Home / Romansa / Pesona Wanita yang Ternoda / CHAPTER 2. Aku Baik-baik Saja

Share

CHAPTER 2. Aku Baik-baik Saja

Author: Banyu Biru
last update Last Updated: 2023-08-18 22:32:03

Sang mentari masih belum menampakkan sinarnya meskipun jam yang menempel di dinding rumah sederhana itu sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi.  

Suasana dingin masih menyelimuti desa. Gumpalan awan bertengger menutup langit biru. Seolah-olah sengaja menyembunyikan sang mentari.

Kiya duduk bersandar di kepala ranjang. Matanya mengikuti setiap gerakan sang ibu yang sedang merapikan kamarnya.

"Biar Kiya saja, Bu," ucapnya dan mendapat senyum lembut dari sang ibu.

"Tidak apa. Ibu hari ini sedang tidak ada pesanan. Jadi, punya banyak waktu," jawab sang ibu.

Kiya tersenyum getir mendengar jawaban wanita paruh baya yang sedang membersihkan pecahan kaca meja rias miliknya.

Kiya tahu, ibunya tidak akan membiarkan ia menyentuh pecahan kaca itu. Bukan hanya takut akan melukai tangan atau anggota tubuh Kiya yang lain, tetapi sang ibu lebih takut jika putrinya sengaja akan melukai diri sendiri dengan pecahan kaca tersebut.

Bukan tanpa alasan kekhawatiran itu muncul. Kiya sudah sering melukai diri sendiri. Bahkan ia beberapa kali mencoba menghilangkan nyawanya sendiri. Namun, Tuhan masih menginginkan wanita itu untuk tetap hidup. Itu juga yang membuat wanita muda berusia 22 tahun itu benci dengan takdir hidupnya. Jilbab memang menutupi kepalanya dan pakaian syar'i selalu membungkus tubuhnya, tetapi ia tidak pernah menjalankan kewajibannya pada Tuhan.

Kejadian pahit yang menimpa, membuat Kiya kehilangan kepercayaan pada Tuhan. Namun, ia tetap mengenakan pakaian muslimah itu untuk menutupi luka di tubuhnya. 

“Hari ini mau pergi ke luar atau di rumah saja?” tanya sang ibu. Wanita paruh baya itu sudah selesai membersihkan kamar putrinya.  Ia duduk di samping Kiya dan meraih tangan sang putri.

“Masih pendek, Bu!” protes Kiya saat sang ibu akan memotong kukunya. Ia menarik tangannya dan menyembunyikan di balik punggung.

“Tetapi ibu tidak suka. Itu akan kembali melukai tubuhmu, Nak,” balas sang ibu. Wanita  paruh baya itu menatap lembut putrinya. Kiya bisa melihat kesedihan di balik tatapan tersebut.

Kiya mendengkus pasrah. Ia kemudian meletakkan tangannya di pangkuan sang ibu. Membuat wanita paruh baya itu tersenyum senang.

“Terima kasih sudah mau mendengarkan ibu,” ucap sang ibu dan mulai memotong kuku putrinya.

Sekeras apa pun Kiya, ia akan berpikir ulang untuk membantah dan menyakiti hati ibunya. Itu juga yang membuat wanita paruh baya tersebut hanya mengawasi Kiya dari balik pintu kamar saat kemarahan putrinya sedang kambuh.

 Kiya pernah menyakiti sang ibu saat wanita paruh baya itu mencoba menenangkannya. Membuat Kiya menyesal dan semakin menyalahkan diri sendiri. Karena itu, sang ibu menjauhkan semua benda tajam dan berbahaya dari Kiya. 

Setelah memotong kuku jari putrinya yang sudah sedikit panjang, Ratna mulai mengobati luka yang memenuhi leher dan lengan sang putri. Kiya meringis merasakan perih, tetapi tidak ada rintihan yang keluar dari mulut wanita berparas ayu tersebut.

“Setelah ini kamu istirahat saja, ya. Jangan ke mana-mana,” pinta sang ibu dan mendapat anggukan dari Kiya. 

Suara salam di depan pintu menghentikan pergerakan Ratna. Wanita paruh baya itu merapikan potongan kuku yang ia kumpulkan  dan membuangnya bersama pecahan kaca yang sudah terkumpul. Setelah itu ia berjalan ke arah pintu depan sembari menjawab salam. 

“Bu, Kiya ….” Wanita cantik berkaus biru tersebut menatap khawatir pada  Ratna.

“Kiya ada di kamarnya. Kamu tolong temani dia, ya. Ibu mau ke luar sebentar,” pinta Ratna dan mendapat anggukan dari wanita cantik yang sedang berdiri di ambang pintu. “Ayo masuk,” ajak Ratna.

Kedua wanita itu masuk. Ratna masuk ke sisi lain ruangan, sedangkan wanita muda itu masuk ke kamar Kiya.

“Kiya,” panggilnya dan berhasil mengalihkan perhatian wanita yang sedang duduk sembari memperhatikan sebuah foto di tangannya.

“Hem.” Kiya melirik sebentar sahabatnya, kemudian kembali menatap foto di tangannya. “Aku baik-baik saja, El,” lanjutnya.

“Tetapi aku tidak percaya,” tukas Elena. Wanita itu naik ke atas tempat tidur dan duduk bersila menghadap Kiya. “Ini apa? Ini, ini, ini ….” Ia menunjuk beberapa luka baru di lengan dan leher sahabatnya.

Elena sudah paham apa yang terjadi dengan sahabatnya itu setiap kali hujan deras turun bersamaan dengan kilat dan petir yang saling bersahutan.

“Hanya luka kecil,” balas Kiya dengan santai. Ia kemudian meletakkan foto dalam pigura di tangannya ke atas meja di sisi tempat tidur. “Antar aku ke rumah Ayah dan Kak Andin, yuk,” ucapnya lagi.

“Serius?” Mata Elena membulat sempurna. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh sahabatnya tersebut. “Kapan?” tanyanya. 

“Sekarang. Tapi aku izin sama Ibu dulu,” jawab Kiya dan mendapat anggukan dari Elena. Kiya beranjak dari duduknya dan  menemui  ibunya  di kamar sebelah untuk meminta izin.

Elena adalah satu-satunya orang yang mau berteman dengan Kiya. Bukan hal yang mudah meyakinkan Kiya jika dia memang tulus ingin berteman dengan wanita itu.

Setelah kejadian buruk yang menimpanya, Kiya benar-benar menutup  diri dari orang lain. Ia hanya mau bicara dengan ibunya. Kiya benci setiap melihat orang-orang yang menatap iba dan jijik padanya.  Namun, hati Kiya luluh oleh ketulusan Elena.

Mereka memang sudah berteman sejak SD. Namun, setelah lulu SMP, Elena melanjutkan sekolah di kampung halaman ibunya di Bandung. Kedua orang tua Elena berpisah saat ia duduk di kelas 3 SMP. Elena baru kembali ke desa kelahirannya setelah lulus SMA. Niatnya memang ingin bertemu dengan Kiya dan mengajak sahabatnya itu untuk bekerja di kota. Ia juga mempunyai maksud lain. Elena ingin menyampaikan sebuah rahasia yang selama ini  disimpan seorang diri. Ia ingin Kiya menjadi orang pertama yang tahu tentang perasaannya pada seorang pria yang sudah sejak lama ia sukai.

Kiya tidak bisa menerima tawaran Elena. Seorang pemuda telah mengikat Kiya dengan sebuah lamaran. Mereka akan melangsungkan pernikahan setelah pria itu menyelesaikan kuliahnya di kota. Pernikahan itu telah disetujui oleh kedua keluarga. Hanya tinggal menunggu waktu saja.

Elena ikut bahagia mendengar kabar tersebut meskipun tidak bisa bekerja bersama Kiya di kota. Elena memutuskan untuk tinggal beberapa bulan di sana sembari melepas rindu dengan sang ayah yang memilih untuk hidup sendiri setelah bercerai dengan ibunya.  Namun, sebuah kejadian tak terduga menimpa Kiya dan membuat Elena urung untuk meninggalkan desa. Ia memilih menemani sahabatnya di sana.

“Biar aku aja yang bawa motornya. Kamu suka ngebut, aku takut.” Elena meringis, menampakkan deretan giginya yang tersusun rapi. 

“Biar aku saja. Gantian, nanti pulangnya kamu yang bawa. Jangan protes atau aku pergi sendiri saja,” tolak Kiya dan membuat bibir Elena mengerucut. “Cepat naik!” titah Kiya saat Elena hanya berdiri di samping motor. 

“Iya, iya.” Elena segera naik ke atas motor. “ Kiya!” Elena memekik dan memukul punggung sahabatnya itu. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 18. AKU BISA MEMOTONG BAWANG

    Kiya tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Kenzie. Ia pikir, pria itu tidak akan pernah kembali lagi ke desa. Kiya merutuki dirinya sendiri yang tidak berani mengucapkan kata maaf pada pria itu. Padahal, rangkaian kata maaf sudah ia susun sebaik mungkin, nyatanya ia membisu saat di depan pria itu. “Kamu kenapa, Nak?” Ratna mengerutkan kening saat melihat Kiya yang langsung masuk ke dalam kamar. Kiya duduk di sisi tempat tidur dan mengatur napasnya. Beberapa kali ia menarik napas dan mengembuskan perlahan. “Argh!” Kiya frustasi sendiri dengan perasaannya. Ia paling tidak suka dengan rasa bersalah yang terus memenuhi benaknya. “Mau ke mana lagi, Nak?” tanya Ratna saat melihat Kiya kembali ke luar dari kamar.“Ada urusan yang harus Kiya selesaikan, Bu,” jawab Kiya. Ratna tidak bisa bertanya lagi karena Kiya sudah menghilang di balik pintu yang sudah kembali tertutup. Motor Kiya kembali terparkir di tempat biasa. Ia melirik mobil di sampingnya. seharusnya ia bisa langsung turun

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 17. BERTEMU KEMBALI

    Obrolan kedua anak manusia itu masih berlanjut. "Aku sudah siap dengan semua resikonya, Kak. Boleh aku bertemu dengannya?" pinta Shanum dan mendapat gelengan dari Kenzie. "Dia tidak akan bisa menerima orang baru, Num. Aku tidak yakin dia mau bertemu dengan kamu." Shanum hanya menghela napas berat mendengar jawaban Kenzie. Dia tidak ingin memaksa pria itu lagi. "Sudah malam, Num. Sebaiknya kita kembali ke dalam." Kenzie berdiri dari duduknya dan berjalan lebih dulu, diikuti Shanum di belakangnya. Obrolan mereka memang sudah selesai, tetapi tidak dengan perasaan Shanum untuk Kenzie. Ia memutuskan untuk menunggu. Orang tua mereka tersenyum menyambut anak-anak mereka yang sudah datang dan ikut bergabung bersama mereka. Tidak ada yang membahas seputar hubungan antara Shanum dan Kenzie. Mereka seolah tahu dan tidak ingin membahas apa pun untuk menghargai perasaan anak-anak mereka. Mereka hanya membahas seputar pekerjaan Shanum di kantor. “Sejauh ini Shanum bekerja dengan sangat baik

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 16. MARI BERTARUNG DALAM DOA

    Kiya masih menunggu Amar melanjutkan ucapannya. Membiarkan suara angin yang menerpa pepohonan di sekitar mereka mendominasi suasana yang terasa canggung. “Apa pria itu adalah pilihan kamu, Ky? Apa kamu benar-benar mempunyai hubungan dengannya?” Amar bertanya dan ingin memastikan untuk terakhir kalinya. “Kenapa kamu bertanya hal yang akan menyakiti diri kamu sendiri, A? Bukannya sudah cukup tahu dan tidak perlu mencari tahu kejelasan hubunganku dengan siapapun? Bukti seperti apalagi yang kamu inginkan?” Kiya balik bertanya. Ia beranikan diri untuk menatap Amar berusaha mengendalikan diri. “Aku hanya ingin memastikan, Ky. Kalau kamu benar-benar mencintai pria itu, maka aku akan melepaskanmu dan menjalani kehidupanku yang baru. Jika dia benar-benar pilihanmu, sekeras apa pun aku memberi makan egoku, maka aku akan kalah. Aku bisa bersaing dengan puluhan laki-laki yang mencintai dan mengejarmu, tapi aku tidak akan mampu bersaing dengan satu pria yang kamu cintai.” Kalimat Amar terdenga

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 15. Menentukan Pilihan

    Tiga minggu sudah berlalu. Semua berjalan lancar. Pekerjaan di kantor sang papa berhasil Kenzie tangani seperti biasa. Namun, pria tampan itu belum bisa menata hatinya dengan benar. Hubungannya dengan Shanum juga berjalan layaknya atasan dan sekretaris saja. Ada sebuah perasaan yang berhasil menggelitik dan mengusik hati Kenzie. Rindu. Dia benar-benar rindu pada sosok wanita asing yang berhasil mengacak-ngacak hatinya. Berulang kali menepis dengan membalas pesan Shanum dan berkomunikasi dengan wanita itu seperti permintaan kedua orang tuanya, tetapi wajah Kiya semakin jelas berkelebatan dan menghantui setiap waktu. Seperti pagi itu, saat Shanum sedang menunggunya selesai menandatangani beberapa berkas penting. Pikiran Kenzie sedang berkelana dan tiba-tiba saja wajah Amar melintas dan semakin membuatnya merasa tidak tenang. Ia gelisah dan takut pria itu akan mendatangi Kiya. Dia belum mencari tahu siapa pria itu dan apa hubungannya dengan Kiya. "Maaf, Pak. Apa ada masalah dengan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 14. Pembelaan Seorang Ibu Terhadap Putrinya

    “Ibu, Ayah. Amar sudah bilang nggak perlu datang ke sini. Ini bukan salah Kiya, Bu, Yah.” Amar berdiri di ambang pintu. Napasnya tersengal, terlihat jika pria itu habis berlari. “ Bu, Kiya, Maafkan kedua orang tua saya.” Amar menatap tidak enak hati pada pemilik rumah. “Sebaiknya kamu bawa orang tua kamu pergi dari sini, Nak Amar. Tolong katakan pada mereka untuk berhenti menyalahkan Kiya dan jangan mengait-ngaitkan lagi dengan kehidupanmu saat ini. Bukankah pembicaraan kita saat itu sudah sangat jelas?” Ratna menatap Amar. “Maafkan saya, Bu,” ucap Amar. “Ayah, Ibu, Amar sudah jelaskan kepada kalian jika keputusan yang Amar ambil tidak ada hubungannya dengan Kiya. Ini murni keinginan Amar. Kiya meminta Amar untuk berhenti mengejar dan mengharapkan Kiya lagi, Bu. Amar sudah berusaha, tetapi ternyata Amar memang belum bisa melupakan Kiya. Bahkan, disaat Kiya sudah mendapatkan pengganti Amar pun masih menampik kenyataan itu.” “Kamu sudah gila, Amar. Apa kurangnya Zahra? Kamu bahkan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 13. Kejutan Tidak Terduga

    Pagi ini Kenzie sudah mengenakan pakaian rapi dan bersiap untuk ke kantor. Mama dan papanya menyapa saat mereka sarapan bersama. “Hari ini adalah hari pertama Shanum bekerja, Kenz. Bantu dia dan bersikap baiklah padanya. Jangan memberi harapan atau menunjukkan penolakan yang terlalu terlihat. Bicara pelan-pelan jika kamu sudah yakin dengan perasaanmu sendiri.” Radit memberikan nasihat pada putranya. “Baik, Pa. Kenzie akan berusaha menjaga perasaan Shanum.” Kenzie melanjutkan sarapannya. “Papa akan pergi ke Surabaya selama beberapa hari. Tolong bekerjalah dengan baik dan jangan tinggalkan perusahaan.”“Baik, Pa.” Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara ayah dan anak tersebut. Mereka kembali fokus pada sarapan masing-masing dan berangkat menuju kantor. “Mama akan ikut Papa?” tanya Kenzie pada sang mama saat wanita paruh baya itu mengantar putra dan suaminya ke depan. "Iya, Nak. Mama harus nemenin Papa. Sekalian menghadiri undangan salah satu kolega papa kamu di acara pernika

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status