Renata masih terus memikirkan ucapan Dylan yang melarangnya menyebut nama Seno, karena Dylan tidak menjelaskan alasanya melarang Renata seperti itu. Bahkan dengan santainya Dylan meninggalkan Renata sendirian di ruang UKM.
“Sial, dasar ketua BEM ga ada ahlak, maen tinggal-tinggal aja”
Renata kembali ke aula dan bergabung bersama kelompoknya, dari kejauhan dia melihat Dylan yang sedang bercengkrama dengan teman sesama senior. Hingga kegiatan ospek selesai hari itu, Renata tak mendapat kesempatan lagi untuk berbicara dengan Dylan.
“Hei, Renata... gimana tadi? Lo dikasih hukuman apa sama ketua BEM?”
Renata hanya melirik sekilas ke arah Nadia tanpa menjawab pertanyaanya. Nadia terus mengekori langkah Renata menuju parkiran kampus mereka.
“Re... ditanyain malah diem, Kak Dylan ga ngasih hukuman puasa ngomong kan?”
“Lo pasti nanya begitu karena pengen dapet info buat dijadiin bahan gosip kan? ngaku lo!”
“Engga Re... lo negatipan banget ma gue, padahal gue tulus loh bertemen sama lo biarpun baru kenal”
Renata tak mempedulikan ocehan Nadia selanjutnya. Dari kejauhan Renata melihat Yoke sedang berlari kecil kearahnya, suara cemprengnya yang memanggil Renata sudah terdengar walaupun jaraknya masih beberapa meter. Yoke berhenti berlari tepat di hadapan Renata.
“Lo lagi nunggu dijemput Mang Arija ya Re? Gue nebeng ye... lo anterin gue pulang dulu”
Renata hanya memutar kedua bola matanya, dari jaman mereka masih sekolah memang Yoke selalu nebeng jemputan Renata dan memintanya untuk mengantar dirinya pulang terlebih dahulu.
“Emang rumah lo dimana? Oia... kenalin gue Nadia, temenya Renata”
“Gue Yoke, sahabatnya Renata yang udah kaya sodara”
Renata hanya diam menyaksikan perkenalan kedua temanya itu, pikiranya masih terus dipenuhi dengan sikap Dylan yang aneh menurutnya. Hingga sebuah mobil berhenti di dekat Renata, baru dia tersadar dari lamunanya.
“Ayo Ke, kita pulang... Mang Arija udah sampe.” Renata menarik lengan Yoke untuk masuk ke mobilnya yang sudah dibukakan pintu secara otomatis oleh supir keluarga Renata. Yoke pun segera naik kedalam mobil di ikuti oleh Nadia.
“Loh...? ngapain lo ikut naek Nad?”
“Iisshh... kan tadi gue udah bilang hari ini gue ga bawa motor, nah kebetulan ternyata rumah Yoke searah sama rumah gue, ya sekalian lah gue numpang, kan tadi pas gue tanya lo diem aja. Diam itu tandanya iya”
Renata melongo mendengar penjelasan Nadia, dia tadi memang sedang melamun sehingga tidak terlalu fokus dengan percakapan antara Yoke dan Nadia. Akhirnya Renata meminta supirnya untuk mengantarkan kedua temanya terlebih dahulu sebelum pulang. Beruntungnya rumah Yoke dan Nadia ternyata memang masih satu komplek, hanya beda beberapa blok saja.
Setelah menurunkan kedua teman Renata di rumah mereka masing-masing, Mang Arija melajukan mobil menuju rumah keluarga majikanya, untuk itu dia harus putar balik karena memang rumah Renata dan rumah Yoke sebenarnya berlawanan arah.
“Nanti kalo sudah sampai rumah bangunin saya yang mang, saya ngantuk mau tidur bentaran”
“Baik non”
Renata menurunkan sandaran kursinya dan mencari posisi ternyamanya, tak lama kemudian dia sudah terlelap.
***
Sore harinya Renata memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar komplek perumahanya, disana terdapat taman kecil tak jauh dari rumah Renata. Setelah beberapa putaran Renata memicingkan matanya, dilihatnya satu sosok yang dikenalnya sedang duduk di kursi taman sendirian. Renata pun melangkahkan kakinya menghampiri sosok tersebut.
“Seno? Kamu lagi ngapain disini?”
Seno menoleh dan menatap Renata. “Sedang menikmati langit sore, kamu sendiri sedang apa?”
“Iseng aja, abis bosen di rumah, ga ada kegiatan, emang rumah kamu di komplek sini juga?”
Bukanya menjawab Seno malah tersenyum memandang ke arah Renata intens, mendapati tatapan seperti itu Renata menjadi salah tingkah sendiri, hingga melupakan pertanyaanya kepada Seno. Renata memalingkan wajahnya ke arah lain, dia tak ingin menatap mata Seno yang dianggapnya mengandung magic itu.
“Aku seneng ketemu kamu disini, sebenarnya aku memang berharap kamu datang, dan ternyata benar kamu datang”
“Kamu ngomong apaan sih Seno? Aneh deh... memangnya kamu punya kekuatan super magic yang bisa manggil orang pake telepati?”
Seno tertawa memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapih, suara tawa yang terdengar renyah di telinga, membuat Renata terbengong ditempatnya. Belum sempat Renata bertanya lebih jauh sayup-sayup dia mendengar suara Mba Iyus yang memanggil namanya.
“Non... Non Renaa..” Mba Iyus sedang tergesa berjalan ke arah Renata dan memanggil-manggil nama Renata.
“Sen, bentar ya, aku kesana dulu, nanti aku balik lagi”
Renata terburu meninggalkan Seno, dan menghampiri Mba Iyus, “Ada apa mba? Ko nyusul kesini? Bukanya tadi lagi nyetrika?”
“Itu.. anu non, tadi Mba Sumi art rumah sebelah ngasih tau kalau dia ngeliat Non Rena lagi ngomong sendirian di taman”
“Ngomong sendiri gimana? Orang aku ketemu temen ko, dia kakak tingkat aku di kampus, tuh dia orangnya”
Renata menunjuk ke arah dimana tadi dia berbincang dengan Seno, namun tak dilihatnya siapa-siapa disana. “Ehh.. kemana dia? Tadi ada ko disana”
“Ya udah non, hayu kita pulang aja, ini udah mau maghrib loh.” Mba Iyus langsung menarik tangan Renata untuk mengikutinya berjalan kearah rumah.
Renata yang masih penasaran dengan sosok Seno, sambil berjalan mengikuti langkah Mba Iyus dia menoleh kembali ke belakang, ke arah kursi yang tadi di duduki Seno, namun sosok Seno tetap tak nampak disana, hanya ada kursi kosong beserta pohon beringin besar di sebelahnya. ‘Kemana dia? Cepet amat ilangnya, tapi ko aku baru liat Seno hari ini ya? Setelah bertahun-tahun tinggal di komplek perumahan ini, atau jangan-jangan dia warga baru di komplek ini?’ pikir Renata.
“Non, emangnya tadi Non Renata tuh lagi ngobrol sama siapa?” sesampainya di rumah Mba Iyus langsung menanyakan hal yang mengganggu pikiranya.
“Kan tadi udah aku bilangin, itu tadi Seno, kakak tingkat aku mba”
“Tapi dari tadi mba juga liat Non Renata cuma sendirian non, ga ada siapa-siapa disana, lagian itu tempatnya kan mojok gitu, dibawah pohon gede”
“Emang kenapa kalo dibawah pohon? Ga boleh orang ngobrol disitu?”
“Boleh sih non, cuma mba khawatir aja”
“Khawatir kenapa mba? Ada hantunya gitu? Mba kebanyakan nonton film horor nih, gini deh jadinya”
“Ya engga non, tapi tadi itu beneran loh, Non Rena ngomong sendirian, mba ga liat siapa-siapa disana selain Non Renata”
“Mungkin tadi temen saya lagi buru-buru kali mba, jadi langsung pergi pas Mba Iyus datang”
Mba Iyus terdiam sesaat, namun kemudian dia kembali membuka suaranya, “Ohh iya juga ya, ya udah deh mba mau beres-beres dapur dulu ya non.”
Renata hanya geleng-geleng kepala melihat Mba Iyus yang melangkah ke dapur dengan wajah yang terlihat masih kebingungan.
Keesokan harinya Renata kembali datang ke kampus lebih pagi, kali ini dia membawa bekal makanan yang Mba Iyus siapkan sesuai instruksi maminya yang mengikuti sang suami tugas di luar pulau Jawa, meninggalkan anak semata wayang mereka dibawah pengawasan orang-orang kepercayaan kedua orangtua Renata.“Re, kita ke kantin yuk, kata Nadia dia udah nunggu kita.” Yoke langsung menarik tangan Renata begitu melihat kemunculan sang sohib.“Gue dibawain bekal sama Mba Iyus, ini juga disuruh mami... katanya harus jaga kesehatan dan salah satunya dengan mengkonsumsi makanan rumah yang sehat”“Mami lo kan jauh di Makasar, ga bakal ngeliat, lagian emang lo ga pengen denger gosip baru di kampus kita? Ratu gosip udah nungguin kita di kantin buat ngasih tau berita terupdate”Dengan malas renata menyeret kakinya mengikuti langkah Yoke, dan benar saja, disana sudah ada Nadia yang sedang menyantap semangkok mi ayam. Mereka berdua pun mendekat ke arah dimana Nadia duduk.“Perut lo ga papa tuh pagi-pagi mak
Renata membiarkan rambutnya acak-acakan, dia tak ingin membereskanya dengan masuk ke toilet, lebih baik dia rapihkan dengan jari dan pergi dari tempat itu untuk masuk ke kelasnya. Tak dihiraukanya Seno yang terus memanggil-manggil namanya.Namun tetap saja Renata tak dapat memfokuskan dirinya untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan sang dosen. Dia terus memikirkan segala kemungkinan tentang Seno, tapi juga dengan cepat menyangkal pemikiranya sendiri, begitu seterusnya yang Renata pikirkan, hingga kemudian ada bunyi beep berasal dari ponselnya.[“Re, ada yang mau gue ceritain, pulang kuliah lo bisa ga dateng ke rumah gue?”]Renata membaca pesan singkat dari Nadia, untunglah tak lama kemudian dosen mengakhiri kelasnya dan berlalu meninggalkan para mahasiswanya yang sedang bersiap pindah ke kelas selanjutnya, ada juga yang bersiap pulang. Seperti halnya Renata, ini adalah kelas terakhirnya untuk hari ini, dia membereskan buku-bukunya dan mendial nomor Nadia tanpa beranjak dari tempatn
“Ini gila sih, masa sih Seno ternyata orang yang udah meninggal?.” Renata berjalan mondar mandir di kamarnya sambil terus bergumam sendiri, saat kembali dari rumah Nadia tadi memang Renata langsung pulang dan langsung mengunci diri dalam kamarnya. “Aku harus mencari tau sendiri, aku ga percaya Seno sudah meninggal,” gumam Renata namun sesaat kemudian dia termenung. “Tapi mata Seno memancarkan aura aneh sih, aku kadang takut kalo ngeliat matanya” Renata masih saja bermonolog. Hingga sebuah hembusan angin dingin menerpa wajahnya, Renata tersentak dan langsung menoleh ke arah AC kamarnya, di raihnya remote AC dan dia memeriksanya. Saat dia melihat tidak ada yang salah dari setinganya, dia pun mengabaikan apa yang baru saja terjadi. “Aku bukan anak indigo yang bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata, jika aku bisa melihat Seno berarti Seno adalah manusia” Renata masih gelisah memikirkan semua apa yang di katakan sahabatnya, terkadang dia merebahkan dirinya di atas ranjang, sesaa
Renata belum sempat mencerna apa yang terjadi dengan dirinya saat beberapa pria berdatangan dengan memegang senjata di tangan masing-masing. “Mau apa kalian? Pergi! Jangan ganggu aku!” Pria-pria berbadan tegap tersebut tak menggubris omongan Renata, bahkan mereka malah menertawakannya, Renata tak mampu melihat wajah-wajah mereka dengan jelas. “Pergiiii! jangan ganggu aku!” Karena ketakutan, Renata berusaha berlari kembali, namun tangan kekar para pria tersebut berhasil menangkap tubuh Renata. “Tidaakkk.... jangan sakiti aku, tolooooonggg” Teriakan Renata seolah memantul dalam lorong tersebut, tak ada siapapun disana yang bisa menolongnya, Renata terus meronta dan berteriak meminta tolong. “Tolooooong....” Renata melihat tangan kekar mereka hendak menyentuhnya, Renata sudah bersiap untuk menangkis dan melawan sebisanya, hingga yang dia rasakan adalah tepukan lembut di pipinya. “Renata... Renata bangun Re” Terdengar lirih sebuah suara yang lembut memanggil Renata yang masih be
Dylan mengantarkan Renata sampai di rumahnya, dan malam ini baik Yoke maupun Nadia memutuskan untuk menginap di rumah Renata, Dylan pun berpamitan pulang setelah sebelumnya membuat Renata setuju untuk bertemu denganya di cafe ataupun menginjinkanya untuk kembali mengunjungi Renata di rumahnya, dan memintanya untuk bicara hanya berdua saja.Malam ini ketiga gadis tersebut tidur dalam satu kamar, walaupun ranjang Renata berukuran single tetapi kamarnya lumayan besar, hingga Mba Iyus bisa menyiapkan extra bed untuk Yoke dan Nadia.“Re, lo istirahat aja, tidur di ranjang, biar gue sama Nadia tidur di bawah, di extra bed”“Iya Re, lagian extra bednya empuk ko” Nadia menimpali perkataan Yoke.Yoke dan Nadia sudah mengatur posisi ternyamannya, dan merebahkan diri. Melihat kedua temanya bersiap untuk tidur, Renata pun ikut merebahkan diri di ranjangnya, meskipun sebenarnya dia sangat ingin menceritakan pada Yoke dan Nadia tentang hal yang dialaminya saat di ruang UKM, namun dia memutuskan unt
Akhirnya dengan terpaksa Renata menyanggupi permintaan Seno, dia terus memutar otak bagaimana menyelidiki kasus Seno. Namun selalu saja pikiranya berakhir buntu, dia tak bisa menemukan ide apapun untuk membantu Seno mengingat kembali masa lalunya. “Kau pulanglah dulu Seno, aku harus beristirahat, semoga besok pagi otakku bisa kupakai untuk mencari ide cemerlang untuk mengungkapkan kasusmu” Tanpa menunggu jawaban Seno, Renata langsung beranjak dan kembali lagi ke dalam kamarnya. Disana dia melihat kedua sahabatnya masih tertidur pulas. ‘Apa aku minta bantuan dua orang ini aja ya?’ pikir Renata. Renata pun memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Yoke dan Nadia esok hari, dia segera naik ke atas ranjang dan berusaha untuk kembali tidur. Namun matanya seperti susah untuk diajak kerjasama, semakin dia berusaha semakin matanya terjaga. Alhasil itu membuat Renata terus berguling ke kanan dan ke kiri, menimbulkan suara berisik yang membuat Yoke terbangun. “Re? Lo ga bisa tidur ya?” R
Pagi ini Renata cs kembali membahas masalah Seno, walaupun mereka telah bangun namun ketiganya masih setia rebahan di kasur, belum ada satupun yang keluar kamar.“Non... Non Rena, bangun non, sarapanya sudah siap”Seperti biasa Mba Iyus selalu membangunkan Renata untuk sarapan.“Iya mba, ini sudah bangun kok dari tadi” sebelum Renata sempat membuka mulutnya, Yoke terlebih dahulu menjawab dengan tereakanya yang membahana, Mba Iyus yang berdiri di depan pintu sampai harus menutup kedua telinganya.Hari ini sesuai janjinya pada Seno, Renata bertekad akan berusaha mencari informasi mengenai Seno ataupun orang-orang yang terlibat kejadian di hari Seno ditemukan tewas. Renata tak banyak bicara saat mereka menyantap sarapan yang disediakan Mba Iyus, hanya sesekali Nadia terdengan berbicara seputar gosip kampus, Yoke pun terlihat enggan mengeluarkan suaranya, dia hanya makan sambil tanganya sibuk memainkan ponsel.“Ke, kamu serius amat ngeliatin hp, lagi chatingan sama siapa?”“Ah.. lo kepo b
“Maksud Kak Dylan? Aku ga ngerti deh, bukanya kalian bersahabat ya?”“Kami berempat memang dekat dari jaman sekolah dulu, tapi Seno selalu menganggapku adalah sainganya”“Berempat?” Renata pura-pura tidak mengerti siapa yang Dylan maksud dengan berempat.“Jaman sekolah dulu kami bersahabat, ada empat orang, aku, Seno, Wendi dan Yasmine”“Yasmine?”Wajah Dylan terlihat murung saat Renata menanyakan hal tentang Yasmine.“Maaf kak, kalau pertanyaanku susah untuk dijawab, ga usah di jawab aja”Dylan menarik napas panjang, dan menggelengkan kepala.“Tidak apa-apa Re, hanya saja... ada hal yang mungkin kau tidak akan mengerti jika kuceritakan”Renata langsung antusias mendengarnya. “Coba aja dulu cerita kak, kali aja ternyata aku mengerti”Dylan tertawa melihat sikap Renata yang dianggapnya seperti anak kecil yang sedang membujuknya untuk memberikan mainan baru.“Aku juga ga ngerti, setelah masuk kuliah sikap Seno sedikit berubah, dia seperti bersaing denganku, entah... aku sendiri tidak t