Share

Ferdi VS Rey

Rey memandangi handphone-nya, dia menunggu status WA atau status F* Vivi tentang pacarnya yang kecelakaan, namun hingga malam hari, tak juga dia mendapati status yang ditunggunya tersebut, padahal dia sudah bolak-balik mengecek handphone.

“Masa si Ferdi bisa selamat sih? Gak mungkin kayaknya. Harusnya minimal lecet-lecet gitulah kena aspal,” ujar Rey bermonolog sendiri. Tak lupa dia kembali mengecek handphone, lalu membersihkan riwayat pencarian akun F* Vivi agar tidak ketahuan Lulu.

“Dari siang perasaan ngeliatin HP mulu , emang ada apaan sih? Tumbenan banget,” ujar Lulu yang menghempaskan tubuhnya duduk di samping suaminya.

“Eh, gak apa-apa, kok,” jawab Rey gelagapan.

“Coba sini liat HP-nya.” Lulu langsung merebut handphone Rey dan memeriksanya.

Bersih. Tak ada apa-apa dan tak ada sesuatu yang mencurigakan. Lulu mengechek riwayat aplikasi yang digunakan, bersih. Semua sudah dihapus oleh Rey. Lulu pun mengembalikan handphone suaminya setelah lelah memeriksa.

“Nah, gak ada apa-apa, kan?” tanya Rey yang dijawab anggukan oleh Lulu.

Dua hari berlalu, tak ada kabar jika Ferdi kecelakaan. Hal itu membuat Rey sedikit bingung.

“Tuan, ada yang mencari Tuan di depan,” ujar Bi Inem, pembantu di rumah Lulu.

‘Mencariku? Bukankah ini rumah Lulu?’ Rey membatin. Namun dia segera bangkit dari duduknya di ruang TV dan berjalan ke arah pintu depan rumah.

Rey amat kaget ketika melihat Ferdi sedang berdiri gagah di hadapannya. Dia mengamati lelaki muda di depannya, tak ada lecet atau tanda-tanda baru kecelakaan.

“Kenapa? Aneh ya aku masih hidup dan gak ada luka sedikitpun?” tanya Ferdi yang membuat Rey tertegun, dia menelan salivanya mendengar perkataan Ferdi.

“Apa maksudmu? Ada perlu apa kamu ke sini?” tanya Rey ketus. Dia pura-pura tidak tahu apa maksud perkataan Ferdi barusan.

Ferdi tersenyum sinis.

‘Apa dia tahu jika aku mencoba mencelakainya? Tapi darimana dia tahu?’ Rey betanya pada dirinya sendiri dalam hati.

Ferdi merogoh handphone di saku celananya, lalu mengotak-atik benda pipih tersebut, beberapa saat kemudian dia memperlihatkan layar handphone-nya pada Rey.

Rey terbelalak melihat rekaman video dirinya sedang mengitari motor Ferdi lalu menggunting selang remnya.

‘Ja-jadi motornya dipasangi CCTV? Atau itu rekaman dari CCTV di depan indom*rt?’ Rey terbata berkata dalam hati.

Sesaat Rey segera membuang muka, lalu mengumpat tertahan. Ferdi segera memasukkan handphone ke dalam saku celananya.

“Sekarang saya yang tanya. Ada masalah apa kamu dengan saya?” tanya Ferdi tegas.

Rey hanya diam tak menjawab. Sorot matanya tajam ke arah Ferdi, dia tak merasa bersalah sedikitpun.

“Saya bisa laporin hal ini ke polisi loh. Saya punya bukti yang kuat,” ujar Ferdi, hal itu membuat detak jantung Rey berpacu dengan cepat.

‘Bodoh! Kenapa aku gak lihat CCTV-nya saat mengitari motor Ferdi? Apa CCTV nya amat kecil sampai tidak kelihatan? Tidak mungkin jika Ferdi selamat berkat CCTV di depan indom*rt,' Rey mengumpat dirinya sendiri dalam hati. Sebisa mungkin dia memasang raut wajah yang datar dan tidak terkejut dengan perkataan Ferdi.

“Hal kecil begitu saja sok-sokan mau lapor polisi. Lagian orang yang di video itu bukan aku, bisa saja dia hanya mirip denganku. Kamu jangan asal tuduh ya! Bisa saja saya laporkan kamu atas pencemaran nama baik jika kamu menuduh saya yang bukan-bukan!” Ancam Rey pada Ferdi.

Ferdi tersenyum amat manis. “Ngancam nih?” ledeknya.

“Saya hanya memberi tahu kamu konsekuensi jika kamu berurusan dengan saya. Jangan mentang-mentang kamu pacarnya Vivi yang merupakan saudara istri saya, jadi saya akan memaafkan kamu begitu saja.” Rey menatap tajam ke arah Ferdi.

“Gak kebalik nih?” Ferdi bertanya dengan nada mengejek. Raut wajahnya sangat santai dan tidak tegang sedikitpun. “Kamu bisa cari tahu siapa saya di g****e, tinggal ketik nama saya aja. Ferdinand Alexander. Selamat bertemu di pengadilan!”

Setelah mengatakan hal itu Ferdi pun pergi meninggalkan kediaman orangtua Lulu, membuat Rey mematung di tempatnya sejenak. Kemudian Rey masuk ke dalam rumah dan segera mencari handphone-nya, dia mengetikkan nama lengkap Ferdi di kolom pencarian.

Mata Rey membulat sempurna. Ada banyak artikel yang memuat tentang Ferdi di sana. Rey membuka artikel tersebut satu per satu dan membacanya secara random. Isinya sama semua. Ferdinand Alexander, salah satu orang jenius di Indonesia dengan IQ 195. Seorang pemuda blasteran, ayahnya adalah warga negara Amerika. Dia sudah lulus cum laude dari universitas terkemuka di luar negeri pada usia muda dan mendapatkan beberapa penghargaan.

“Kalau dia sudah lulus dari universitas luar negeri, kenapa dia malah kuliah lagi di Indonesia?” Rey menatap heran informasi di layar handphone-nya. “Ah, masa bodo. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana jika dia sungguhan melaporkanku ke polisi?”

Rey mengacak-acak rambutnya frustasi. Tiba-tiba sebuah tangan menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengacak-acak rambut.

“Kenapa rambutnya?” tanya Lulu yang kini sudah duduk di samping Rey.

Rey menarik napas panjang, melihat sekilas ke arah istrinya. “Kamu tahu keluarga Alexander?”

“Tentu.” Lulu berkata dengan mantap. Hal tersebut semakin membuat Rey ketar-ketir.

“Memangnya kenapa?” tanya Lulu lagi. “Ditanya kok malah balik nanya.”

“Kalau misalkan aku punya masalah dengan keluarga Alexander, lalu saling melaporkan ke kantor polisi. Kira-kira di pengadilan yang akan menang siapa?” Rey bertanya hati-hati.

Lulu sedikit terkejut mendengar pertanyaan Rey. Dia tampak berpikir serius.

“Ini misalkan aja loh.” Rey menegaskan, membuat Lulu menatap suaminya lekat.

“Sekalipun hanya misalkan, usahakan jangan buat masalah dengan keluarga itu. Mereka bukan orang sembarangan, sekalipun keluargaku kaya, tapi keluargaku masih jauh di bawah keluarga Alexander.” Lulu bicara serius, hal itu membuat Rey menelan salivanya berkali-kali.

“Tapi, itu kan hanya misalkan. Lagian emang kamu kenal sama anggota keluarga Alexander?” tanya Lulu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status