Share

Bab 2. Tidak Ada Yang Tau

Baru saja Renata hendak bertanya kembali, tapi dilihatnya Yoke sudah keluar dari toilet, dan berjalan menghampirinya.

“Lo disini ternyata Re, gue nyariin juga”

“Gue nungguin lo dari tadi, lo lama amat di toiletnya, oia.. kenalin nih kakak senior kita”

Renata menoleh kembali ke arah Seno untuk mengenalkanya kepada Yoke, namun saat itu tak di lihatnya sosok Seno dimanapun, Renata jadi celingukan sendiri.

“Lo nyari siapa sih Re?”

“Kak Seno, tadi dia ada disini ngajak gue ngobrol”

“Mana?”

Mata Renata berusaha mencari sosok Seno yang tiba-tiba lenyap dari pandanganya. “Tadi di sini kok... udah pergi kali ya?”

Yoke menganggkat satu tanganya dan ditempelkan ke dahi Renata. “Ngga panas,” ucapnya.

“Ihh... apaan sih Ke.” Renata menepis tangan Yoke.

“Ngecek doang Re, lagian nih ya... gue liat lo tuh dari tadi sendirian, berdiri bengong mangap gitu, kaya ayam nunggu antrian mau di potong”

Mendengar Yoke menyamakanya dengan ayam membuat Renata melupakan tentang Seno dan menatap sebal ke arah Yoke. “Ini gara-gara lo kelaman di toilet.”

“Iihh namanya juga panggilan alam, ya harus dituntaskan secara alamiah lah”

“Udah...udah, kita depan yuk, kayanya udah banyak yang dateng, kita gabung sama mereka”

“Iye, ini juga mau kesana, udah siap-siap ngebut nih gue, udah masuk ke gigi R”

“Sejak kapan gigi R dipake buat ngebut? Bukanya itu buat mundur?”

“Ya mana gue tau Re, kan gue ga bisa nyetir”

Renata merotasi kedua bola matanya, segera ditariknya tangan Yoke dan mereka berdua pun berjalan beriringan menuju ke lapangan tempat para mahasiswa baru berkumpul, Renata melingkarkan lenganya di pundak Yoke yang tubuhnya lebih pendek darinya. Fostur tubuh mereka berdua memang kontras, Yoke bertubuh sedikit gempal dan lebih pendek, sedangkan Renata bertubuh tinggi dan langsing, idaman para gadis.

***

Para mahasiswa baru diminta berkumpul berdasarkan kelompoknya masing-masing yang sudah dibagikan oleh kakak senior mereka dan Renata harus kecewa karena mendapatkan kelompok yang berbeda dari Yoke. Tak lama merekapun sibuk mengerjakan beberapa tugas yang diberikan para seniornya, termasuk Renata.

“Ehh.... kalian tau ga? Ketua BEM kita ganteng banget,” ucap salah seorang mahasiswi yang satu kelompok dengan Renata.

“Iya, gue juga tadi lihat dia, emang ganteng banget, semoga dia belum punya pacar” yang lain menimpali ucapan mahasiswi sebelumnya.

“Ssstttt... kita diliatin kating tuh, jangan ngerumpi mulu,” ucap gadis yang posisinya paling dekat dengan Renata.

Renata mengangkat kepalanya dan menatap beberapa kating di depan mereka yang sedang memberikan arahan pada adik-adik tingkatnya, mata Renata berusaha mencari sosok yang dia temui tadi pagi. Tanpa sengaja matanya berpapasan pandang dengan satu sosok dingin nan tampan yang saat ini juga tengah memandangnya.

“Dia itu ketua BEM kita, Kak Dylan namanya.” Bisikan di dekat telinga Renata menyadarkanya untuk  buru-buru memutuskan kontak mata dengan sosok yang baru diketahui bernama Dylan tersebut.

Renata melirik ke arah temannya yang memberikan infomasi gratis tanpa dimintanya itu. “Kok lo tau sih?”

“Apa juga gue tau kalo soal gosip di kampus ini mah, btw... kenalin gue Nadia”

“Ohh.. nama gue Renata”

Mereka berdua kembali fokus menatap ke depan walaupun sesekali masih saling berbisik untuk bertanya tentang diri masing-masing, ternyata Nadia memang mengetahui banyak tentang seluk beluk kampus mereka, terutama gosip yang sedang viral di kalangan kampus.

“Nad, berarti lo tau dong soal Kak Seno? Kakak tingkat kita, anak teknik semester tujuh”

Nadia nampak berpikir sesaat sebelum menggelengkan kepalanya. “Ga pernah denger gue, lo salah kali, mungkin namanya bukan Seno”

“Ga mungkin salah, gue denger jelas banget ko dia nyebutin namanya Seno ke gue, nama panjangnya Seno Wijaya.”

Keduanya masih asik berbisik saat tiba-tiba terdengar suara teriakan dari arah depan.

“KALIAN BERDUA COBA MAJU KE DEPAN!.”

Saat keduanya mendapati bahwa mereka berdualah yang dimaksud, tubuh mereka langsung lemas dan tertunduk. Dengan pasrah mereka berdua maju dengan di iringi suara huuu dari beberapa mahasiswi baru lainya.

“Bagus ya kalian, disuruh mencatat malah asik-asikan ngobrol, emang lagi ngerumpiin apaan? Arisan er te?”

Tak ada sahutan dari bibir Renata maupun Nadia, keduanya kompak diam dan menunduk, namun sesekali mata Renata melirik ke arah kakak seniornya yang sedang berdiri di depan keduanya dengan tatapan matanya yang dingin, wajahnya terlihat angkuh walaupun tampan. Dia adalah sosok yang kata Nadia adalah ketua BEM kampus mereka. Dylan.

“Kalo ga ada yang mau jawab kalian akan dihukum menyapu seluruh parkiran yang ada di kampus ini.”

Renata dan Nadia saling pandang dan menggelengkan kepala, mereka tak mau menyapu parkiran kampus yang luasnya ampun-ampunan.

“Ini kak.. anu... ituu.” Nadia tergagap menjawab pertanyaan Dylan.

“Ini apa itu yang anu?.” Dylan dengan sorot mata dinginya tetap menatap Renata dan Nadia tajam.

Nadia mencolek Renata, sebagai kode untuk membantunya menjawab. Sebelum Renata membuka suaranya, Dylan sudah kembali bertanya dengan suara yang mengagetkan keduanya.

“Lagi ngomongin soal Seno Wijaya kak.” Setengah berteriak Renata dan Nadia kompak mengucapkan kalimat yang sama karena kaget dengan suara Dylan.

Ada keterkejutan di wajah Dylan, namun hanya beberapa detik sebelum kembali normal. “Siapa Seno Wijaya?”

“It..itu kak, cowo yang ketemu temen saya ini tadi pagi katanya”

Mata Dylan berpindah menatap ke arah Renata yang sedang ditunjuk oleh Nadia, dengan tatapan yang tak dapat dimengerti. “Siapa nama kamu?”

“Re.. Renata kak”

“Kalo saya Nadia kak, saya ambil jurusan ekonomi”

Dylan hanya melirik sekilas ke arah Nadia. “Kembali ke kelompokmu, dan kamu Renata... ikut saya”

“Loh ko cuma Renata kak? Saya ga diajakin?” protes Nadia yang langsung mendapat sambutan huuu dari semua peserta ospek.

Dylan tak menghiraukan protes dari Nadia, dia berjalan lebih dulu meninggalkan aula, Renata langsung mengekori langkah Dylan karena tak mau hukumanya jadi bertambah. Sesampainya di ruang UKM Dylan membuka pintu dan menyuruh Renata masuk.

“Duduklah,” ucap Dylan menunjuk bangku kosong di depanya, sedangkan dia sendiri sudah terlebih dahulu duduk. “Kamu tau kan peraturan selama mengikuti ospek dilarang mengganggu ketertiban acara?” Lanjutnya setelah Renata menduduki kursi yang disediakan.

“Maaf kak” hanya itu yang keluar dari bibir Renata dengan kepala tertunduk.

Untuk sesaat lamanya tak ada suara yang keluar dari mulut mereka berdua, hingga kemudian Dylan kembali bertanya pada Renata.

“Kamu kenal dengan Seno Wijaya?”

“Eh? Tidak kak, tapi... kenal sih”

“Jadi kenal atau tidak?”

“Ehm... sebenarnya baru kenal hari ini, tadi pagi ketemu di lorong arah ke toilet”

Entah hanya perasaan Renata saja atau memang wajah Dylan yang berubah menjadi pucat. Dylan menatap Renata dengan sorot mata yang sulit diartikan.

“Dengar Renata, jangan bicarakan atau bertanya apapun pada siapapun tentang Seno Wijaya, ini hanya sebagai saran saja dariku, tapi kuharap kamu menuruti perkataanku.” Wajah Dylan kembali normal saat mengatakan semua itu, namun perubahan tersebut tetap saja tertangkap oleh mata Renata yang perasaanya jadi berubah tidak baik, seolah ada hal yang disembunyikan oleh Dylan. Terlebih saat kemudian Dylan berucap, “Jangan tanyakan mengapa, karena selain aku dan kamu, tidak ada yang mengetahui tentang Seno di kampus ini.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
wah jangan2 Seno d bunuh d kampus karena ada yg seneng dgn Seno katena dia ketua BEM d kampus ini sebelum Dylan keta BEM nya .atau Seno bunuh diri dn menghilang ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status