Share

Bagian 5

Mayumi tidak pernah tahu bagaimana kehidupannya akan berjalan. Dia hanya selalu berharap bisa memiliki banyak uang supaya bisa meringankan beban ibunya. Dua tahun lalu hidupnya tercukupi karena sang ayah masih bertanggung jawab, tapi setelah ibu sakit-sakitan ayah pergi bersama Wanita barunya. Saat itu Mayumi benar-benar terpuruk karena harus menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Segala hal telah Mayumi lakukan demi mendapatkan uang. Andai dulu tidak ikut ayah pindah ke sini, mungkin Mayumi tidak akan sesial sekarang.

Apakah kesetiaan orang akan diuji saat pasangannya sakit?

Mayumi tidak menyalahkan ayah saat pergi bersama Wanita lain. Jika itu ayah kandungnya, tidak mungkin melakukan hal itu, bukan? Dan pada kenyataanya pria itu hanyalah ayah tiri yang kebetulan menikahi ibu saat menjadi turis di jepang. Pertemuan yang sangat konyol! Mayumi heran kenapa dulu ibu dengan mudahnya mau menerima pinangan pria itu yang pada akhirnya membawa kehidupan menyedihkan di negara orang.

“Ada apa Mayumi?” tanya Hana.

Diam-diam sudah sedari tadi Hana memperhatikan putrinya yang sedang melamun itu. Sejak pulang, Mayumi lebih banyak melamun dan suka menyendiri.

Mayumi memutar posisi duduknya menghadap ibunya. “Tidak ada apa-apa.”

Hana meraih satu kursi lantas mendudukinya. “Bagaimana dengan pekerjaan kamu?”

Mayumi tersenyum tipis. Ia membungkukkan badan lalu meraih kedua tangan ibunya. “Tentu saja baik-baik saja. Pekerjaanku lancar.”

“Maaf ibu merepotkan kamu. Kalau saja ibu tidak menikah ….”

“Shht!” Mayumi mendesis dan menggeleng. “ Tidak perlu membalas hal itu lagi. Lupakan tentang apa yang pernah terjadi.”

Sudah cukup lama pria itu meninggalkan ibu dan dirinya. Tidak penting juga sebenarnya, hanya saja Mayumi merasa kecewa karena dengan ibunya menikah lagi membuatnya tersesat di negara orang dan tidak bisa kembali pulang.  Dan perlu diketahui, mencari pekerjaan di tempat asing itu sangatlah susah. Belum lagi mereka akan mempertanyakan tentang wajah Mayumi yang khas orang Jepang.

Selesai mengobrol tidak jelas dan sang ibu, Mayumi memutuskan untuk pergi. Ia tidak mau terus-terusan menganggur seperti ini. Ketika sampai di luar kompleks perumahannya, Mayumi berjalan menyusuri trotoar yang ramai. Tidak peduli sejauh apa berjalan, setidaknya hal ini mempermudah untuk mendapatkan informasi pekerjaan. Pikirnya begitu.

“Pesangonku hanya cukup untuk makan sampai minggu depan. Aku harus jalan kaki mencari info pekerjaan.”

Sampai di sebuah restoran sederhana di pinggir jalan, Mayumi memantau keadaan. Dia berjinjit mengintip keadaan di dalam sana yang cukup ramai.

“Aku coba masuk saja,” celetuk Mayumi.

Sampai di dalam medekati meja kasir, Mayumi dihampiri salah satu pelayan. Mayumi yang celingukan seperti orang kebingungan membuat mereka—para pelayan—penasaran.

“Ada yang bisa kami bantu?”

Mayumi berdengung dan menggaruk tengkuknya. Ia gugup dan ragu untuk bicara.

“Em, maaf, apa ada lowongan pekerjaan?” pertanyaan itu lolos dari mulut Mayumi.

Dua pelayan yang berada di dekat Mayumi saling pandang beberapa saat sebelum akhirnya memasang wajah datar.

“Maaf, di sini tidak ada lowongan pekerjaan.”

Mayumi tersenyum getir lalu berbalik badan dan pergi. Entah kenapa dua pelayan itu mendadak berwajah datar dan pasi setelah Mayumi menjelaskan tujuannya datang ke sini.

“Apa ada yang salah dengan wajahku?” gumam Mayumi seraya menepuk-nepuk wajahnya untuk memastikan.

Mayumi mendengkus dan mengentak kaki dengan kesal, membuat rambutnya  yang dikuncir kuda bergoyang. Kalau seperti ini, Mayumi akan kesusahan mencari pekerjaan di sini, selain tidak memiliki teman, wajah asing juga semakin menyulitkan.

“Sial!” umpatnya sambil menendang batu kerikil di jalanan.

“Hei! Lepaskan! Jangan main-main kamu!”

Mayumi mendongak dan terksesiap Ketika mendengar suara seseorang. Menoleh ke sana sini, akhirnya Mayumi menemukan seseorang yang sedang adu mulut di seberang jalan. Satu orang Wanita terus mengoceh sambil menarik paper bag dan satu orang berjas parasut juga tengah menari paper bag itu itu juga.

Pikiran Mayumi sudah bisa menebak apa yang terjadi di sana. Dengan cepat, Mayumi berlari menyeberang jalan, dan sampai di sana, dengan cepat ia mengangkat kaki lalu menendang pria itu hingga tersungkur.

“Apa yang kamu lakukan!” hardik Mayumi sambil mengulurkan satu tangan untuk mengunci Wanita paruh baya yang berdiri di belakangnya. “Kamu mau merampok?”

Pria itu berdiri seraya mendecih. Ia mengibas dan menepuk jaketnya lantas mengerutkan bagian bibir dan hidung seperti menunjukkan sebuah kekesalan pada Mayumi,

“Tidak usah ikut campur kamu!” sentak pria itu.

Tanpa basa-basi dan banyak omong, saat Pria itu hendak maju, Mayumi sudah lebih dulu melayangkan sebuah tendangan tepat mengenai selakangan pria itu. Mayumi tidak berpikir akan melakukan hal itu, ia hanya spontan saja hingga kedua matanya sampai tertutup rapat.

“Sialan kamu!” umpat pria itu.

“Hei awas!” ibu paruh baya itu menarik  Mayumi mundur karena takut pria itu akan membalas.

Namun, sebelum pria itu berhasil maju, beberapa orang datang untuk membantu. Pria itu langsung diamankan dan di bawa ke tempat yang berwajib.

“Nyonya tidak apa-apa?” tanya Mayumi sambil memeriksa keadaan Wanita itu.

“Tidak apa-apa, aku baik-baik saja. Terima kasih.”

Mayumi bernapas lega. Meski napasnya masih naik turun tidak karuan, tapi sekarang sudah merasa aman. Mayumi pikir orang-orang akan acuh dan tidak ikut membantu, tapi ternyata masih ada yang peduli.

“Lain kali hati-hati, Nyonya. Di kota rawan kejahatan,” ujar Mayumi sambil membantu mengambil barang-barang di dalam paper bag yang sempat berjatuhan. Mayumi juga melihat kalau tas ibu itu putus di bagian talinya.

“Apa ada yang hilang?” tanya Mayumi sambil mengulurkan paper bag besar itu.

Dia menggeleng. “Tidak. Hanya tanganku sedikit luka. Sepertinya pria itu sempat mencakarku.”

“Oh!” Mayumi membulatkan mata dan melihat memang ada dua luka bekas kuku di bagian lengan kiri. “Apa sebaiknya  ke rumah sakit?”

“Tidak usah,” Wanita itu tersenyum. “Sekali lagi terima kasih sudah membantuku, aku tidak tahu apa yang terjadi kalau kamu tidak datang tadi. Kamu sanga berani.”

Mayumi langsung tersipu malu.

“Em, kalau begitu, sebaiknya aku pergi,” ucap Mayumi sambil mengangkat lengan dan mengacungkan ibu jari ke arah belakang. “Aku sedang buru.”

“Tunggu dulu!” Wanita itu menarik tangan Mayumi, lalu merogoh tasanya seperti hendak mengambil sesuatu. “Ini untukmu.”

Mayumi menaikkan kedua alisnya saat melihat lembaran uang kertas itu. Itu banyak dan bisa ia gunakan untuk makan satu bukan.

“Oh, tidak usah. Tidak perlu seperti ini. Nyonya baik-baik saja, saya sudah senang.” Mayumi membungkukkan badan dan menganggukkan kepala.” 

Wanita paruh baya itu tersenyum melihat masih ada Wanita muda yang sang sopan di jaman sekarang. Sebelum Mayumi pergi, Wanita itu memanggilnya lagi. Saat Mayumi menoleh, buang uang yang ia lihat.

“Ini kartu namaku. Kalau kamu butuh sesuatu kamu bisa menghubungi nomor yang tertera.”

Mayumi tertegun melihat benda persegi pipih itu, ia kemudian tersenyum dan menerimanya.

Mayumi kembali berjalan seperti orang hilang lagi. Ia bingung harus mencari pekerjaan di mana lagi sementara hari semakin siang. Ketika ia beristirahat duduk di kursi Panjang, Mayumi teringat kembali dengan uang yang ada di dalam koper.

“Ini akan menjadi milik kamu kalau kamu mau menjadi istriku.”

Uang itu sangat banyak dan membuat liur ingin menetes, tapi syarat yang dilontarkan juga sebanding dan membuat siapa pun harus berpikir ulang sebelum memutuskan.

“Cih! Lebih baik aku tidak mendapatkan uang itu dari pada aku harus menikah dengan kamu.”

Keputusan itu membuat Mayumi pada akhirnya pergi dari rumah besar itu tanpa membawa uang sepeser pun.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Susi Hendra
ceritanya menarik....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status