Claudia sengaja menonaktifkan ponselnya sebelum film-nya dimulai. Setidaknya, selama beberapa jam saat di rumah Ryuga, Claudia tidak akan terdistraksi oleh hal lain.Namun, alih-alih dia menemani Ryuga seperti apa tujuannya hari ini, Claudia malah tertidur saat di tengah-tengah menonton film.“Astaga, ini sudah jam berapa?!” pekik Claudia merasa panik. Dia terbangun setelah hampir dua puluh menit ketiduran. Posisi berbaringnya berubah menjadi posisi setengah duduk.Saat membuka mata dan menyadari sekeliling bukan ruangan TV membuat Claudia otomatis jelalatan melihat isi ruangan. Ini juga bukan kamar tamu rumah Ryuga.“J–jangan bilang ini kamar Ryuga?” ucap Claudia sambil menutup kedua mulutnya karena terkejut.Pandangannya mulai mengedar lagi, dia menemukan beberapa kesamaan antara kamar ini dengan ruangan yang ada di apartemen Ryuga.Di tengah kegiatannya itu, Claudia teringat jelas saat Ryuga jujur mengenai perasaannya. Dan hal itu membuat jantung Claudia berdebar.“Gimana aku berte
Tidak ada yang salah dengan membantu Ryuga. Niat Claudia hanya itu. Tidak lebih dan tidak kurang.Maka setelah tiba di hadapan Ryuga, Claudia langsung menyodorkan tangannya. “Berikan bajumu, Ryuga.”Claudia sengaja hanya mau menatap manik hitam Ryuga. Meskipun itu juga tidak baik untuk kesehatan jantungnya.Dan tanpa babibu lagi, Ryuga memindahkan kaos putih di tangannya pada Claudia.“Maaf membuatmu jadi kesulitan seperti ini,” ucap Claudia merasa tidak enak. Entah kenapa hanya kalimat itu yang terucap dari bibir cherry Claudia.Claudia mulai menggulung lengan kaos di bagian kiri agar tangan Ryuga yang memakai gips bisa masuk terlebih dahulu. Syukurlah kaos putih ini berukuran longgar.“Sekali lagi kamu meminta maaf, aku sungguh tidak akan memaafkanmu, Claudia,” tegas Ryuga tidak main-main.“O-oke, aku tidak akan minta maaf lagi,” ringis Claudia. Lalu, wanita itu maju satu langkah agar lebih dekat. Tadinya dia hendak menyuruh Ryuga untuk menggerakkan tangan kirinya.Namun, netra mata
“Kamar mandinya, Ryuga!” seru Claudia sambil menunjuk ke arah pintu kamar Ryuga. Wanita itu menunjukkan cengiran khasnya yang agak canggung. Cepat-cepat Claudia menurunkan tangannya. “A–aku harus segera ke kamar mandi sekarang!”Tanpa harus menunggu jawaban Ryuga, Claudia langsung ngacir dengan langkah yang terseok-seok. Jika pembicaraan ini terus dilanjutkan, jawaban apa yang harus Claudia berikan?Dia … galau.Meskipun tidak berlari, namun bukan Claudia namanya jika tak tersandung kakinya sendiri.“Aish!!” ringis Claudia sambil merutukki kebodohannya yang hampir terjatuh jika tak cepat-cepat menyeimbangkan dirinya. ‘Hampir saja, Clau!’Di belakang sana Ryuga hanya mendengus menyaksikan kecerobohan wanita itu tanpa berniat menahannya untuk tinggal.“Aku penasaran, sampai kapan dia akan terus menghindar,” geleng Ryuga.Sejurus kemudian, ponsel di atas nakas tempat tidurnya berdering. Jadi, Ryuga bergegas mengambilnya untuk mengangkat telepon tersebut.Nama sekretarisnya tertera di lay
Bohong jika wanita bermarga Lee ini tidak ingin mengamuk saat dimasukkan ke dalam tahanan sel bersama Bellanca yang lebih dulu ada di sana.“Jika kalian melakukan keributan, kalian akan disatukan dibalik sel tahanan bersama wanita lainnya.”Itu pesan Pak Deni sebelum pergi meninggalkan keduanya.“Aish, sialan!” Claire merutuk bahkan tak segan menendang jeruji besi dengan sepatu heels miliknya. Hal itu mengundang kekehan dari bibir Bellanca.“Lucu, heh?!” Tubuh Claire berbalik, menatap Bellanca dengan matanya yang sedikit memerah menahan kesal.Baru kali ini Bellanca melihat tampilan Claire sedikit berantakan dan kacau. Itu tampak menjadi hiburan baginya.Bellanca hanya mengangkat bahunya. Dia tak ingin berinteraksi dengan wanita sundal itu. Rasanya memuakkan dan melelahkan.“Ini semua gara-gara lo, Bellanca!”Dia butuh samsak untuk kejadian ini. Dan Claire memilih Bellanca.Melihat Bellanca tak meresponsnya malah semakin membuat Claire meradang. Wanita itu berjalan ke arah Bellanca. C
“Setengah benar, setengahnya lagi salah, Pak.” Bellanca baru menjawab beberapa detik kemudian. Dia memaksakan kedua sudutnya untuk tersenyum dengan masam. Bellanca pun menambahkan, “Pernyataanku tetap sama seperti apa yang sudah kuceritakan pada rekan Bapak, Pak Hanhan.”Bellanca menatap sosok Pak Deni dengan sorot matanya yang datar. “Besok pengacaraku datang. Anda bisa bicara dengannya apabila tidak mempercayai pernyataanku.”Mendengar itu, Pak Deni sempat menggaruk pelipisnya.Suara Bellanca terdengar lagi. “Apakah Claudia Mada bisa datang ke sini untuk memberikan kesaksian ulang?”Pak Deni langsung menganggukkan kepala. “Kami memang akan memanggil Bu Claudia untuk pemeriksaan bukti-bukti yang baru saja ditemukan.” Netra Pak Deni menunduk ke arah bukti-bukti yang dibagikan pengacara Claire padanya.Informasi itu membuat Bellanca menghela napas lega. “Waktunya kapan, Pak? Apa selesai itu, aku boleh bertemu dengan Claudia?”Bellanca sedikit banyak berharap pada wanita yang sedang d
“Kalau begitu, tidak perlu memberitahuku, Claudia.” Karena mungkin saja Ryuga akan mengingkari janjinya untuk tidak marah. Pria itu, tahu sendiri ‘kan gampang merasa kesal? Dan sejujurnya Ryuga sedang dalam kondisi tidak ingin memikirkan banyak hal, karena di pikirannya sudah terisi penuh oleh sosok wanita di hadapannya ini. “Tidak penasaran, Ryuga?” Claudia tidak berusaha menggoda Ryuga, hanya meyakinkan. “Aku lebih penasaran denganmu, Claudia,” jawab Ryuga memajukan langkahnya. Refleks, Claudia memundurkan satu langkah ke belakang. “Ryuga, kamu mau apa?!” Pasalnya Ryuga terus memajukan langkahnya sehingga tulang tumit kaki Claudia menubruk sofa di belakangnya dan membuat tubuhnya terduduk dalam satu kali hentakan. Claudia menahan napas saat sebelah kaki Ryuga tertopang di sofa, tepat di antara kedua kaki Claudia. Tanpa sadar Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. Claudia semakin merapatkan tubuhnya ke punggung sofa. Sekon berikutnya, Ryuga meletakkan kedua tangannya di punda
Sebelum sempat Ryuga beranjak dari posisinya, pintu kerjanya lebih dulu terbuka dari luar. Membuat siapa pun yang melihat posisi Ryuga dan Claudia sekarang ini pasti akan salah paham.Termasuk Riel dan Diana yang tampak mematung melihat pemandangan tersebut. Bahkan Diana sempat terperangah.“M-maaf, Pak Ryuga, tablet kerja saya tertinggal,” celetuk Diana sambil mengangkat jarinya dan menunjuk ke arah tablet hitam yang ada di meja dekat sofa.Claudia hanya bisa menahan malu meskipun Riel dan Diana tidak memergoki secara langsung apa yang tengah dia lakukan tadi bersama Ryuga.Sementara Ryuga sendiri tampak santai saat beranjak dari posisinya lalu mengambilkan tablet yang dimaksud Diana.“Kamu ingin mengambilnya atau tidak?” ketus Ryuga saat menatap Diana yang masih di depan pintu.“Ahh i-iya, Pak. Saya izin masuk kalau begitu,” ucap Diana melangkahkan kakinya ke dalam. Meninggalkan Riel yang tetap menunggu di tempatnya.Langkahnya terasa berat. Diana tak berani memandang Ryuga yang sek
Kekhawatiran yang dipikirkan Diana tidak terjadi, karena sosok Claudia muncul dibalik pintu ruangan kerja disusul si empunya, Ryuga sendiri.Melihat itu Diana menghela napas lega. Pun, Riel yang merasa was-was sendiri.‘Astaga, kenapa semua orang berkumpul di sini?’ ringis Claudia sesaat sebelum bertemu pandang dengan Aruna.“Aruna,” panggil Claudia mendekati gadis tersebut.Tiba-tiba Aruna langsung memeluk Claudia tanpa aba-aba, membuat Claudia kebingungan. Dia hendak mengajukan pertanyaan ‘kenapa?’, tapi diurungkannya. Pertanyaan itu sederhana, namun sebenarnya berbahaya. Setidaknya, itu menurut Claudia.Jadi, Claudia mengganti pertanyaannya. “Kamu laper nggak? Mau Ibu buatkan sesuatu untuk makan malam sebelum Ibu pulang?”Mendengar itu, Aruna malah semakin mengeratkan pelukannya. “Bu Clauh,” jeda Aruna dengan napas yang tersengal.Sosok Ryuga yang berada di samping Claudia mencoba menarik pelan putrinya itu. Sepasang manik hitamnya memandang ke arah Riel. Seolah bertelepati, Ryuga
Natasha Blair.Wanita yang berstatus sebagai mantan istri Ryuga sekaligus ibu kandung Aruna membuat Claudia uring-uringan sepanjang malam. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak.Bagaimana bisa Claudia tidur nyenyak sementara dia mengetahui Ryuga ternyata bersama Natasha tadi malam?!Sekalipun semalam Ryuga menyusul pulang, tidur di sebelahnya, memeluknya, membisikkannya kalimat cinta, tapi tetap saja perasaan bernama cemburu itu menelusup hadir.Claudia bahkan tidak lagi merasa sedih karena keadaan janinnya.Wajah Natasha kelihatan pucat. Badannya juga tampak kurus dari terakhir Claudia melihatnya satu tahun terakhir. Itu menyita pikiran Claudia.‘Sebenarnya Natasha kenapa? Kenapa bisa semalam Ryuga ada di sana? Dan kenapa Ryuga harus berbohong segala jika dia menemui mantan istrinya, bukan Dokter Tirta?!’Keributan di dalam isi kepala Claudia itu tidak berani dia suarakan langsung pada Ryuga.“Makan yang banyak, Clau.” Suara lembut penuh keibuan itu menyadarkan lamunan Claudia.Tanpa ha
Beberapa jam setelah ditinggal sendirian, Claudia gelisah. Pasalnya janin di dalam perutnya kembali bergerak, menendang ke bagian area perut bawahnya.Pergerakan itu membuatnya tidak nyaman. Dia sudah bergonta-ganti posisi, tapi tidak kunjung membuat perasaannya membaik.“Kamu baik-baik saja ‘kan?” tanya Claudia, membuka komunikasi dengan janinnya.Dia mencoba untuk ke luar dari kamar. Namun, baru berjalan sebentar, napasnya sudah terasa sesak.Rasanya ada yang tidak beres.Maka, Claudia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. Untungnya tidak butuh waktu lama panggilan itu langsung terhubung.“Ya, sayang? Tumben kamu menelpon malam-malam?”Claudia menghela napas lega. “Ibuuuu,” panggilnya pelan. Sejujurnya, dia merasa tidak enak menelpon ibu mertuanya malam-malam begini.Yap, seseorang yang dihubungi Claudia adalah Emma.“Beritahu Ibu, ada apa, hmm?”Di seberang sana, Emma baru saja kembali dari sebuah acara perkumpulan geng sosialitanya. Dia terduduk di sofa usai mengangkat telpon d
Ternyata Claudia juga tetap tidak bisa membujuk Ryuga.Sesuatu yang menyangkut dengan Aruna, tidak bisa didebat dengan Ryuga. Claudia kalah suara.“Aku percaya Aruna bisa mandiri tanpa kita. Tapi, di luar sana terlalu tidak aman, Claudia. Lepas dari pengawasanku, bisa saja keluarga Adiwilaga dan Blair berbuat sesuatu,” jelas Ryuga cukup panjang siang itu.Keduanya berbicara di dapur. Sementara Aruna sudah masuk kembali ke kamar tamu atas perintah Claudia.Mendengar nama belakang Blair, seketika Claudia menaikkan satu alisnya. “Keluarga Blair? Natasha punya keluarga, Mas Ryuga?”Dari cerita yang Claudia dapatkan, Natasha sudah dicoret dari keluarga Blair bahkan tidak lagi dianggap putri dari keluarga tersebut saat mengetahui Natasha hamil di luar pernikahan. Pun, saat Ryuga memutuskan menikahinya, itu tak membuat keluarga Blair bisa kembali menerima Natasha.Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia mengusap wajahnya, tampak sedikit frustasi. Manik hitamnya memberikan sorot kegelisahan.“Se
Kabar mengenai proses persalinan Lilia belum sampai di telinga Claudia. Karena saat ini, wanita yang juga tengah hamil itu masih tampak santai bahkan merasa tidak sabar untuk menghadiri festival di dekat tempat tinggalnya. Dia mengetuk pintu kamar tamu. “Aruna,” panggil Claudia. “Siap-siapnya sudah atau belum?” sambungnya. Claudia sudah siap dengan gaun di bawah lutut berwarna hitam yang dikenakan. Sebelum Ryuga berpamitan pergi karena Aji membutuhkan bantuannya, suaminya itu sudah menyiapkan gaun tersebut dan menaruhnya di tempat yang bisa Claudia jangkau dengan mudah. “Tunggu sebentar, Mom!” Bibir cherry Claudia menyunggingkan senyum ketika pintu kamar di hadapannya terbuka. Namun, dia mengernyit kebingungan mendapati Aruna ke luar dengan menggendong tas ransel pink miliknya. “Na … kita hanya mau ke festival, kenapa kamu membawa ransel segala?” tanya Claudia memperhatikan putrinya lamat-lamat. Ditodong dengan pertanyaan itu, seketika membuat Aruna tidak memiliki pilihan selain
“Jangan mengebut, santai saja, Yel.” Mendengar ucapan perintah itu, Riel melirik wanita yang duduk di kursi penumpang dengan tatapan horror. Bisa-bisanya dalam kondisi genting seperti sekarang, dia menyuruh Riel untuk mengemudi dengan santai?! “Kamu akan melahirkan, Lilia.” Dengan suaranya yang dalam, Riel mengingatkan. Keseluruhan tangannya mencengkram setir erat-erat. Di sampingnya, Lilia memasang wajah tenang. Tampak kesakitan, akan tetapi Lilia menunjukkan seolah sakit yang dia rasakan bukan sesuatu yang besar. “Aku tahu dan aku tidak akan melahirkan di sini kok, aku tidak akan mengotori mobil mewahmu,” kata Lilia. Dia sedikit meringis, “Hanya saja, maaf, celanaku sekarang basah.” Ya, cairan yang tampak membasahi kaki Lilia adalah air ketuban yang pecah. “Apa masalah itu penting?” sindir Riel kentara menunjukkan perasaan kesalnya. Sebenarnya, apa yang ada dalam pikiran Lilia? Riel hanya ingin tiba lebih cepat supaya dia bisa segera ditangani. Melihat ketuban Lilia pecah, Ri
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.” Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian. Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu. “Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat. Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu. “Katakan saja.” Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.” Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Li
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du