Home / Young Adult / Petaka Di Lorong Kampus / Bab 3. Keanehan Renata

Share

Bab 3. Keanehan Renata

Author: SunnyBells09
last update Last Updated: 2023-09-11 06:35:37

Renata masih terus memikirkan ucapan Dylan yang melarangnya menyebut nama Seno, karena Dylan tidak menjelaskan alasanya melarang Renata seperti itu. Bahkan dengan santainya Dylan meninggalkan Renata sendirian di ruang UKM.

“Sial, dasar ketua BEM ga ada ahlak, maen tinggal-tinggal aja”

Renata kembali ke aula dan bergabung bersama kelompoknya, dari kejauhan dia melihat Dylan yang sedang bercengkrama dengan teman sesama senior. Hingga kegiatan ospek selesai hari itu, Renata tak mendapat kesempatan lagi untuk berbicara dengan Dylan.

“Hei, Renata... gimana tadi? Lo dikasih hukuman apa sama ketua BEM?”

Renata hanya melirik sekilas ke arah Nadia tanpa menjawab pertanyaanya. Nadia terus mengekori langkah Renata menuju parkiran kampus mereka.

“Re... ditanyain malah diem, Kak Dylan ga ngasih hukuman puasa ngomong kan?”

“Lo pasti nanya begitu karena pengen dapet info buat dijadiin bahan gosip kan? ngaku lo!”

“Engga Re... lo negatipan banget ma gue, padahal gue tulus loh bertemen sama lo biarpun baru kenal”

Renata tak mempedulikan ocehan Nadia selanjutnya. Dari kejauhan Renata melihat Yoke sedang berlari kecil kearahnya, suara cemprengnya yang memanggil Renata sudah terdengar walaupun jaraknya masih beberapa meter. Yoke berhenti berlari tepat di hadapan Renata.

“Lo lagi nunggu dijemput Mang Arija ya Re? Gue nebeng ye... lo anterin gue pulang dulu”

Renata hanya memutar kedua bola matanya, dari jaman mereka masih sekolah memang Yoke selalu nebeng jemputan Renata dan memintanya untuk mengantar dirinya pulang terlebih dahulu.

“Emang rumah lo dimana? Oia... kenalin gue Nadia, temenya Renata”

“Gue Yoke, sahabatnya Renata yang udah kaya sodara”

Renata hanya diam menyaksikan perkenalan kedua temanya itu, pikiranya masih terus dipenuhi dengan sikap Dylan yang aneh menurutnya. Hingga sebuah mobil berhenti di dekat Renata, baru dia tersadar dari lamunanya.

“Ayo Ke, kita pulang... Mang Arija udah sampe.” Renata menarik lengan Yoke untuk masuk ke mobilnya yang sudah dibukakan pintu secara otomatis oleh supir keluarga Renata. Yoke pun segera naik kedalam mobil di ikuti oleh Nadia.

“Loh...? ngapain lo ikut naek Nad?”

“Iisshh... kan tadi gue udah bilang hari ini gue ga bawa motor, nah kebetulan ternyata rumah Yoke searah sama rumah gue, ya sekalian lah gue numpang, kan tadi pas gue tanya lo diem aja. Diam itu tandanya iya”

Renata melongo mendengar penjelasan Nadia, dia tadi memang sedang melamun sehingga tidak terlalu fokus dengan percakapan antara Yoke dan Nadia. Akhirnya Renata meminta supirnya untuk mengantarkan kedua temanya terlebih dahulu sebelum pulang. Beruntungnya rumah Yoke dan Nadia ternyata memang masih satu komplek, hanya beda beberapa blok saja.

Setelah menurunkan kedua teman Renata di rumah mereka masing-masing, Mang Arija melajukan mobil menuju rumah keluarga majikanya, untuk itu dia harus putar balik karena memang rumah Renata dan rumah Yoke sebenarnya berlawanan arah.

“Nanti kalo sudah sampai rumah bangunin saya yang mang, saya ngantuk mau tidur bentaran”

“Baik non”

Renata menurunkan sandaran kursinya dan mencari posisi ternyamanya, tak lama kemudian dia sudah terlelap.

***

Sore harinya Renata memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar komplek perumahanya, disana terdapat taman kecil tak jauh dari rumah Renata. Setelah beberapa putaran Renata memicingkan matanya, dilihatnya satu sosok yang dikenalnya sedang duduk di kursi taman sendirian. Renata pun melangkahkan kakinya menghampiri sosok tersebut.

“Seno? Kamu lagi ngapain disini?”

Seno menoleh dan menatap Renata. “Sedang menikmati langit sore, kamu sendiri sedang apa?”

“Iseng aja, abis bosen di rumah, ga ada kegiatan, emang rumah kamu di komplek sini juga?”

Bukanya menjawab Seno malah tersenyum memandang ke arah Renata intens, mendapati tatapan seperti itu Renata menjadi salah tingkah sendiri, hingga melupakan pertanyaanya kepada Seno. Renata memalingkan wajahnya ke arah lain, dia tak ingin menatap mata Seno yang dianggapnya mengandung magic itu.

“Aku seneng ketemu kamu disini, sebenarnya aku memang berharap kamu datang, dan ternyata benar kamu datang”

“Kamu ngomong apaan sih Seno? Aneh deh... memangnya kamu punya kekuatan super magic yang bisa manggil orang pake telepati?”

Seno tertawa memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapih, suara tawa yang terdengar renyah di telinga, membuat Renata terbengong ditempatnya. Belum sempat Renata bertanya lebih jauh sayup-sayup dia mendengar suara Mba Iyus yang memanggil namanya.

“Non... Non Renaa..” Mba Iyus sedang tergesa berjalan ke arah Renata dan memanggil-manggil nama Renata.

“Sen, bentar ya, aku kesana dulu, nanti aku balik lagi”

Renata terburu meninggalkan Seno, dan menghampiri Mba Iyus, “Ada apa mba? Ko nyusul kesini? Bukanya tadi lagi nyetrika?”

“Itu.. anu non, tadi Mba Sumi art rumah sebelah ngasih tau kalau dia ngeliat Non Rena lagi ngomong sendirian di taman”

“Ngomong sendiri gimana? Orang aku ketemu temen ko, dia kakak tingkat aku di kampus, tuh dia orangnya”

Renata menunjuk ke arah dimana tadi dia berbincang dengan Seno, namun tak dilihatnya siapa-siapa disana. “Ehh.. kemana dia? Tadi ada ko disana”

“Ya udah non, hayu kita pulang aja, ini udah mau maghrib loh.” Mba Iyus langsung menarik tangan Renata untuk mengikutinya berjalan kearah rumah.

Renata yang masih penasaran dengan sosok Seno, sambil berjalan mengikuti langkah Mba Iyus dia menoleh kembali ke belakang, ke arah kursi yang tadi di duduki Seno, namun sosok Seno tetap tak nampak disana, hanya ada kursi kosong beserta pohon beringin besar di sebelahnya. ‘Kemana dia? Cepet amat ilangnya, tapi ko aku baru liat Seno hari ini ya? Setelah bertahun-tahun tinggal di komplek perumahan ini, atau jangan-jangan dia warga baru di komplek ini?’ pikir Renata.

“Non, emangnya tadi Non Renata tuh lagi ngobrol sama siapa?” sesampainya di rumah Mba Iyus langsung menanyakan hal yang mengganggu pikiranya.

“Kan tadi udah aku bilangin, itu tadi Seno, kakak tingkat aku mba”

“Tapi dari tadi mba juga liat Non Renata cuma sendirian non, ga ada siapa-siapa disana, lagian itu tempatnya kan mojok gitu, dibawah pohon gede”

“Emang kenapa kalo dibawah pohon? Ga boleh orang ngobrol disitu?”

“Boleh sih non, cuma mba khawatir aja”

“Khawatir kenapa mba? Ada hantunya gitu? Mba kebanyakan nonton film horor nih, gini deh jadinya”

“Ya engga non, tapi tadi itu beneran loh, Non Rena ngomong sendirian, mba ga liat siapa-siapa disana selain Non Renata”

“Mungkin tadi temen saya lagi buru-buru kali mba, jadi langsung pergi pas Mba Iyus datang”

Mba Iyus terdiam sesaat, namun kemudian dia kembali membuka suaranya, “Ohh iya juga ya, ya udah deh mba mau beres-beres dapur dulu ya non.”

Renata hanya geleng-geleng kepala melihat Mba Iyus yang melangkah ke dapur dengan wajah yang terlihat masih kebingungan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 104. Sakitnya Dibohongi

    Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 103. Lamaran

    “Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 102. Diam Diam Tidak Suka

    Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 101. Tawaran beasiswa

    Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 100. Kamu Seno Kan?

    Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 99. Permintaan Dylan

    Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status