Share

BAB 6

Author: SISKA JUNIA
last update Last Updated: 2025-09-11 12:09:12

Saat makan malam berakhir. Aku segera ke kamar untuk mengeluarkan sampah yang ada di kamar Darren. Saat aku ingin keluar dari kamar, Darren yang masuk ke kamar. Ia menatapku.

“Kau ingin susu coklat atau putih?” tanyaku.

Ia menggigit bibirnya. Aku memandangnya, mencoba mencerna alasan kenapa ia menggigit bibirnya. Aku membahas susu yang akan ia minum, bukan susu yang lain.

“Coklat,” jawabnya, setelah berpikir.

Aku mengangguk. Aku segera keluar dari kamarnya dengan sampah dan piring serta gelas kotor. Pelayan membantuku membawa semua sampah ini.

Lalu aku segera membuatkan susu untuk Darren, sebelum dia mengomel dan mengataiku dengan kalimat yang menyakitkan.

Aku membawa segelas susu ke kamar, lalu aku menutup pintu dan memandang Darren yang tengah tiduran sambil menatap langit-langit kamar. Sayangnya, disini tidak ada TV.

“Ini susumu,” ujarku.

Aku meletakan susu-nya di meja di sampingnya. Aku berjalan ke kamar mandi, aku perlu mandi, aku tidak sempat membersihkan diri tadi.

“Kau mau kemana?" tanyanya.

“Mandi,” jawabku.

“Jangan mengunci pintunya.”

“Kenapa?”

“Jika kau menguncinya, aku akan membuang sheet itu di depan pintu kamar orang tuaku,” Ia mengancamku. Akan selalu begitu.

Aku mendesah dan mengangguk. Aku tidak tahu, hari ini sudah berapa kali dia mengancamku.

Aku menutup pintu kamar mandi, lalu melepaskan pakaianku. Aku segera masuk ke dalam shower yang di kelilingi dinding kaca dengan tinggi dua setengah meter.

Aku segera menyalakan shower dan menyesuaikan suhu air. Agar air yang keluar adalah air hangat, bukan panas.

Darren memiliki deretan sabun yang memiliki warna berbeda dan samphoo yang berbeda ukuran. Aku mengambil samphoo, lalu mencium aroma shampoo itu satu-persatu.

Bau permen karet menarik perhatianku, aku menuangkannya di tanganku, lalu menggosokannya di rambutku. Kadang, saat mandi dengan air hangat bisa membuatku lupa waktu.

Aku segera membilas rambutku. Lalu aku mencari-cari conditioner. Semua bertuliskan shampoo, jangan bilang Darren tidak memiliki Conditioner.

“Kau mencari ini?” suara itu.

Aku membelalakan mataku. Aku melangkah mundur, hingga menabrak dinding. Ia masuk ke dalam shower dan menutup pintu kaca shower.

Tempat berukuran kecil ini membuat ruang yang terbatas untukku bergerak.

Conditionerkan?” tanya-nya. Memastikan.

Aku mengangguk. Ia memutar tubuhku menjadi aku memunggunginya, tangannya dengan lembut menyentuh rambutku.

“Aku bisa lakukan sendiri,” ujarku.

Aku segera memakai conditioner di rambutku sendiri. Darren hanya mengangkat kedua bahunya, lalu ia membasahi tubuhnya dengan air.

Saat ia menggeser dirinya, aku segera berdiri di bawah shower dan membilas rambutku. Aku mempercepat gerakan mandiku, lalu aku menyabuni tubuhku dengan asal.

Saat aku ingin keluar, Darren menyentuh tanganku dan menariknya.

“Darren, aku sudah selesai,” Ujarku.

“Lalu?”

“Aku ingin keluar, aku ingin segera tidur,” alasanku.

Aku hanya takut ia akan melakukan hal-hal itu disini. Darren menatapku. Wajahnya mendekat, lalu ia menciumku.

***

“Kenapa menatapku?”  ia bertanya. Aku menggeleng.

“Aku hanya ingin berpakaian.”

“Kau tidak perlu berpakaian, kau harus hemat pakaian.”

“Tapi—.”

“Lagipula kau tidur denganku, aku sudah melihat tubuh telanjangmu, mengerti?”

Ia menatapku dengan dalam. Tangannya menyentuh wajahku. Kali ini, ia tidak memandangku dengan dingin. Ada sesuatu yang berbeda.

Ia menunduk , seakan ingin menciumku. Kakiku dengan pelan melangkah mundur, sehingga ia berhenti mendekat. Ia sadar aku menghindar.

Aku keluar dari kamar mandi, aku melepaskan handuk yang melilit tubuhku. Lalu bersembunyi di balik selimut. Darren menyusul dan berbaring di sampingku, ia mengambil handphone-nya yang berada di atas meja, lalu memberikannya padaku.

“Untuk apa?” tanyaku.

“Kau selalu bermain handphone sebelum tidur, kau bisa gunakan handphoneku.”

“Handphonemu memiliki permainan?” ia menggeleng.

“Kau bisa d******d.”

Aku mengangguk. Darren menarikku dan menempatkan kepalaku di atas lengannya. Aku membuka playstore, lalu mencari games terbaik yang bisa aku d******d.

“Kenapa kau suka bermain games?" tanyanya.

Ia memandang fokus pada layar ponselnya, memperhatikan apa yang aku lakukan.

“Theo yang pertama menunjukan padaku jika bermain games itu seru. Dan itu menjadi kebiasaanku,” aku berucap tanpa memandang Darren.

Aku mendownload games get rich, sambil menunggu, aku iseng membuka galeri handphone Darren. Kosong.

“Kenapa tak ada foto?”

“Aku tidak suka berfoto.”

“Jika aku mengajakmu, apa kau mau?” ia menggeleng.

Aku mengembungkan pipiku.

“Hello! KAKAK IPAR!”

Tiba-tiba pintu terbuka, seorang laki-laki muncul di ambang pintu. Aku dan Darren terkejut. Sangat terkejut.

Aku melebarkan mataku saat pintu kamar terbuka. Darren memelukku, menyembunyikan tubuhku agar tak ada celah untuk orang bisa mengintip.

Aku menatap Darren, wajahnya yang melembut tadi, mulai mengeras dan kaku.

“Shit! keluar sekarang ZEKE!” Darren berteriak.

Aku tidak tau siapa Zeke, dia tidak ada saat pernikahan kami.

“MOM, DAD! LIHAT INI!” aku melebarkan mataku, aku bersembunyi lebih dekat dengan tubuh Darren dan menutup tubuhkuku dengan selimut.

Zeke tertawa di ambang pintu. Harusnya dia takut melihat wajah Darren yang menyeramkan itu, tapi ia justru suka menggoda Darren.

“Zeke, aku jamin kau tak akan bisa tidur. Tutup pintunya!”

“Jika kalian ingin berhubungan, harusnya kalian mengunci pintu,” ujar Zeke.

Darren meremas bahuku, aku memegang tangannya saat ia bergerak. Dia tidak bisa turun dari tempat tidur, dia juga tidak menggunakan pakaian.

“Heii!! Berhenti menggoda kakakmu, Zeke," aku mengintip.

Telinga Zeke di jewer oleh Pattie. Pattie menutup pintu tanpa ekspresi, lalu terdengar Zeke merintih kesakitan.

“Adikmu?” aku bertanya.

Darren tidak menjawab pertanyaanku, ia keluar dari selimut, lalu berjalan ke arah lemari. Darren ia mengambil sebuah celana dan memakainya.

“Tetap di kamar, aku perlu buat perhitungan dengannya," aku mengangguk.

Saat pintu tertutup, aku langsung mendesah dan bermain games di handphone Darren. Tapi, rasa kantuk perlahan menyerangku, tubuhku juga terasa pegal.

Tanpa menunggu Darren, aku mengakhiri bermain games dan mulai memejamkan mataku. Aku memeluk bantal guling dan perlahan terlelap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 7

    “Theo.” ujarku, sambil sedikit berbisik.“Hei. Leora. Akhirnya kau menghubungiku, setelah dua hari handpphonenmu tidak aktif,” aku tersenyum.“Maaf, tapi aku menghubungimu karena aku kesepian. Justin sudah berangkat kerja 2 jam yang lalu, dan—.”“Aku mengerti. Aku bisa Leora, apa kau mau aku menjemputmu?" aku tersenyum lebar.“Aku akan mengirim alamat rumah Darren, aku akan mengganti pakaianku.”“Baiklah, aku juga akan bersiap.”“Bye.”Aku mematikan sambungan telepon, lalu aku segera mengganti bajuku dengan baju kaos dan celana pendek. Aku mencari-cari tas yang cocok, hingga aku memilih warna lime, warna yang sangat terang.Aku memasukan dompet dan handphoneku ke tas.Aku menatap diriku dalam pantulan cermin, aku mengikat rambutku dengan rapi. Lalu menambah pita berwarna kuning di rambutku. Aku mengaplikasikan lipstick berwarna peach, dan parfum.Mataku memilih high heels lalu aku mengambil heels berwarna lime seperti tas-ku.Aku segera keluar dari kamar. Theo akan sampai dengan cepat

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 6

    Saat makan malam berakhir. Aku segera ke kamar untuk mengeluarkan sampah yang ada di kamar Darren. Saat aku ingin keluar dari kamar, Darren yang masuk ke kamar. Ia menatapku.“Kau ingin susu coklat atau putih?” tanyaku.Ia menggigit bibirnya. Aku memandangnya, mencoba mencerna alasan kenapa ia menggigit bibirnya. Aku membahas susu yang akan ia minum, bukan susu yang lain.“Coklat,” jawabnya, setelah berpikir.Aku mengangguk. Aku segera keluar dari kamarnya dengan sampah dan piring serta gelas kotor. Pelayan membantuku membawa semua sampah ini.Lalu aku segera membuatkan susu untuk Darren, sebelum dia mengomel dan mengataiku dengan kalimat yang menyakitkan.Aku membawa segelas susu ke kamar, lalu aku menutup pintu dan memandang Darren yang tengah tiduran sambil menatap langit-langit kamar. Sayangnya, disini tidak ada TV.“Ini susumu,” ujarku.Aku meletakan susu-nya di meja di sampingnya. Aku berjalan ke kamar mandi, aku perlu mandi, aku tidak sempat membersihkan diri tadi.“Kau mau kem

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 5

    Aku terdiam memandang baterai handphoneku, jadi dia menyembunyikan di sela-sela antara kepala tempat tidur dan tempat tidur.“Hei. Kemarikan benda sialan itu,” ujarnya.“Aku tidak bisa tidak bermain handphone, please. Biarkan aku memegang handphone-ku, aku tidak akan menelpon Theo di depanmu.”Ia menggeleng.“Aku saja tidak pernah bermain handphone di depanmu,” ujarnya.“Wanita dan laki-laki itu berbeda, hampir 78% wanita itu tak bisa tidak bermain handphone,” ujarku, sambil memasang wajah memelas.Tapi, wajahnya tetap dingin, seakan tidak peduli, seakan tidak mau terjebak dengan wajahku yang memelas.“Maka jadilah 22% wanita yang tidak bermain handphone.”Ia mendekatiku.“Ada game favoritku di handphoneku, please.”Ia tetap menggeleng dengan tegas.“Berikan atau sekarang aku menidurimu lagi di tempat tidur itu.”Aku menatapnya, lalu menaruh baterai handphoneku di tangannya.“Bagus,” ujarnya. Seakan puas aku menuruti kemauannya. Ia kembali duduk di meja dengan baterai handphoneku di

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 4

    Pattie memberikan aku rok, jadi aku bisa menggunakan baju kaos Darren dengan rok sebagai bawahan. Aku mengikat baju kaosnya, menjadi terlihat pendek.Beruntung Pattie bisa mengerti keadaanku, jika aku masih belum bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ini. Jadi dia lebih aktif mengajakku berbicara di bandingkan harus aku yang membuka topik.Rumah Pattie memiliki taman yang lebih luas dari rumah Darren. Aku berjalan kaki tanpa alas kaki di taman rumahnya. Suasana disini juga cukup sejuk, matahari tidak terlalu panas menembus kulitku.Berbeda dengan rumah Darren, aku hanya bisa menikmati taman rumah Darren setiap pagi dan Sore. Itu juga aku harus memastikan agar matahari tidak terlalu panas.Aku duduk di bangku taman dan menikmati angin yang berhembus ke arahku. Jika aku sedang berkunjung ke rumah orang tua Theo, Ibunya pasti mengajakku memasak untuk makan malam, atau membuat cemilan favorit Theo.Dan saudara-saudara Theo pasti mengajakku untuk bermain, ntah itu PS, menonton film terbaru

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 3

    Aku duduk di samping Darren. Darren mengabaikanku, dan dia memasukan makanan ke dalam mulutnya.“Leora, akhirnya kau datang,” ujar Pattie, masih dengan senyum lembutnya.“Maaf, mom. Aku ke kamar mandi sebentar tadi.”“Aku bertanya pada Darren tentang bulan madu, kalian bersungguh-sungguh tidak ingin bulan madu?” aku melirik Darren.“Tidak, mom. Aku sibuk, Leora juga sibuk dengan temannya.” ujar Darren.“Aktivitas kalian bisa di hentikan, kalian harus bulan madu, setidaknya jika kalian tak mau bulan madu. Berikan kami harapan jika kalian bisa memberikan seorang penerus keluarga ini.”Darren tersedak. Aku menggeser minumannya lebih dekat ke arahnya.“Bulan madu bahkan tak akan membuat hal itu terjadi. Aku sudah katakan, aku belum siap menikah, jadi kalian harus menerima resiko atas pernikahan yang tak aku inginkan,” Darren menatapku.Lalu ia bangkit dan meninggalkan meja makan. Aku menunduk dan mulai memakan sarapanku. Pattie hanya diam.“Mom,” aku berucap pelan.Ia menatapku dengan sen

  • Pesona Suami Dingin dan Posesif   BAB 2

    “Untuk apa kau menatapku?” ia berucap.“Aku tidak menatapmu, aku menatap pemandangan yang ada di sampingmu.”“Oh. Jadi, kau masih haus?”“Tidak.”“Kalau begitu aku saja yang membeli minum.”Ia masuk ke dalam Drive Thru Mc. Donalds.Aku memalingkan wajahku. Walau Theo kadang menjengkelkan, tapi hanya Darren yang benar-benar menjengkelkan.“Kau yakin tidak mau?” tanya nya.“Tidak,” ketusku.“Aku ingin Mc. Flurry Oreo dua, Pepsi dua, dan French Fries yang besar satu,” aku meliriknya.Rakus juga dia. Tapi walau dia makan banyak, bentuk tubuhnya aku akui cukup atletis. Darren menjalankan mobilnya, ia membayar dan kami menunggu lagi.Darren memajukan mobilnya setelah mobil di depan kami pergi.“Pegang.”Ia memberikan aku dua Mc Flurry, lalu pepsi dan kentang gorengnya. Ia menutup kaca mobil dan menggerakan mobilnya.Ia mengambil satu Mc. Flurry dan memasukan sesendok ice cream ke mulutnya sambil menyupir.“Kau hanya menyuruhku memegang makanan mu ini?” tanyaku.“Kau kan tak mau membeli tadi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status