Share

Bab 3. Keanehan Renata

Renata masih terus memikirkan ucapan Dylan yang melarangnya menyebut nama Seno, karena Dylan tidak menjelaskan alasanya melarang Renata seperti itu. Bahkan dengan santainya Dylan meninggalkan Renata sendirian di ruang UKM.

“Sial, dasar ketua BEM ga ada ahlak, maen tinggal-tinggal aja”

Renata kembali ke aula dan bergabung bersama kelompoknya, dari kejauhan dia melihat Dylan yang sedang bercengkrama dengan teman sesama senior. Hingga kegiatan ospek selesai hari itu, Renata tak mendapat kesempatan lagi untuk berbicara dengan Dylan.

“Hei, Renata... gimana tadi? Lo dikasih hukuman apa sama ketua BEM?”

Renata hanya melirik sekilas ke arah Nadia tanpa menjawab pertanyaanya. Nadia terus mengekori langkah Renata menuju parkiran kampus mereka.

“Re... ditanyain malah diem, Kak Dylan ga ngasih hukuman puasa ngomong kan?”

“Lo pasti nanya begitu karena pengen dapet info buat dijadiin bahan gosip kan? ngaku lo!”

“Engga Re... lo negatipan banget ma gue, padahal gue tulus loh bertemen sama lo biarpun baru kenal”

Renata tak mempedulikan ocehan Nadia selanjutnya. Dari kejauhan Renata melihat Yoke sedang berlari kecil kearahnya, suara cemprengnya yang memanggil Renata sudah terdengar walaupun jaraknya masih beberapa meter. Yoke berhenti berlari tepat di hadapan Renata.

“Lo lagi nunggu dijemput Mang Arija ya Re? Gue nebeng ye... lo anterin gue pulang dulu”

Renata hanya memutar kedua bola matanya, dari jaman mereka masih sekolah memang Yoke selalu nebeng jemputan Renata dan memintanya untuk mengantar dirinya pulang terlebih dahulu.

“Emang rumah lo dimana? Oia... kenalin gue Nadia, temenya Renata”

“Gue Yoke, sahabatnya Renata yang udah kaya sodara”

Renata hanya diam menyaksikan perkenalan kedua temanya itu, pikiranya masih terus dipenuhi dengan sikap Dylan yang aneh menurutnya. Hingga sebuah mobil berhenti di dekat Renata, baru dia tersadar dari lamunanya.

“Ayo Ke, kita pulang... Mang Arija udah sampe.” Renata menarik lengan Yoke untuk masuk ke mobilnya yang sudah dibukakan pintu secara otomatis oleh supir keluarga Renata. Yoke pun segera naik kedalam mobil di ikuti oleh Nadia.

“Loh...? ngapain lo ikut naek Nad?”

“Iisshh... kan tadi gue udah bilang hari ini gue ga bawa motor, nah kebetulan ternyata rumah Yoke searah sama rumah gue, ya sekalian lah gue numpang, kan tadi pas gue tanya lo diem aja. Diam itu tandanya iya”

Renata melongo mendengar penjelasan Nadia, dia tadi memang sedang melamun sehingga tidak terlalu fokus dengan percakapan antara Yoke dan Nadia. Akhirnya Renata meminta supirnya untuk mengantarkan kedua temanya terlebih dahulu sebelum pulang. Beruntungnya rumah Yoke dan Nadia ternyata memang masih satu komplek, hanya beda beberapa blok saja.

Setelah menurunkan kedua teman Renata di rumah mereka masing-masing, Mang Arija melajukan mobil menuju rumah keluarga majikanya, untuk itu dia harus putar balik karena memang rumah Renata dan rumah Yoke sebenarnya berlawanan arah.

“Nanti kalo sudah sampai rumah bangunin saya yang mang, saya ngantuk mau tidur bentaran”

“Baik non”

Renata menurunkan sandaran kursinya dan mencari posisi ternyamanya, tak lama kemudian dia sudah terlelap.

***

Sore harinya Renata memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar komplek perumahanya, disana terdapat taman kecil tak jauh dari rumah Renata. Setelah beberapa putaran Renata memicingkan matanya, dilihatnya satu sosok yang dikenalnya sedang duduk di kursi taman sendirian. Renata pun melangkahkan kakinya menghampiri sosok tersebut.

“Seno? Kamu lagi ngapain disini?”

Seno menoleh dan menatap Renata. “Sedang menikmati langit sore, kamu sendiri sedang apa?”

“Iseng aja, abis bosen di rumah, ga ada kegiatan, emang rumah kamu di komplek sini juga?”

Bukanya menjawab Seno malah tersenyum memandang ke arah Renata intens, mendapati tatapan seperti itu Renata menjadi salah tingkah sendiri, hingga melupakan pertanyaanya kepada Seno. Renata memalingkan wajahnya ke arah lain, dia tak ingin menatap mata Seno yang dianggapnya mengandung magic itu.

“Aku seneng ketemu kamu disini, sebenarnya aku memang berharap kamu datang, dan ternyata benar kamu datang”

“Kamu ngomong apaan sih Seno? Aneh deh... memangnya kamu punya kekuatan super magic yang bisa manggil orang pake telepati?”

Seno tertawa memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapih, suara tawa yang terdengar renyah di telinga, membuat Renata terbengong ditempatnya. Belum sempat Renata bertanya lebih jauh sayup-sayup dia mendengar suara Mba Iyus yang memanggil namanya.

“Non... Non Renaa..” Mba Iyus sedang tergesa berjalan ke arah Renata dan memanggil-manggil nama Renata.

“Sen, bentar ya, aku kesana dulu, nanti aku balik lagi”

Renata terburu meninggalkan Seno, dan menghampiri Mba Iyus, “Ada apa mba? Ko nyusul kesini? Bukanya tadi lagi nyetrika?”

“Itu.. anu non, tadi Mba Sumi art rumah sebelah ngasih tau kalau dia ngeliat Non Rena lagi ngomong sendirian di taman”

“Ngomong sendiri gimana? Orang aku ketemu temen ko, dia kakak tingkat aku di kampus, tuh dia orangnya”

Renata menunjuk ke arah dimana tadi dia berbincang dengan Seno, namun tak dilihatnya siapa-siapa disana. “Ehh.. kemana dia? Tadi ada ko disana”

“Ya udah non, hayu kita pulang aja, ini udah mau maghrib loh.” Mba Iyus langsung menarik tangan Renata untuk mengikutinya berjalan kearah rumah.

Renata yang masih penasaran dengan sosok Seno, sambil berjalan mengikuti langkah Mba Iyus dia menoleh kembali ke belakang, ke arah kursi yang tadi di duduki Seno, namun sosok Seno tetap tak nampak disana, hanya ada kursi kosong beserta pohon beringin besar di sebelahnya. ‘Kemana dia? Cepet amat ilangnya, tapi ko aku baru liat Seno hari ini ya? Setelah bertahun-tahun tinggal di komplek perumahan ini, atau jangan-jangan dia warga baru di komplek ini?’ pikir Renata.

“Non, emangnya tadi Non Renata tuh lagi ngobrol sama siapa?” sesampainya di rumah Mba Iyus langsung menanyakan hal yang mengganggu pikiranya.

“Kan tadi udah aku bilangin, itu tadi Seno, kakak tingkat aku mba”

“Tapi dari tadi mba juga liat Non Renata cuma sendirian non, ga ada siapa-siapa disana, lagian itu tempatnya kan mojok gitu, dibawah pohon gede”

“Emang kenapa kalo dibawah pohon? Ga boleh orang ngobrol disitu?”

“Boleh sih non, cuma mba khawatir aja”

“Khawatir kenapa mba? Ada hantunya gitu? Mba kebanyakan nonton film horor nih, gini deh jadinya”

“Ya engga non, tapi tadi itu beneran loh, Non Rena ngomong sendirian, mba ga liat siapa-siapa disana selain Non Renata”

“Mungkin tadi temen saya lagi buru-buru kali mba, jadi langsung pergi pas Mba Iyus datang”

Mba Iyus terdiam sesaat, namun kemudian dia kembali membuka suaranya, “Ohh iya juga ya, ya udah deh mba mau beres-beres dapur dulu ya non.”

Renata hanya geleng-geleng kepala melihat Mba Iyus yang melangkah ke dapur dengan wajah yang terlihat masih kebingungan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status