ingin menemuiku?

“Ya, tunggu sebentar,” sahut Mayumi.

Mayumi sempat bercermin lebih dulu sebelum melenggak membukakan pintu. Meski tidak tahu untuknya apa harus berdandan, tapi Mayumi memang dasarnya tipe orang yang suka kerapian.

“Tuan Frans sudah menunggu di ruang makan,” kata Liana.

Mayumi mengangguk saja dan mengikuti kemana Liana melangkah. Sepanjang perjalanan, lagi-lagi Mayumi tidak berhenti mengagumi tempat ini. Dan tunggu! Mayumi tiba-tiba berhenti. Ada apa di ruang makan? Mayumi mendadak bertanya-tanya. Mungkin keluarga besar sedang sarapan?

“Nona?” tegur Liana saat melihat Mayumi terdiam dan berhenti melangkah.

“Nona?” sekali lagi Liana menegur.

“Eh, iya, maaf.” Mayumi menganggur dan meringis.

Mereka berdua kembali berjalan menuju ruang makan. Dan Ketika sampai di sana, semua tidak sesuai tebakan Mayumi. Tidak ada banyak keluarga di sini. Mayumi melihat Frans duduk sendiri di dampingi para pelayan dan pengawalnya yang tegak berdiri tidak jauh.

Pelayan sebanyak ini hanya melayani satu orang saja? Sungguh?

“Kenapa diam saja di situ?” ucap Frans. “Pelayan sudah memasak banyak untukmu.”

“Untukku?” Mayumi menaikkan kedua alis dan menunjuk bagian dadanya sendiri.

Frans membuang napas lantas membuang mata jengah.

“Silakan, Nona.” Pelayan lain mempersilakan Mayumi untuk segera ikut duduk.

Ragu-ragu Mayumi akhirnya duduk. “Terimakasih.”

Setelah Mayumi duduk, para pelayan pergi, pun dengan para pengawal berjas hitam yang wajahnya tampak sangar-sangar itu. Mayumi sempat heran, tapi setidaknya dengan begitu Mayumi bisa dengan leluasa bicara dengan pria aneh di hadapannya ini.

Suasana tampak tenang. Frans tampak menikmati sarapannya, ia bahkan tidak toleh sana-sini selain sesekali mengecek ponselnya. Sementara Mayumi, dia dengan ragu mulai memakan roti selai di hadapannya. Sejujurnya Mayumi tidak terlalu suka dengan roti, ia lebih memilih makan sup atau pasta jika ada.

“Kenapa tidak kamu makan?” tanya Frans seraya mengusap bibirnya dengan tisu.

Mayumi tersenyum kecut lalu menggigit ujung roti itu.

Frans kembali melengos dan menatap layar ponselnya lagi. Mayumi tidak mau terlalu peduli, yang ia utamakan saat ini adalah mengisi perutnya meski hanya dengan roti selai. Saat Mayumi sedang mengunyah rotinya seraya menunduk, diam-diam Frans sedang mengamatinya. Tidak terlalu jelas, tapia da senyum tipis di sana saat melihat Mayumi makan sambil sedikit mennggoyang-goyangkan kepalanya.

“Tidak buruk juga. Ternyata rotinya enak,” celetuk Mayumi yang tidak sadar kalau ucapannya itu didengar oleh Frans.

“Pengawalku akan mengantarmu pulang,” ucap Frans.

Mayumi spontan mendongak. Mendengar kata pulang, wajahnya langsung berbinar. Sudah dari semalam Mayumi tidak tenang karena meninggalkan ibunya sendirian di rumah. Semalam, Mayumi hanya sekedar menelpon,memberi alasan kalam malam ini tidak bisa pulang karena harus lembur. Tidak seharusnya Mayumi berbohong, tapi hanya itu alasan yang Mayumi punya,

“Tapi dengan satu syarat.”

Degh! Mayumi yang hendak kembali menggigit rotinya urung dan terpaksa menelan ludah saat itu juga.

“Apa maksud Tuan?” tanya Mayumi.

Frans tersenyum miring seperti sedang merencanakan sesuatu. Pria itu meneguk minumannya sebelum kembali bicara. Ia seolah sengaja membiarkan Mayumi terbengong seperti orang bodoh sebelum menjelaskan apa maksudnya. Setelah satu gelas susu sudah habis, Frans kembali tersenyum menatap Mayumi.

Apa dia sedang mempermainkan aku?

Mayumi mengerutkan dahi dan mulai tidak sabar karena pria di hadapannya itu tidak kunjung bicara.

“Katakan apa maksud kamu?” tanya Mayumi lagi dengan nada sedikit ada penekanan.

Frans masih tersenyum miring. “Tidak usah takut begitu. Aku tidak akan mencelakai kamu.”

Mayumi tertegun. Ini bukan soal takut atau celaka, melainkan permainan apa yang direncanakan maksudnya.

“Aku hanya butuh bantuan kamu.”

“Bantuanku?” kening Mayumi kembali berkerut. “Apa maksudnya?”

“Tidak susah, kamu hanya perlu menjadi istri palsuku.”

“Apa!” Mayumi spontan berdiri hingga kursi yang ia duduki terpental ke belakang. “Jangan main-main kamu.”

Dengan santainya Frans masih duduk dan bisa tersenyum. Padahal disini, Mayumi sudah mulai gemetaran dan berpikiran macam-macam.

“Aku tidak main-main. Aku serius,”

Brak!

Mayumi menggebrak meja cukup kuat. Kedua matanya kini membulat sempurna dan badannya sedikit mencondong. “Sejak kapan pernikahan palsu bukan hal main-main. Gila kamu ya!”

“Tidak perlu berteriak begitu.” Frans ikut berdiri lantas duduk pada ujung meja. “Aku tahu kamu baru saja dipecat dari pekerjaanmu. Dan aku tahu, mencari pekerjaan itu sangat sulit.”

Mayumi perlahan berdiri tegak dan perlahan mundur. “Dari mana kamu tahu hal itu? Apa kamu menguntitku?”

Frans turun lalu melangkah mendekat sambil tangannya menyapu tepian meja. Ia tersenyum dan sedikit mendengkus. Ketika sudah lebih dekat dengan posisi Mayumi, Frans lansung lebih mendekatkan wajah.

“Aku tidak harus menguntit kamu hanya untuk mencari informasi tentangmu. Di sini aku hanya ingin menawarkan kerja sama dengan kamu. Kamu bisa mendapatkan uang hanya dengan menjadi istri palsuku.”

Memang sejak kapan ada istilah istri palsu? Sungguh tidak masuk akal, tapi … saat ini memang Mayumi sedang membutuhkan pekerjaan. Mayumi tidak meungkin menganggur sedangkan ibu butuh biaya untuk membeli obat.

“Bagaimana?” frans kembali menunduk lebih dekat dengan wajah Mayumi.

Mata berlensa biru itu seperti sudah menghipnotis Mayumi sampai tertegun diam dan sedikit melompong.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status