Home / Romansa / Pesona Wanita yang Ternoda / CHAPTER 1. Seharusnya Aku Mati!

Share

Pesona Wanita yang Ternoda
Pesona Wanita yang Ternoda
Author: Banyu Biru

CHAPTER 1. Seharusnya Aku Mati!

Author: Banyu Biru
last update Last Updated: 2023-08-18 22:24:15

"Lepaskan!" bentak seorang wanita dengan tatapan murka pada pria di depannya.

"Kau sudah gila! Kau bisa mati terbawa ombak!" teriak pria itu tak kalah kencang ditengah gemuruh deburan ombak.

"Lepaskan!" Wanita itu masih berusaha melepaskan tangan si pria yang masih mencengkeram pergelangan tangannya dengan kuat. Seolah-olah sengaja tidak ingin melepaskan wanita itu.

"Seharusnya kau biarkan saja ombak itu menyeret tubuhku. Kenapa kau menyelamatkan aku!" 

Dengan sekali hentakan kuat, cengkeraman tangan itu akhirnya terlepas. "Seharusnya kau tidak menyelamatkan aku."

Suara wanita itu kini terdengar lirih. Ia jongkok dan menenggelamkan wajahnya di antara lutut. Pundaknya naik turun karena isak yang tak lagi bisa dibendung.

"Apa kau sangat putus asa  dengan  hidupmu?" Pria itu tersenyum masam pada wanita tersebut.

Tidak ada jawaban dari wanita yang sedang terisak di depannya. Tidak peduli dengan embusan angin laut yang menerpa tubuh yang sudah basah kuyup. Wanita itu tengah meluapkan emosi dengan tangis karena sebuah kegagalan.

Tidak ada kata yang terucap dari kedua anak manusia tersebut. Pria itu juga enggan untuk beranjak dari sana. Ia menunggu sampai wanita itu selesai dengan luapan rasanya.

Manik mata coklat milik pria berkaus hitam itu menatap langit sore. Sang mentari meredup merona merah, bersiap untuk kembali ke peraduannya. Memberikan salam perpisahan dengan meninggalkan semburat jingga di langit dan membuat awan berbentuk puzzle-puzzle yang indah dipandang mata.

Embusan angin laut yang semakin kencang menyusup ke dalam pakaian yang basah. Membelai kulit dan meninggalkan sensasi dingin. Seharusnya pria itu pergi saja, tetapi ada sesuatu yang memaksa untuk tetap berdiri di sana. 

Ia memang menyukai senja, sunset, dan segala apa pun yang berhubungan dengan langit, tetapi bukan itu yang membuatnya tetap berdiri di sana. Ia juga tidak mengerti kenapa sulit sekali untuk meninggalkan wanita yang tidak ia kenal tersebut.

"Kiya!"

Teriakan dari seorang wanita  yang berlari menghampiri, berhasil mengalihkan perhatian pria bermata coklat itu dari langit sore yang indah. "Kiya kamu baik-baik saja?" tanya wanita itu. Ia jongkok di depan wanita yang sedang menelungkupkan wajahnya di atas lutut.

Wanita yang mengenakan jilbab berwarna peach itu mendongak. Ia kemudian menggeleng pelan.

"Kita pulang, ya," ajak sahabatnya sembari mengusap sisa air mata di pipi wanita itu. Ia membantu wanita tersebut untuk berdiri. "Terima kasih," ucapnya pada satu-satunya pria yang ada di sana.  Tidak perlu meminta penjelasan apa pun, wanita itu seolah-olah tahu apa yang baru saja terjadi.

"Cepat!" Wanita bernama Kiya itu menarik lengan sahabatnya dan meninggalkan pria tersebut begitu saja. Tanpa ucapan terima kasih. 

Pria itu berdecak kesal sembari menatap kepergian dua wanita yang semakin jauh melangkah meninggalkan pantai. Satu sudut bibirnya membentuk lengkungan kecil saat menyadari betapa kesalnya wanita itu karena ia sudah menggagalkan rencana wanita tersebut.

"Setipis itukah imannya? Sampai-sampai dia berpikir jika kematian akan menyelesaikan masalah." Pria itu menghela napas dan beranjak dari sana.

*

Sang mentari sudah benar-benar tenggelam. Suara lantunan murottal dan selawat dari masjid dan musala di sekitar terdengar jelas. Mengalun indah, memberi isyarat jika sebentar lagi azan magrib akan berkumandang.  Mengingatkan para penduduk untuk berhenti dari segala aktifitas, dan bersiap memenuhi panggilan dari Sang Khalik untuk sejenak menunaikan kewajiban sebagai hamba-Nya.

Langit kembali menumpahkan airnya malam ini. Gemuruh suara petir dan kilat saling bersahutan. Suasana yang sangat dibenci oleh seorang wanita yang sedang meringkuk memeluk lutut. Suasana ini kembali  mengingatkan ia pada kenangan pahit yang mengubah hidup keluarganya. Kejadian buruk yang mencipta luka begitu dalam dan perih. Menumbuhkan kebencian yang tidak berpenghujung. Membuat ia membenci akan takdir yang begitu kejam. Namanya Azkiya Hilya Nadifa.

"Argh!"

Teriakan itu tenggelam bersama dengan bisingnya denting yang berjatuhan di atas atap rumah dan gemuruh di langit malam.

Pyar

Suara pecahan kaca meja rias terdengar cukup jelas ditelinga wanita paruh baya yang sedang bersandar di balik pintu kamar putrinya. Air mata terus meluncur bebas membasahi pipi. Matanya terpejam merasakan perih di hati manakala teriakan dan makian terdengar jelas di telinga. Tangannya meremas daster yang ia pakai. 

"Argh! Berhenti! Hentikan suara sialan itu! Seharusnya Engkau tahu aku sangat membenci suara-suara itu!" Kembali teriakan itu terdengar dari dalam kamar.

Kini wanita paruh baya itu menangis meraung. Memukul pelan dadanya beberapa kali. Jeritan dan teriakan itu bagai sebuah sembilu yang menyayat. Dengan sabar, ia menunggu sampai putrinya di dalam sana benar-benar tenang.

Hujan sudah mulai reda, hanya meninggalkan rintik gerimis. Gemuruh di langit dan kilat sudah tak terdengar lagi. Pun dengan teriakan di dalam kamar sederhana itu.

Ceklek.

Perlahan pintu kamar terbuka. Pertama yang ditangkap oleh netra wanita paruh baya itu adalah putrinya yang sedang meringkuk memeluk lutut. Ia melangkah naik ke atas tempat tidur, menghampiri sang putri.

"Semua baik-baik saja, Nak. Ibu di sini." Ia memeluk erat tubuh putrinya yang sedang menangis terisak. "Sudah reda. Dia tidak akan turun lagi," sambungnya. Sebelah tangannya tidak berhenti membelai kepala putri tercinta. Sedangkan air mata, terus menganak sungai membasahi pipi. 

“Kiya benci mereka, Bu. Kiya benci!” Suara itu terdengar lirih di tengah isakan. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 18. AKU BISA MEMOTONG BAWANG

    Kiya tidak menyangka akan bertemu lagi dengan Kenzie. Ia pikir, pria itu tidak akan pernah kembali lagi ke desa. Kiya merutuki dirinya sendiri yang tidak berani mengucapkan kata maaf pada pria itu. Padahal, rangkaian kata maaf sudah ia susun sebaik mungkin, nyatanya ia membisu saat di depan pria itu. “Kamu kenapa, Nak?” Ratna mengerutkan kening saat melihat Kiya yang langsung masuk ke dalam kamar. Kiya duduk di sisi tempat tidur dan mengatur napasnya. Beberapa kali ia menarik napas dan mengembuskan perlahan. “Argh!” Kiya frustasi sendiri dengan perasaannya. Ia paling tidak suka dengan rasa bersalah yang terus memenuhi benaknya. “Mau ke mana lagi, Nak?” tanya Ratna saat melihat Kiya kembali ke luar dari kamar.“Ada urusan yang harus Kiya selesaikan, Bu,” jawab Kiya. Ratna tidak bisa bertanya lagi karena Kiya sudah menghilang di balik pintu yang sudah kembali tertutup. Motor Kiya kembali terparkir di tempat biasa. Ia melirik mobil di sampingnya. seharusnya ia bisa langsung turun

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 17. BERTEMU KEMBALI

    Obrolan kedua anak manusia itu masih berlanjut. "Aku sudah siap dengan semua resikonya, Kak. Boleh aku bertemu dengannya?" pinta Shanum dan mendapat gelengan dari Kenzie. "Dia tidak akan bisa menerima orang baru, Num. Aku tidak yakin dia mau bertemu dengan kamu." Shanum hanya menghela napas berat mendengar jawaban Kenzie. Dia tidak ingin memaksa pria itu lagi. "Sudah malam, Num. Sebaiknya kita kembali ke dalam." Kenzie berdiri dari duduknya dan berjalan lebih dulu, diikuti Shanum di belakangnya. Obrolan mereka memang sudah selesai, tetapi tidak dengan perasaan Shanum untuk Kenzie. Ia memutuskan untuk menunggu. Orang tua mereka tersenyum menyambut anak-anak mereka yang sudah datang dan ikut bergabung bersama mereka. Tidak ada yang membahas seputar hubungan antara Shanum dan Kenzie. Mereka seolah tahu dan tidak ingin membahas apa pun untuk menghargai perasaan anak-anak mereka. Mereka hanya membahas seputar pekerjaan Shanum di kantor. “Sejauh ini Shanum bekerja dengan sangat baik

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 16. MARI BERTARUNG DALAM DOA

    Kiya masih menunggu Amar melanjutkan ucapannya. Membiarkan suara angin yang menerpa pepohonan di sekitar mereka mendominasi suasana yang terasa canggung. “Apa pria itu adalah pilihan kamu, Ky? Apa kamu benar-benar mempunyai hubungan dengannya?” Amar bertanya dan ingin memastikan untuk terakhir kalinya. “Kenapa kamu bertanya hal yang akan menyakiti diri kamu sendiri, A? Bukannya sudah cukup tahu dan tidak perlu mencari tahu kejelasan hubunganku dengan siapapun? Bukti seperti apalagi yang kamu inginkan?” Kiya balik bertanya. Ia beranikan diri untuk menatap Amar berusaha mengendalikan diri. “Aku hanya ingin memastikan, Ky. Kalau kamu benar-benar mencintai pria itu, maka aku akan melepaskanmu dan menjalani kehidupanku yang baru. Jika dia benar-benar pilihanmu, sekeras apa pun aku memberi makan egoku, maka aku akan kalah. Aku bisa bersaing dengan puluhan laki-laki yang mencintai dan mengejarmu, tapi aku tidak akan mampu bersaing dengan satu pria yang kamu cintai.” Kalimat Amar terdenga

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 15. Menentukan Pilihan

    Tiga minggu sudah berlalu. Semua berjalan lancar. Pekerjaan di kantor sang papa berhasil Kenzie tangani seperti biasa. Namun, pria tampan itu belum bisa menata hatinya dengan benar. Hubungannya dengan Shanum juga berjalan layaknya atasan dan sekretaris saja. Ada sebuah perasaan yang berhasil menggelitik dan mengusik hati Kenzie. Rindu. Dia benar-benar rindu pada sosok wanita asing yang berhasil mengacak-ngacak hatinya. Berulang kali menepis dengan membalas pesan Shanum dan berkomunikasi dengan wanita itu seperti permintaan kedua orang tuanya, tetapi wajah Kiya semakin jelas berkelebatan dan menghantui setiap waktu. Seperti pagi itu, saat Shanum sedang menunggunya selesai menandatangani beberapa berkas penting. Pikiran Kenzie sedang berkelana dan tiba-tiba saja wajah Amar melintas dan semakin membuatnya merasa tidak tenang. Ia gelisah dan takut pria itu akan mendatangi Kiya. Dia belum mencari tahu siapa pria itu dan apa hubungannya dengan Kiya. "Maaf, Pak. Apa ada masalah dengan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 14. Pembelaan Seorang Ibu Terhadap Putrinya

    “Ibu, Ayah. Amar sudah bilang nggak perlu datang ke sini. Ini bukan salah Kiya, Bu, Yah.” Amar berdiri di ambang pintu. Napasnya tersengal, terlihat jika pria itu habis berlari. “ Bu, Kiya, Maafkan kedua orang tua saya.” Amar menatap tidak enak hati pada pemilik rumah. “Sebaiknya kamu bawa orang tua kamu pergi dari sini, Nak Amar. Tolong katakan pada mereka untuk berhenti menyalahkan Kiya dan jangan mengait-ngaitkan lagi dengan kehidupanmu saat ini. Bukankah pembicaraan kita saat itu sudah sangat jelas?” Ratna menatap Amar. “Maafkan saya, Bu,” ucap Amar. “Ayah, Ibu, Amar sudah jelaskan kepada kalian jika keputusan yang Amar ambil tidak ada hubungannya dengan Kiya. Ini murni keinginan Amar. Kiya meminta Amar untuk berhenti mengejar dan mengharapkan Kiya lagi, Bu. Amar sudah berusaha, tetapi ternyata Amar memang belum bisa melupakan Kiya. Bahkan, disaat Kiya sudah mendapatkan pengganti Amar pun masih menampik kenyataan itu.” “Kamu sudah gila, Amar. Apa kurangnya Zahra? Kamu bahkan

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 13. Kejutan Tidak Terduga

    Pagi ini Kenzie sudah mengenakan pakaian rapi dan bersiap untuk ke kantor. Mama dan papanya menyapa saat mereka sarapan bersama. “Hari ini adalah hari pertama Shanum bekerja, Kenz. Bantu dia dan bersikap baiklah padanya. Jangan memberi harapan atau menunjukkan penolakan yang terlalu terlihat. Bicara pelan-pelan jika kamu sudah yakin dengan perasaanmu sendiri.” Radit memberikan nasihat pada putranya. “Baik, Pa. Kenzie akan berusaha menjaga perasaan Shanum.” Kenzie melanjutkan sarapannya. “Papa akan pergi ke Surabaya selama beberapa hari. Tolong bekerjalah dengan baik dan jangan tinggalkan perusahaan.”“Baik, Pa.” Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara ayah dan anak tersebut. Mereka kembali fokus pada sarapan masing-masing dan berangkat menuju kantor. “Mama akan ikut Papa?” tanya Kenzie pada sang mama saat wanita paruh baya itu mengantar putra dan suaminya ke depan. "Iya, Nak. Mama harus nemenin Papa. Sekalian menghadiri undangan salah satu kolega papa kamu di acara pernika

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 12. Menyerahlah Jika Kamu Tidak Yakin

    Kenzie sudah duduk bersama kedua orang tuanya di ruang keluarga saat tamunya sudah pulang. “Kenapa Papa nggak bicarakan dulu sama Kenzie tentang Shanum yang akan menggantikan Sesil di kantor? Dia akan bekerja denganku, Pa.” Kenzie sedang melayangkan protes pada sang papa. “Bukankah kamu senang kalau Shanum yang akan menggantikan Sesil jadi sekretaris kamu?“ Radit memicing menatap putranya. “Nak, Shanum itu masih menyimpan perasaannya untukmu dari dulu. Bukankah selama ini kamu tidak mau terlibat hubungan dengan wanita lain karena kamu juga sedang menunggunya?” Amelia mengusap tangan putranya. “Awalnya Kenzie juga berpikir begitu, Ma. Tidak ada wanita yang bisa menggetarkan Kenzie selama ini dan Kenzie masih berharap bisa bertemu lagi dengan Shanum, tapi semuanya sudah berbeda sekarang.” “Apa ada wanita lain yang kamu sukai, Kenzie?” tanya sang papa. Sorot matanya berubah tegas saat menatap putranya. Kenzie mengangguk. “Tapi Kenzie masih ragu dengan perasaan Kenzie, Pa. Kenzie

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 11. Bertemu Lagi

    Kenzie menatap lurus ke depan, fokus mengemudi. Sedangkan pria yang duduk di sampingnya sudah terlelap. Rencana awal, Kenzie akan menyuruh Hamish untuk tidur dulu beberapa jam sebelum mereka kembali ke Jakarta. Namun, apa daya. Raditya sudah menelpon dan meminta mereka untuk cepat kembali ke Jakarta. Hamish bangun saat mobil yang dikendarai Kenzie berhenti di rest area untuk mengisi bahan bakar sekaligus beristirahat sebentar. Pria itu melipir ke sebuah minimarket untuk membeli minum. “Aku ingin ke toilet dulu,” imbuh Hamish setelah Kenzie kembali ke mobil. “Hem.” Kenzie menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil, mengatur posisi senyaman mungkin. Baru saja bersandar beberapa menit, ponsel miliknya berdering dan ia mendesah berat karena itu adalah panggilan dari sang papa. ‘Apa kalian sudah jalan pulang, Kenzie?’“Kami sedang istirahat sebentar di rest area, Pa.”‘Baiklah, kami akan menunggumu.’Radit mematikan sambungan teleponnya. Kening Kenzie mengernyit. “Kami? Papa sed

  • Pesona Wanita yang Ternoda   CHAPTER 10. Semakin Penasaran

    Kiya masuk ke dalam setelah Kenzie pergi dari rumahnya. Ia juga bahkan membiarkan satu pria lain salah paham dengan sikapnya. “Kenapa kamu bersikap seolah membenarkan dugaan Nak Amar, Nak?” Ibu mendekati putrinya dan mengusap tangan wanita itu. “Lebih baik seperti itu, Bu. Biar A Amar tidak berharap apa pun dari Kiya dan dia bisa mencari wanita lain.” Kiya mengusap sudut matanya yang sudah basah. “Kiya tidak mau dia berharap lagi sama Kiya, Bu.”“Tapi kamu akan membuat pria lain salah sangka dengan sikap kamu, Nak. Apalagi kalau sampai dia memiliki perasaan pada kamu, dia akan mengira kamu mempunyai perasaan yang sama.” Ibu menatap khawatir pada putrinya. Kiya tersenyum sembari menggeleng. “Nggak mungkin, Bu. Aku nggak kenal siapa dia dan aku sangat membencinya” sanggah Kiya dengan cepat. “Tapi kamu akan membuat Nak Amar semakin salah paham dan menilai buruk kamu, Nak.”“Lebih baik seperti itu, Bu. Kalau dengan membenciku bisa membuat dia cepat melupakan aku, biarkan saja. Itu ja

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status