“Tidakkah seharusnya sesekali kamu berkunjung ke kantorku, Claudia?”Alih-alih menjawab, Ryuga malah menimpali dengan pertanyaan. Pria itu menambahkan, “Agar orang-orang di kantorku tahu jika aku sudah punya tunangan, Claudia. Jadi, tidak ada lagi wanita-wanita yang berusaha merayuku.”Ucapan Ryuga itu terdengar percaya diri sekali. Claudia sampai menyipitkan mata sambil memandangi Ryuga.“Apa itu nggak masalah?” tanya Claudia berikutnya. Wanita itu mengedikkan bahu, “Maksudku, orang-orang akan membicarakan hubungan kita kalau kita putus, Ryuga.”Membayangkannya saja membuat Claudia sudah merasa lelah.“Kamu sudah membayangkan kita akan putus, Claudia?” tanya Ryuga dengan suara ketusnya.Mulut Claudia terbuka dan tertutup. “Seandainya hubungan sandiwara ini berakhir, itu akan merepotkan jika orang-orang di kantormu mengetahuinya,” jelas Claudia yang tidak ingin Ryuga salah paham padanya.“Nggak masalah,” dengus Ryuga. Lagipula orang-orang yang dimaksud Claudia tidak akan berani bergos
Katakanlah Claudia norak, karena ini kali pertamanya menginjakkan kaki di gedung pencakar langit dengan gaya arsitektur yang terlihat mewah.Belum lagi saat menuju lobby perusahaan, terdapat furniture yang bernilai artistik di matanya. Padahal eksistensi Claudia mulai diperhatikan oleh orang-orang sekitar.Siapa wanita itu? Mengapa dia bersama Ryuga dan memakai jasnya? Kira-kira begitulah pertanyaan karyawan Ryuga saat menatap wajah cantik Claudia.“Berhentilah menatap sekitar, Claudia,” tegur Ryuga pada calon tunangannya itu.“M-maaf, aku hanya–Ucapan Claudia terputus karena tanpa aba-aba Ryuga merangkul pundaknya. Seketika mode sandiwaranya kembali aktif.“Lakukan dengan baik,” titah Ryuga berbisik di telinganya.Tindakan kecil Ryuga membuat beberapa karyawan di lobby perusahaan memekik kecil. Mereka tidak pernah melihat wanita yang berada di samping Ryuga. Pun, melihat Ryuga yang tiba-tiba mengelus pundak Claudia dengan sayang.“Tentu, Ryuga. Aku takkan mengecewakanmu.”Apalagi se
“Om Rudi,” sapa Claudia segera ke luar dari lift disusul Ryuga. Tanpa ragu, Claudia menyodorkan tangan untuk menyalami punggung tangan pria paruh baya itu. Claudia tidak tahu saja jika tindakan kecilnya itu berhasil membuat Rudi tersenyum meski tipis. “Kalian kencan di pagi hari?” Rudi langsung bertanya tanpa berbasa-basi dahulu. Dia sempat mendengar dari asisten Ryuga mengenai keterlambatan Ryuga pagi itu. Padahal biasanya, jarang-jarang Ryuga menunda rapat jika tidak ada kaitannya dengan Aruna. Pertanyaan Rudi sukses membuat Claudia tersedak air ludahnya sendiri. ‘Kencan!?’ “Pa,” tegas Ryuga memprotes. “Eng-enggak Om, a-aku mampir aja kebetulan– “Nggak apa-apa, Om paham,” potong Rudi. Pria itu menatap Ryuga penuh selidik, “Papa dengar kamu ada rapat sebentar lagi. Mau yang lain saja untuk menggantikanmu, Ryuga? Jadi, kamu bisa kencan dengan Claudia.” Bagi Claudia itu seperti sebuah sindiran. Padahal Rudi tidak bermaksud demikian. “Om-om Rudi, bu-bukan begitu. Ryuga tetap bek
Sebelum pergi rapat, Ryuga menunjukkan sebuah ruangan pribadinya pada Claudia. Pria itu menyuruh Claudia beristirahat di sana dan memintanya untuk menghubunginya jika membutuhkan sesuatu.Claudia tak banyak membantah, wanita itu menurut. Dia bertekad tak akan mengganggu Ryuga.“Aku nggak akan lupa sama kebaikanmu, Ryuga,” gumam Claudia sambil menatap langit-langit kamar.Beberapa menit yang lalu, Claudia memilih membaringkan tubuhnya. Dia kehabisan energi dan satu-satunya yang bisa dilakukannya sekarang adalah tidur untuk mengisi saya tubuhnya. Claudia juga akan kembali ke kampus untuk mengajar di kelas malam.Wanita itu memiringkan tubuhnya, menaruh satu lengan di bawah bantal dan tersenyum saat netra matanya tertuju pada pigura foto yang ada di nakas.“Ryuga … Aruna … aku senang bisa bertemu kalian,” gumam Claudia perlahan mulai memejamkan mata dan tak lama Claudia benar-benar tertidur nyenyak.Berbeda dengan aktivitas Ryuga yang tengah rapat. Pria itu beberapa kali menanyakan hal k
Masih setengah sadar, Claudia samar-samar melihat wajah Ryuga yang semula dekat menjadi jauh. Wanita itu mengangkat tangannya untuk menutupi mulutnya yang hendak menguap.“Ryuga,” panggil Claudia dengan suara yang parau, khas bangun tidur. Matanya mengedip lambat. “Sudah selesai rapatnya?”Diam-diam Ryuga bersyukur Claudia lebih dulu bangun. Jika tidak, Ryuga pasti akan benar-benar merealisasikan keinginannya.“Jika belum, aku tidak mungkin ada di sini bersamamu sekarang.” Ryuga menyahut dengan ketus. Padahal Claudia bertanya baik-baik.Wanita itu segera mendudukkan dirinya, “Maaf, aku tidur terlalu lama. Nanti aku bereskan tempat tidurnya, aku juga akan bawa ke laundry–“Cukup, Claudia. Bangun,” potong Ryuga dengan suara dingin yang berhasil membuat nyawa Claudia terkumpul sepenuhnya.“O-oke, sebentar.” Wanita itu menyibak selimut lantas turun dari ranjang tidur. Hampir saja dirinya oleng karena tubuhnya tidak seimbang.Ryuga dengan cepat menahan pundak Claudia. Pria itu menaikkan s
Kesadaran Claudia benar-benar pulih saat dia berhasil mengisi perutnya dengan kenyang. Ryuga mencukupi nutrisinya.“Ryuga, aku ingin mentraktirmu kapan-kapan,” ucap Claudia setelah menghabiskan dua jeruk di atas meja. “Kamu sudah begitu baik, jadi aku ingin membalas kebaikanmu,” bubuh Claudia berikutnya.Dia mengambil tissue basah dan mengelap tangannya. Namun sampai Claudia selesai, tak ada tanda-tanda Ryuga meresponsnya. Jadi, Claudia menolehkan wajah untuk melihat Ryuga yang duduk di sampingnya.Pria itu menyimpan setengah jeruk yang belum dihabiskannya lalu mengelapnya dengan tissue basah. Claudia hanya diam memperhatikan.“Aku tidak mau ditraktir,” tolak Ryuga tegas. Dia baru menolehkan wajah untuk melihat Claudia yang sudah menaikkan satu alisnya. Ryuga pun menambahkan, “Tapi, sebagai gantinya, aku menginginkan yang lain.”“Y-yang lain?” cicit Claudia. “Kamu ingin aku memberimu uang?”Jika menyangkut uang, Claudia akan menyerah saja. Dia baru masuk bekerja, mengais pendapatannya
Semula Claudia tidak begitu memikirkan alasan Ryuga yang tidak mengantarnya ke kampus, tapi saat jam pulang pun Ryuga malah mengutus Riel pada Claudia. Apa Ryuga sibuk?“Kalau Ryuga sibuk, aku tidak perlu dijemput. Aku bisa pulang sendiri,” ucap Claudia pada Riel yang sudah siap mengantarkan pulang. Dia merasa tidak enak pada Riel, merasa hal itu merepotkannya.Asisten pribadi Ryuga itu menggeleng tegas. “Ini perintah Pak Ryuga, saya harus mengantarkan Anda pulang sampai selamat, Bu Claudia.”Claudia mengembuskan napas lelah. Dia memeluk erat dokumen yang dibawanya. Itu proposal pameran gelar seni yang berhasil dikerjakannya sedikit saat menunggu kelas malamnya dimulai. Claudia akan membawanya pulang dan mengerjakan di rumah.“Baiklah.” Wanita itu menyetujuinya dengan masuk ke dalam mobil yang biasa Ryuga gunakan untuk menjemputnya.“Bagus, Claudia,” ucap seseorang yang sedari tadi memperhatikan diam-diam di dalam mobil lain. Dia menghela napas lega Claudia tidak mencoba membantah.Sa
Terbiasa duduk di belakang dengan Ryuga, Claudia melirik ke tempat biasa pria itu duduk. Rasanya sedikit ada yang aneh.Claudia mencoba tidak memikirkannya, apalagi mengingat kejadian tadi siang di kantor Ryuga. Claudia juga bahkan belum sanggup bertemu pria itu lagi.‘Besok-besok pasti bakal ketemu Ryuga, jadi biasa aja, sih, Clau. Harus profesional!’Dia mengalihkan perhatian dengan cara membaca ulang proposal yang baru setengah jadi dibuat berupa draft kasar. Selepas dari kantor Ryuga tadi, Claudia langsung menuju ruangan Bu Yuli untuk meminta pengarahan lebih lanjut.“Claudia sayang … kamu oke ‘kan?” Bu Yuli menunjukkan wajah khawatirnya. Wanita dari teman ibunya itu memeluk Claudia.“A-aku baik, Tante. Uhm, Kak Liam sama Claire gimana?” tanya Claudia penasaran.Bu Yuli melerai pelukan keduanya. Bibirnya menyunggingkan senyum.“Tenang, Clau. Liam dan Claire tidak akan bisa berbuat apa pun. Tante juga sudah memastikan kalau informasi hubungan kamu dan Pak Ryuga tidak akan dibongkar
“Jangan mengebut, santai saja, Yel.” Mendengar ucapan perintah itu, Riel melirik wanita yang duduk di kursi penumpang dengan tatapan horror. Bisa-bisanya dalam kondisi genting seperti sekarang, dia menyuruh Riel untuk mengemudi dengan santai?! “Kamu akan melahirkan, Lilia.” Dengan suaranya yang dalam, Riel mengingatkan. Keseluruhan tangannya mencengkram setir erat-erat. Di sampingnya, Lilia memasang wajah tenang. Tampak kesakitan, akan tetapi Lilia menunjukkan seolah sakit yang dia rasakan bukan sesuatu yang besar. “Aku tahu dan aku tidak akan melahirkan di sini kok, aku tidak akan mengotori mobil mewahmu,” kata Lilia. Dia sedikit meringis, “Hanya saja, maaf, celanaku sekarang basah.” Ya, cairan yang tampak membasahi kaki Lilia adalah air ketuban yang pecah. “Apa masalah itu penting?” sindir Riel kentara menunjukkan perasaan kesalnya. Sebenarnya, apa yang ada dalam pikiran Lilia? Riel hanya ingin tiba lebih cepat supaya dia bisa segera ditangani. Melihat ketuban Lilia pecah, Ri
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.” Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian. Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu. “Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat. Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu. “Katakan saja.” Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.” Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Li
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du
Ternyata Ryuga benar. Dia sama sekali tidak salah mendengar. “Mas Ryuga?” ulang Ryuga lalu menusukkan ujung lidahnya di salah satu pipi. Dia mengurungkan niat–sebenarnya Ryuga hanya sekadar menggoda Claudia. Mendapati Ryuga yang merangkak mendekatinya, Claudia buru-buru meraih selimut dengan susah payah untuk menutupi tubuhnya yang polos. Setengah dari wajahnya sudah hampir tertutupi selimut, hanya saja Ryuga berhasil menariknya turun sebatas leher. “Ulangi, Claudia,” pintanya dengan suara yang rendah. Claudia menaikkan pandangan, menatap Ryuga, sebab tangan suaminya itu mengangkat dagunya. Seluruh wajah Claudia memanas. Bibir cherry-nya perlahan disentuh Ryuga dengan cara yang sensual. “Baiklah, jika memang Nyonya Daksa ini tidak mau bicara, aku menganggapmu tidak ingin melanjutkan– “Ja-hat!” Mendengar Claudia merutuk, sudut bibir Ryuga tertarik ke atas. Demi apapun, Claudia tampak menggemaskan. Apalagi Claudia yang menghindari kontak mata dengan manik hitamnya. “A–aku masih b
Warning: Mature content! Bagi yg kurang nyaman untuk baca, bisa skip bab ini okayyyy. Thank u … di atas ranjang.Namun, bukan berarti kehadiran calon anaknya yang sebentar lagi akan lahir tidak diinginkan oleh Ryuga. Dia sudah sangat menantikannya.“Lebih turun sedikit lagi, Claudia,” pinta Ryuga berbisik pelan di telinga istrinya itu dengan suaranya yang dalam. Tangannya membelai sisi pinggang atas Claudia yang terasa lembut.Pada kehamilan Claudia yang sudah menginjak tujuh bulan, Claudia tampak lebih berisi di beberapa bagian tubuh, salah satunya di bagian dada. Tangan Ryuga sudah bergeser pada bagian itu. Menekan lalu menggoda cherry di dada Claudia menggunakan dua jarinya.Satu lenguhan pelan mengudara. “Engh~”Dia
Mas RyugaMungkin sudah ratusan kali–oke, bagi Claudia itu berlebihan, rasanya sudah puluhan kali dia merapalkannya baik dalam hati maupun isi pikirannya. Bibirnya terlalu kelu untuk memanggil Ryuga demikian.Lidahnya terlalu kaku. Sisi dalam diri Claudia berbisik, ‘Semua akan terbiasa. Jadi, dicoba dulu, Clauuuu!’“Ryuga dan Aland belum pulang, Clau?”Celetukkan itu membuat Claudia mengerjapkan mata lantas menatap Sang Ayah yang sudah tampil rapi di hadapannya. “Ha? O–oh, belum, Yah. Sepertinya sebentar lagi,” jawab Claudia menduga-duga.Dia mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang kini menunjukkan baru pukul tujuh pagi. Sekitar satu setengah jam lalu, Aji mengatakan jika Ryuga dan Aland ke luar untuk lari pagi.Baru Claudia ketahui setelah menikah jika Ryuga akan pergi berolahraga minimal satu kali dalam seminggu. Claudia menolehkan wajahnya lagi ke arah Aji. “Ayah sudah harus pergi sekarang?”Aji menganggukkan kepalanya. “Rasanya ada yang kurang kalau belum Ayah pastikan s
Pras mengantarkan Aruna pulang sesuai jam yang sudah ditetapkan Aji. Tidak ada keanehan. Sepanjang makan malam pun, Aruna bahkan tak segan memamerkan manik-manik yang dibelikan Pras di Pasar Sabtu. Namun, sekitar hampir jam setengah sembilan malam, gadis itu mulai terbatuk-batuk dan kesulitan bernapas. Asma Aruna … kambuh. Dan di saat-saat seperti itu, kekhawatiran Ryuga datang dua kali lipat. Pria itu cekatan memastikan kebutuhan Aruna terpenuhi. Claudia tidak diperbolehkan membantu, hanya menemani Aruna yang berbaring di ranjang tidur. Lagi-lagi Claudia dibuat terpesona. Dia beberapa kali kedapatan menggigit bibir bawahnya, menginginkan sesuatu dari suaminya itu. Akan tetapi, dengan cepat Claudia menepis jauh-jauh pemikirannya. ‘Ish, mikir apa, sih, kamu, Clau?!’ “Mom, tidur dengan Aruna, ya, malam ini?” pinta gadis itu sambil memeluk lengan Claudia. Hal itu membuat fokus Claudia teralihkan. Dia tidak langsung mengiakan. Malah melemparkan pandangan pada Ryuga yang ternyata sudah