Home / Romansa / Pesona Presdir Dingin / Bab 2 Bermalam Bersama

Share

Bab 2 Bermalam Bersama

last update Last Updated: 2025-06-02 11:27:10

Alisa duduk di tepi ranjang, memeluk kedua lututnya dengan canggung. Napasnya tak beraturan. Tangannya dingin, akan tetapi wajahnya terasa panas.

‘Bagaimana bisa aku sampai di sini?!’ batinnya kacau, sembari menatap sekeliling.

Ya, saat ini, Alisa sudah berada di kamar hotel. 

Setelah beberapa saat lalu dia berusaha membuat Dirga membencinya dan membatalkan perjodohan dengan membicarakan hal tak seronok, sekarang dia malah terjebak dengan usahanya sendiri karena Dirga malah mengajaknya bermalam bersama!

Awalnya, Alisa ingin menolak dan lari saja. Akan tetapi, tepat sebelum dia mengatakan apa pun terhadap pertanyaan terakhir Dirga, Sabrina malah menelepon!

“Gimana, Al?” Suara Sabrina terdengar saat Alisa mengangkat panggilan usai permisi kepada Dirga. “Kamu berhasil membuat pria bernama Dirga itu ilfeel?”

Menghela napas kasar, Alisa menjawab, “Ilfeel dari mana?” Dia mengangkat satu tangannya yang lain untuk menutupi mulutnya, “Yang ada dia malah mengajakku tidur bersama!”

“Apa?!” Sabrina nyaris berteriak.

Detik setelahnya, Alisa menceritakan semuanya, mulai dari bagaimana dirinya menanyakan soal urusan ranjang dan kemampuan Dirga, sampai bagaimana Dirga mengajak Alisa untuk ‘menguji’ kemampuannya.

Tapi tak diduga, jawaban Sabrina sangatlah mengejutkan.

“Ya kalau begitu, terima saja.”

Mata besar Alisa terbelalak. “Hah?!”

“Serius. Terima saja. Pesan kamar. Nanti aku kirim orang untuk bantu kamu,” ucap Sabrina memberikan perintah.

Alisa ingin sekali berteriak, tapi dia menahan emosi dan berkata, “Bantu aku gimana? Kamu aja nggak ada di sini!”

“Haduhh,” keluh Sabrina merasa jengkel. “Jangan bawel! Kamu tahu ‘kan koneksiku semenjak menjadi penulis skenario di Lucia House jadi cukup luas. Menurutmu, kenapa aku memilih hotel Ellowyn untuk kencan buta ini? Karena aku punya koneksi di sana! Tenang, aku akan pastikan kamu baik-baik saja.”

“Aku paham, Na, tapi–!”

“Laksanakan dan ikuti perintahku kalau kamu masih mau bertemu Produser Argo!”

*BIIP*

Panggilan berakhir begitu saja.

Dan karena itulah … sekarang, dengan hanya dibekali kepercayaan kepada sepupunya, Alisa terjebak di kamar hotel dengan pria yang nyaris sempurna secara visual, tapi sangat berbahaya secara situasi!

Menjambak rambutnya sendiri, Alisa menangis dalam hati. ‘Bantuan Sabrina belum tiba juga sampai sekarang, bagaimana ini?!’ keluhnya.

Tepat di tengah rasa kepanikan Alisa, pintu kamar mandi terbuka. Uap tipis menyebar ke luar. Alisa sontak menoleh, lalu nyaris melompat dari tempat tidur saat melihat pemandangan di depan mata.

Dirga keluar dari kamar mandi dengan hanya handuk putih yang melilit pinggangnya. Rambutnya masih basah dan tetesan air menuruni dada bidangnya. 

Tanpa tergesa, dia berjalan santai lalu menatap Alisa yang terpaku dan … memerah seperti tomat rebus.

Menyaksikan itu, ekspresi pria tersebut sekilas tampak terhibur. “Kenapa wajahmu begitu merah?” tanyanya. “Kamu … tidak gugup ‘kan?”

Cepat-cepat Alisa mengalihkan pandangan. “T–tentu tidak!” Tangan kanannya menepis udara. Alisa melanjutkan, “Memangnya kamu kira aku cuma pernah melakukan ini sekali? Aku cuma … panas saja!”

Kini, Alisa menggunakan kedua tangannya itu untuk berpura-pura mengipasi wajahnya sendiri.

Dirga mengangkat satu alisnya. “Oh?”

Dalam satu gerakan licin, pria itu mencondongkan tubuh, menekan kedua tangannya ke area ranjang persis di sebelah kanan dan kiri tubuh Alisa, mengurungnya di atas tempat tidur. 

Seketika Alisa membeku. Napasnya tercekat. Alisa sama sekali tidak memiliki keberanian untuk menatap manik hitam legam pria itu.

“Kalau begitu,” bisik Dirga, suaranya berat dan mengandung bahaya, “mungkin kita bisa langsung mulai—”

DING DONG!

Suara bel terdengar, memotong kalimat Dirga dan mengalihkan fokus pria itu.

“Siapa—”

“Minggir!” potong Alisa seraya mendorong dada Dirga secepat mungkin dan bangkit berdiri. “I-itu pasti pesananku!” katanya gugup. Walau dalam hati dia membatin, ‘Itu pasti penyelamatku!’

Namun, begitu pintu dibuka oleh Alisa yang tampak sangat lega. Seketika, ekspresinya kembali memucat.

Di hadapan Alisa, seorang pelayan berdiri di sana dengan senyum sopan, membawa nampan berisi satu botol anggur merah dan dua gelas wine.

“Atas nama Nona Sabrina Gunawan,” kata sang pelayan sambil menyodorkan benda yang dia bawa di atas nampan. “Satu botol anggur Château de Lune Rouge, sesuai pesanan.”

Hal itu membuat Alisa terbengong dan sungguh ingin berteriak.

Kalau namanya ingin menolong, kenapa Sabrina malah mengirimkannya wine?! Ini bukannya menolong, tapi mau mendorong ke jurang!!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
wardah
Sabrina mau nolong apa mau menjerumuskan Al ya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 16 Sakit? Ke Rumah Sakit, No. Ke Hotel, Yes!

    Tanpa memperdulikan apapun lagi, Dirga segera ke luar menggendong tubuh Alisa.Meskipun memejamkan mata, Alisa menyadari jika Dirga sudah membawanya masuk ke dalam mobil. Kepalanya bersandar pada sesuatu yang keras. Anehnya, dia merasa nyaman, ditambah aroma maskulin yang menenangkan. Penasaran, perlahan Alisa mencoba membuka matanya.Tepat ketika itu, suara Dirga mengudara, “Kita ke hotel.”“Hotel?”Di depan sana, tepat di samping sopir, suara pria lain langsung menimpali ucapan Dirga.Sementara itu, sang sopir segera menyalakan mesin mobil. “Baik, Pak.”“Jangan ke hotel,” cegah Alisa, nyaris terdengar seperti bisikan. Wajahnya mendongak untuk menatap Dirga. Jadi … ternyata sedari tadi dia bersandar di dada bidang Dirga? Hal tersebut membuka kesempatan baginya untuk mencengkram kemeja depan pria tersebut.Alisa tidak sempat menyadari bahwa selain sopir, ada sosok lain yang menumpang di dalam mobil ini. Dia pun

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 15 Calon Suami Alisa

    Sorot maniknya yang lembut berubah tajam. “Jangan harap aku akan membiarkanmu pulang begitu saja!”Tapi, Alisa terus memberikan pemberontakan. Dia berusaha keras melepaskan tangannya dari cekalan Leo. Aksi keduanya itu sudah menarik perhatian pengunjung yang sedang sarapan pagi.Pun, akhirnya Alisa mengatakan sesuatu. Tapi, itu bukan penjelasan yang Leo inginkan.“Aku rasa tidak ada kewajiban untuk menjelaskan apapun pada Kak Leo. Toh, kita tidak ada hubungan, Kak. Jadi, tidak ada gunanya Kak Leo untuk tahu.”Jawaban Alisa membangkitkan sisi kasar Leo Salvador. Pria itu menarik agar Alisa berdiri dan menyeretnya ke luar dari meja.“K–Kak Leo,” ucap Alisa mencicit seperti tikus yang terjepit. “Aku mau pulang, tolong lepaskan!”Melihat Leo yang sepertinya akan mengajak Alisa pergi, Sabrina pun berdiri dan dengan cepat menghampiri Leo. Dia meraih tangan pria itu yang kosong.“Kak Leo,” panggil Sabrina dengan suara yang lembut. “Aku tahu mengenai cerita lengkap soal Alisa. Kalau Kak Leo m

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 14 Pria yang Ditolak Alisa Tapi Diinginkan Sabrina

    Alisa terkesiap. Seperti ada alarm peringatan dari dalam dirinya, dia langsung menolehkan wajah ke belakang. “Kak Leo ….” Wajah tampan itu begitu dekat. Leo Salvador–kakak kelas Alisa di sekolahnya dulu dan sudah puluhan kali dia tolak permintaan cintanya berbaik hati mengambil alih gelas milik Alisa lalu mengisinya sampai penuh. “Kalau merasa tidak enak badan, kenapa kamu pergi keluyuran, Alisa?” tanyanya penuh perhatian. Dari sikap dan nada bicaranya, siapapun bisa membaca bahwa Leo adalah pria yang menaruh ketertarikan pada Alisa. Cepat-cepat, Alisa mencoba mengembalikan kesadarannya. Mata besarnya mengerjap pelan beberapa kali sebelum akhirnya membalas ucapan Leo, “Terima kasih, Kak Leo.” Pria itu tidak segera mengembalikan gelasnya. Dia menatap Alisa lekat-lekat. “Aku melihat Eshara dan yang lainnya sebelum kamu datang. Kamu bergabung bersama mereka?” Kalau sudah seperti ini, Alisa tidak mungkin berbohong. Dia menganggukkan kepalanya. Sesaat Alisa ragu. Namun, dia memutuska

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 13 Dikerjai Teman

    Saat terbangun keesokan harinya, Alisa meraba dahinya dengan punggung tangan. Ada rasa hangat yang terasa menjalar. Dia demam.‘Sepertinya aku tidak akan ke luar rumah untuk beberapa waktu,’ batin Alisa memutuskan.Meski bisa saja dia menutupi diri dengan pakaian serba tertutup, tetap saja lebih baik beristirahat di rumah dan merawat luka-lukanya agar cepat pulih.Untungnya, pekerjaannya sebagai penulis tidak mengharuskannya datang ke kantor. Dengan begitu, dia terhindar dari bombardir pertanyaan yang pasti akan membuatnya harus mencari-cari alasan.Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Alisa segera meraih ponsel di atas nakas. Begitu data dinyalakan, layar langsung dipenuhi notifikasi.Bibirnya refleks mengulas senyum, tetapi detik berikutnya dia meringis. “Aduh .…” Luka di sudut bibirnya mulai mengering berkat salep yang dia oleskan semalam, namun tetap saja perih.Meski begitu, rasa sakit itu tersamarkan ketika matanya menangkap komentar hangat para pembaca. Mereka merespons pengumuma

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 12 Kelicikan Sabrina

    Secepat kilat, Utari langsung menatap tajam ke arah putrinya. “Jika itu terjadi, maka aku bisa menikah dengan Kak Leo,” lanjut Sabrina dengan serius. Saat mendengar nama yang cukup tak asing, Utari melempar novel di tangannya ke lantai begitu saja. Dia menaikkan satu alisnya, “Leo teman kakakmu itu, Sabrina?” tanyanya memastikan. Dia melanjutkan dengan nada suara yang tidak ramah, “Memangnya ada hubungan apa kamu dengannya?” Selama ini, Utari mengetahui anak laki-lakinya menjalin hubungan pertemanan dengan Leo. Demikian, pria itu kerap kali berkunjung ke rumahnya. Meskipun sejujurnya, Utari tidak begitu menyukai putranya bergaul dengan Leo karena pria tersebut berprofesi sebagai pengacara. Utari berjaga-jaga saja, takut jika tingkah busuknya ke Alisa sampai diketahui publik. Sabrina sudah membulatkan tekad untuk mulai memberitahu soal Leo pada ibunya. “Aku cukup dekat dan merasa yakin bisa menjadi calon istrinya Kak Leo, Ma.” Dia menjelaskan, “Mangkanya sejak awal, aku ngga

  • Pesona Presdir Dingin   Bab 11 Penyiksaan terhadap Alisa

    ‘Astaga, apalagi maksud pria ini?’ Alih-alih kesal, justru Alisa merasa sudah lelah memberikan tanggapan–tidak, sejujurnya dia takut salah bicara dan berakhir menambah daftar kemarahan sang bibi. Baru dia berpikir demikian, Utari langsung membuka suara. “Nak Dirga,” panggilnya berusaha terdengar ramah. “Sekalipun kamu sekarang sudah menjadi calon suami Alisa, rasanya tidak pantas kalau dia masih berkeliaran di luar saat malam-malam.” Begitu mengalihkan pandangan ke arah Alisa, senyum Utari memudar. “Apalagi semalam anak ini tidak pulang ke rumah. Tante khawatir keluarga besar Gunawan mendapatkan citra yang buruk.” Dirga mendengus kasar. Dia mengernyitkan dahinya lantas menatap tajam ke arah Utari. “Dibandingkan Tante mengkhawatirkan citra Alisa, bagaimana dengan citra Sabrina sendiri?” Tatapan menusuk Dirga kini beralih pada Sabrina yang hanya bisa menahan napas. “Alisa tidak pulang semalam bukan berarti kesalahan ada pada dia sepenuhnya.” Dengan kata lain, kesalahan itu juga me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status