Share

Cium Tangan

“Eh, ada pengantin baru bertamu. Nggak bulan madu nih?” Bu Vera datang menghampiri Lulu dan Rey di ruang tamu.

Perempuan paruh baya itu langsung memeluk ponakannya. “Kemarin tante sakit, jadi gak bisa ke pernikahan kalian. Tante minta maaf ya. Selamat menempuh hidup baru.”

“Iya, Tante, gak papa. Yang penting sekarang Tante udah sehat,” ujar Lulu saat Bu Vera telah melepaskan pelukannya.

Bu Vera kemudian menyalami Rey sekilas tanpa melihat ke arahnya sekalipun. Sementara Rey tahu diri mengapa Bu Vera bersikap demikian, namun dia tidak mau ambil pusing dan berpura-pura bahwa tidak mengenal Bu Vera sebelumnya.

Vivi datang menghampiri mereka dengan membawa minuman, lalu menyuguhkannya tanpa berucap sepatah katapun. Dia masih kaget akan kedatangan tamu-tamu yang tak diundang ini ke rumahnya. Pertama adalah mahasiswa baru yang sok pintar dan menjengkelkan, kedua adalah sepupu dan mantan pacarnya yang baru saja menikah. Mereka semua membuat hati Vivi jengah sebenarnya, namun dia mencoba menetralkan semua perasaannya dan bersikap biasa saja. Hidup harus terus berlanjut, meskipun pahit dan sakit. Begitulah prinsip hidup Vivi, pantang baginya mementingkan perasaan dan berlarut-larut dalam kesedihan hanya karena seorang lelaki yang mengkhianatinya.

Handphone Ferdi kembali berdering, dia meminta izin pada Bu Vera dan yang lainnya untuk mengangkat telepon di luar. Bu Vera dan Vivi mengangguk pelan, melihat hal itu Ferdi pun segera menuju ke luar rumah untuk mengangkat telepon.

“Itu pacarnya Kak Vivi, Tan?” tanya Lulu pada tantenya.

Bu Vera hanya tersenyum tipis menjawab pertanyaan Lulu karena mendapatkan kode dari Vivi yang kini duduk di sampingnya. Vivi sengaja menggenggam tangan mamanya dengan keras, sebagai kode agar Bu Vera tidak mengatakan hal yang sebenarnya.

“Ganteng juga sih. Pantes sama Kak Vivi yang cantik.” Lulu tersenyum sambil melirik ke arah Vivi.

“Alhamdulillah,” jawab Vivi menyunggingkan senyuman untuk membalas senyum keponakannya.

Hal tersebut kembali membuat Rey kesal. 'Apa tak ada hal lain yang bisa dibahas selain tentang si Ferdi itu?' Rey menggerutu dalam hati.

“Tapi dari tadi handphonenya bunyi terus tuh kayaknya, tanda-tanda lelaki gak bener biasanya. Ini kan malam Minggu, banyak cewek yang minta diapelin kali, playboy!” Celetuk Rey.

Dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berkomentar. “Atau mungkin itu debt kolektor pinjol yang nelponin terus.”

Vivi tertawa dalam hati, dia dapat membuat Rey kesal sampai sifat asli Rey keluar. 'Lelaki julid! Sepertinya dia tidak cukup puas hanya dengan mengkhianatiku, dia juga tidak mau melihatku dekat dengan lelaki lain,' Vivi berkata dalam hati.

“Lho, kok jadi ngomongin orang? Menduga-duga begitu bisa jadi fitnah lho.” Bu Vera menanggapi santai ucapan Rey, hal itu membuat Lulu mendelik ke arah suaminya, Rey bergeming seketika.

Ferdi masuk kembali ke dalam rumah, dia menghempaskan bobot tubuhnya di sofa tunggal yang terletak di samping Vivi.

“Kok pada diem?” tanya Ferdi. “BTW, pengantin baru ini pacaran berapa lama sampai akhirnya memutuskan untuk menikah?”

“Cuma 6 bulan. Alhamdulillah langsung diseriusin,” jawab Lulu sumringah. Dia menatap manis ke arah Rey, tatapan yang dibalas senyuman oleh suaminya.

“Bagus tuh, asal jangan cepet dinikahin karena hamil duluan,” celetuk Ferdi diiringi tawa. Ya, dia hanya berusaha bercanda agar suasana mencair. Namun tidak ada yang tertawa selain dirinya sendiri.

Tak ada jawaban dari Lulu dan Rey, mereka hanya semakin kesal dan langsung berpamitan pulang.

“Kak Vivi, Tante Vera, aku sama Rey pulang duluan ya. Mama W* tadi suruh cepet pulang katanya,” ujar Lulu memberikan alasan. Dia melirik ke arah Ferdi sekilas dengan tatapan sinis.

“Buru-buru amat, Lu? Tante kan masih kangen sama kamu,” ucap Bu Vera. Sebenarnya dia ingin banyak mengorek informasi tentang bagaimana Lulu bisa menikah dengan Rey, karena dia tidak tahu sejak kapan keponakannya itu berpacaran dengan mantan pacar anaknya dan apakah Lulu tahu jika Rey adalah mantan pacar Vivi. Namun sepertinya kali ini situasinya tidak tepat untuk hal itu.

“Kapan-kapan nanti aku ke sini lagi, Tan.” Lulu menyalami tantenya, lalu menyalami Vivi. Dia menatap kesal ke arah Ferdi, namun mau tidak mau dia harus bersalaman juga dengan Ferdi. Rey pun mengikuti tindakan Lulu.

“Kayaknya omongan aku ada yang salah ya sampai mereka langsung pamit pulang gitu?” tanya Ferdi pada Vivi.

Vivi hanya mengendikkan bahu.

“Ya kalau nggak tersinggung harusnya bisa nutupin sikap. Kelihatan banget tadi pada natap sinis ke aku,” cerocos Ferdi yang tidak ditanggapi oleh Vivi.

Bu Vera sudah masuk kembali ke dalam kamarnya saat Ferdi berkata demikian, mamanya Vivi itu langsung meninggalkan anaknya berdua bersama Ferdi setelah kepergian Lulu dan Rey. Sengaja tidak ingin mengganggu waktu mereka, membiarkan anak perempuannya itu untuk membuka hati pada lelaki selain Rey.

Vivi yang sebenarnya mendengarkan perkataan Ferdi pura-pura sibuk bermain ponsel, memasang headset di telinganya, berusaha membuat Ferdi tidak betah.

Ferdi yang melihat tingkah laku Vivi pun tak mau kalah, dia malah bermain game online. Mereka berdua sama-sama sibuk dengan handphone masing-masing.

“Gak mau pulang? Udah jam sembilan lewat loh.” Vivi mengingatkan Ferdi yang terlihat masih asyik dengan game onlinenya.

“Kalau bisa sih mau nginep di rumah calon mertua,” jawab Ferdi tanpa mengalihkan pandangan dari game onlinenya.

Vivi menatap geram mahasiswanya itu. “Kalau mau nginep izin dulu ke Pak RT. Lapor!”

“Udah sih tadi pas mau ke sini.”

‘Apa iya? Ini anak ngebohong atau gimana? Padahal aku sengaja ngomong kayak gitu biar dia cepat pulang,’ Vivi membatin dalam hati.

“Bohong!” Tuduh Vivi seraya menatap tajam ke arah Ferdi. Namun yang ditatap tidak peduli, dia dengan santainya masih duduk di kursi.

“Serius. Nama RT-nya Pak Jupri, Kan? Tadi ketemu Pak Jupri pas mau ke sini. Aku bilang kemungkinan mau nginep kalau kemalaman, terus orangnya mengizinkan sambil tersenyum ramah pas aku ngasih satu selop rokok,” tutur Ferdi sekilas menatap ke arah Vivi sambil tersenyum semanis mungkin.

Dosen cantik itu pun tersenyum kecut mendengar penuturan Ferdi. 'Dasar warga +62, ramah dan mudah sekali kalau dikasih sogokan, bukannya menerapkan aturan,' Vivi bermonolog dalam hati sambil mencari cara untuk mengusir Ferdi dari rumahnya.

Vivi yang sudah merasakan kantuk pun menguap beberapa kali. “Saya ngantuk, mau tidur. Kamu pulang sana!” Vivi langsung bicara tanpa basa-basi.

Seharian ini Vivi memang sibuk sehingga tidak sempat untuk sekadar tidur siang, sementara dia selalu bangun subuh. Hal itulah yang membuat Vivi mengantuk.

“Ngusir nih?” tanya Ferdi sambil menatap lekat mata dosennya.

“Kalau iya, kenapa?” tantang Vivi.

“Kalau ngusir ya saya pulang. Masih ada besok kok buat bertamu lagi,” jawab Ferdi dengan santai. “Bu Vera mana? Aku mau pamitan.”

“Gak usah pamit-pamitan segala, lagian jam segini mama udah tidur.” Vivi menjawab dengan nada jutek.

“Ya udah, saya pamit dulu.” Ferdi mengulurkan tangannya.

Karena rasa kantuk yang sudah amat sangat terasa, Vivi refleks mencium tangan Ferdi.

“Gak salah nih yang tua cium tangan yang muda? Oh iya, kan calon istri mesti cium tangan calon suami,” ujar Ferdi tersenyum manis. Vivi baru menyadari kesalahannya barusan saat lelaki di depannya mengatakan demikian.

“Ferdi ….” Teriak Vivi geram, dia segara bangkit dari tempat duduknya, mencoba melampiaskan kekesalan pada lelaki di hadapannya.

Ferdi segera pergi dari rumah Vivi seraya mengucapkan salam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status