“Renata Kusuma Wardhani.”
Renata menoleh kesana kemari saat mendengar seseorang memanggil namanya secara lengkap, namun tak dilihatnya siapapun disana, dia pun kini berjalan cepat kearah toilet, dan mencari sosok seseorang yang mungkin saja mengenalnya, namun kembali nihil, tak dilihatnya satu orang pun disana. Akhirnya Renata menganggap itu hanyalah ilusinya sendiri dan kembali menuggu sahabatnya keluar dari toilet, namun dia merasakan udara di sekitarnya menjadi lebih dingin.
“Sial, tau gini tadi gue bawa jaket dari rumah, padahal cuacanya cerah, ga ada tanda-tanda mau hujan, kenapa dingin begini ya?” gumamnya seorang diri.
Renata terus merutuki dirinya yang mau saja mengantar dan menunggui Yoke yang sedang menuntaskan hajatnya di toilet, Renata melihat ada kursi panjang di lorong itu, dia pun kemudian melangkah dan duduk dengan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, tak berapa lama matanya pun terasa berat oleh kantuk yang mendadak menyerangnya.
“Renata.”
Sayup-sayup kembali Renata mendengar seseorang memanggil namanya, dengan berat dia membuka matanya dan memandang sekeliling, Renata dan Yoke datang ke kampus terlalu pagi hari itu, karena mereka berdua sangat bersemangat dengan hari pertama mereka sebagai mahasiswi baru.
“Renata, kamu Renata kan?”
Kali ini Renata tersentak kaget karena tidak menyangka akan sosok yang tiba-tiba saja sudah berdiri di hadapanya. Masih bengong antara bingung dan terkesima akan ketampanan sosok tersebut Renata beberapa kali mengerjapkan matanya. Renata masih dengan posisi duduk di kursi panjang, memandang sosok tersebut yang jadi terlihat tinggi menjulang karena posisinya yang berdiri.
“Kk-kamu tau darimana namaku? Kamu siapa?”
Sosok laki-laki yang usianya diperkirakan beberapa tahun diatas Renata tersenyum seraya mengulurkan tanganya.
“Kenalin aku Seno Wijaya, panggil aja Seno,” ucap pemuda tersebut, Renata menyambut uluran tangan sambil berdiri dengan mengucapkan namanya.
“Ouw! Tangan kamu dingin banget,” Ucap Renata kemudian sambil menarik tanganya dan mundur menjauh dari hadapan Seno.
“Masa sih? Mungkin karena tadi aku habis pegang es.”
“Oh begitu, kamu tau darimana namaku?”
“Itu, dari name tag kamu”
Renata menunduk dan melihat sendiri penampilan dirinya, memakai rok hitam selutut, kemeja lengan panjang berwarna putih, kaus kaki putih panjang dan sepatu hitam serta kalung name tag besar bertuliskan namanya.
“Oh iya, aku lupa.” Renata berucap sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Kamu lagi ngapain disini sendirian? Emang ga takut?” Seno kembali bertanya sambil tetap menatap wajah Renata intens dan membuat Renata merasa jengah yang akhirnya memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Lagi nunggu temen, tadi dia ke toilet minta di temenin, jadinya aku disini deh nungguin dia, lagian kan ini udah pagi, ya kali ada hantu keliaran di pagi hari,” ucapnya masih tetap menatap ke arah lain.
“Emangnya kamu pikir hantu keliaranya malam doang? Pagi engga?”
“Ya, konon kabarnya sih hantu cuma ada pas malam hari doang kak.”
“Kamu tuh ya, kalo ngomong tuh jangan sambil melengos gitu.”
“Abis kaka ngeliatnya kaya gitu, aku jadi risih kak.”
Seno tertawa renyah membuat Renata memberanikan diri menatap ke wajah Seno, karena suaranya yang terdengar enak di telinga, dan wajah Seno juga enak dipandang. saat Seno menghentikan tawanya dan balas menatap Renata, mata Seno terlihat sangat jauh, semakin Renata menatap matanya semakin dia merasa tersedot ke sebuah ruang yang sangat dalam, dan itu membuat Renata bergidik ngeri.
“Kak Seno semester berapa? Ambil jurusan apa?” Renata berusaha mengusir perasaan janggalnya dengan pura-pura bertanya.
“Aku semester tujuh, fakultas teknik, kamu sendiri ambil jurusan apa?”
“Aku juga ambil teknik.”
Renata berusaha memberikan senyuman manisnya walaupun dengan pandangan yang menghindari mata Seno yang selalu menatapnya intens.
“Kamu cantik kalau sedang tersenyum begitu.” Seno balas tersenyum sambil matanya tak henti terus memandang wajah Renata.
“Iyah, sudah tau.” suara Renata dibuat seketus mungkin, dia tak ingin terlihat salah tingkah hanya karena di bilang cantik oleh Seno.
Renata mengusap-usap lenganya sendiri untuk mengusir hawa dingin yang dia rasakan sejak tadi, dia menoleh ke kiri dan ke kanan. Belum nampak juga sahabat yang di tunggunya. Udara dingin ditambah suasana kampus yang sepi dan juga kehadiran sosok Seno di hadapanya, entah mengapa membuat Renata memikirkan ucapan Yoke tadi saat mereka menikmati minuman hangat di kantin.
“Re, kalo sepi gini ko keliatanya serem ya kampus kita, apalagi di bagian belakang sini,” ucap Yoke sambil menyeruput susu panas pesananya. Mereka berdua sengaja hanya memesan minuman karena memang sudah sarapan di rumah masing-masing sebelum berangkat ke kampus.
“Huss... jangan ngomong gitu Ke, ga bae, nanti ada hantu ganteng yang iseng nyamperin kita gimana?”
“Ihhh lo mah Re, suka ngadi-ngadi kalo ngomong, jangan sampe deh hantu ganteng datengin gue, biarpun ganteng tapi kalo hantu mah gue ngibrit juga.”
“Ah dasar penakut loh, kalo hantunya ganteng mah ga papa kali, buat latihan punya pacar, kan kita udah setua ini belum pernah pacaran Ke.”
“Kita? Lo aja kali, gue mah udah tiga kali ganti pacar, nah lo masih betah ngejomblo sampe sekarang.”
“Itu karna gue punya prinsip Ke, ga mau asal milih cowo, ujung-ujungnya cuma dijadiin mantan doang, apalagi sampe diselingkuhin kaya kisah lo sama Rizal.”
Mereka berdua pun tertawa bersama, entah menertawakan apa, mungkin juga menertawakan Renata yang tak kunjung dapat pacar atau Yoke yang selalu diputusin pacarnya setelah beberapa minggu jadian.
“Aduh Re... perut gue ko sakit ya, anterin ke toilet dong.”
“Makanya kalo sarapan tuh jangan banyak-banyak, tambah lagi minum susu lo.”
“Ya emang porsi makan gue kan segitu Re, namanya juga lagi diet.”
“Diet apaan yang sarapan aja malah nambah?”
“Itu kan sesuai petunjuk dietnya Re, disitu di tulis makanlah secukupnya.”
“Nah itu lo baca, jadi makan secukupnya dong Ke.”
“Ya kan secukupnya gue Re, kalo belom cukup ya nambah lah.”
Renata hanya menepuk dahinya mendengar kalimat yang di lontarkan sahabatnya tersebut, dan dia pun mengalah dengan mengantarkan Yoke ke toilet kampus.
Renata menyudahi lamunanya kala sebuah tangan melambai di depan wajahnya, “Renata... kamu melamun?”
“Oh, eng ..., mm-maaf, iya ga sengaja melamun,” ucap Renata dengan memperlihatkan barisan giginya yang tersusun rapi.
“Kamu tersenyum tapi auramu berwarna merah, kamu sedang kesal.”
“Eh? Sok tau kamu.”
Seno terlihat hanya tersenyum menanggapi ucapan ketus Renata, tanpa sengaja Renata kembali menatap mata Seno, mata yang teduh, hitam dan dalam. Kembali Renata merasa dirinya tersedot kedalam ruang gelap dan jauh. Renata merasa pupilnya mengecil namun dia berusaha keras untuk menarik dirinya agar tetap sadar. Dengan susah payah Renata kembali mampu memutus kontak mata mereka. Saat itu Renata melihat wajah Seno menggelap seolah sedang marah.
“Renata!"
Baru saja Renata hendak bertanya kembali, tapi dilihatnya Yoke sudah keluar dari toilet, dan berjalan menghampirinya.“Lo disini ternyata Re, gue nyariin juga”“Gue nungguin lo dari tadi, lo lama amat di toiletnya, oia.. kenalin nih kakak senior kita”Renata menoleh kembali ke arah Seno untuk mengenalkanya kepada Yoke, namun saat itu tak di lihatnya sosok Seno dimanapun, Renata jadi celingukan sendiri.“Lo nyari siapa sih Re?”“Kak Seno, tadi dia ada disini ngajak gue ngobrol”“Mana?”Mata Renata berusaha mencari sosok Seno yang tiba-tiba lenyap dari pandanganya. “Tadi di sini kok... udah pergi kali ya?”Yoke menganggkat satu tanganya dan ditempelkan ke dahi Renata. “Ngga panas,” ucapnya.“Ihh... apaan sih Ke.” Renata menepis tangan Yoke.“Ngecek doang Re, lagian nih ya... gue liat lo tuh dari tadi sendirian, berdiri bengong mangap gitu, kaya ayam nunggu antrian mau di potong”Mendengar Yoke menyamakanya dengan ayam membuat Renata melupakan tentang Seno dan menatap sebal ke arah Yoke.
Renata masih terus memikirkan ucapan Dylan yang melarangnya menyebut nama Seno, karena Dylan tidak menjelaskan alasanya melarang Renata seperti itu. Bahkan dengan santainya Dylan meninggalkan Renata sendirian di ruang UKM.“Sial, dasar ketua BEM ga ada ahlak, maen tinggal-tinggal aja”Renata kembali ke aula dan bergabung bersama kelompoknya, dari kejauhan dia melihat Dylan yang sedang bercengkrama dengan teman sesama senior. Hingga kegiatan ospek selesai hari itu, Renata tak mendapat kesempatan lagi untuk berbicara dengan Dylan.“Hei, Renata... gimana tadi? Lo dikasih hukuman apa sama ketua BEM?”Renata hanya melirik sekilas ke arah Nadia tanpa menjawab pertanyaanya. Nadia terus mengekori langkah Renata menuju parkiran kampus mereka.“Re... ditanyain malah diem, Kak Dylan ga ngasih hukuman puasa ngomong kan?”“Lo pasti nanya begitu karena pengen dapet info buat dijadiin bahan gosip kan? ngaku lo!”“Engga Re... lo negatipan banget ma gue, padahal gue tulus loh bertemen sama lo biarpun
Keesokan harinya Renata kembali datang ke kampus lebih pagi, kali ini dia membawa bekal makanan yang Mba Iyus siapkan sesuai instruksi maminya yang mengikuti sang suami tugas di luar pulau Jawa, meninggalkan anak semata wayang mereka dibawah pengawasan orang-orang kepercayaan kedua orangtua Renata.“Re, kita ke kantin yuk, kata Nadia dia udah nunggu kita.” Yoke langsung menarik tangan Renata begitu melihat kemunculan sang sohib.“Gue dibawain bekal sama Mba Iyus, ini juga disuruh mami... katanya harus jaga kesehatan dan salah satunya dengan mengkonsumsi makanan rumah yang sehat”“Mami lo kan jauh di Makasar, ga bakal ngeliat, lagian emang lo ga pengen denger gosip baru di kampus kita? Ratu gosip udah nungguin kita di kantin buat ngasih tau berita terupdate”Dengan malas renata menyeret kakinya mengikuti langkah Yoke, dan benar saja, disana sudah ada Nadia yang sedang menyantap semangkok mi ayam. Mereka berdua pun mendekat ke arah dimana Nadia duduk.“Perut lo ga papa tuh pagi-pagi mak
Renata membiarkan rambutnya acak-acakan, dia tak ingin membereskanya dengan masuk ke toilet, lebih baik dia rapihkan dengan jari dan pergi dari tempat itu untuk masuk ke kelasnya. Tak dihiraukanya Seno yang terus memanggil-manggil namanya.Namun tetap saja Renata tak dapat memfokuskan dirinya untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan sang dosen. Dia terus memikirkan segala kemungkinan tentang Seno, tapi juga dengan cepat menyangkal pemikiranya sendiri, begitu seterusnya yang Renata pikirkan, hingga kemudian ada bunyi beep berasal dari ponselnya.[“Re, ada yang mau gue ceritain, pulang kuliah lo bisa ga dateng ke rumah gue?”]Renata membaca pesan singkat dari Nadia, untunglah tak lama kemudian dosen mengakhiri kelasnya dan berlalu meninggalkan para mahasiswanya yang sedang bersiap pindah ke kelas selanjutnya, ada juga yang bersiap pulang. Seperti halnya Renata, ini adalah kelas terakhirnya untuk hari ini, dia membereskan buku-bukunya dan mendial nomor Nadia tanpa beranjak dari tempatn
“Ini gila sih, masa sih Seno ternyata orang yang udah meninggal?.” Renata berjalan mondar mandir di kamarnya sambil terus bergumam sendiri, saat kembali dari rumah Nadia tadi memang Renata langsung pulang dan langsung mengunci diri dalam kamarnya. “Aku harus mencari tau sendiri, aku ga percaya Seno sudah meninggal,” gumam Renata namun sesaat kemudian dia termenung. “Tapi mata Seno memancarkan aura aneh sih, aku kadang takut kalo ngeliat matanya” Renata masih saja bermonolog. Hingga sebuah hembusan angin dingin menerpa wajahnya, Renata tersentak dan langsung menoleh ke arah AC kamarnya, di raihnya remote AC dan dia memeriksanya. Saat dia melihat tidak ada yang salah dari setinganya, dia pun mengabaikan apa yang baru saja terjadi. “Aku bukan anak indigo yang bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata, jika aku bisa melihat Seno berarti Seno adalah manusia” Renata masih gelisah memikirkan semua apa yang di katakan sahabatnya, terkadang dia merebahkan dirinya di atas ranjang, sesaa
Renata belum sempat mencerna apa yang terjadi dengan dirinya saat beberapa pria berdatangan dengan memegang senjata di tangan masing-masing. “Mau apa kalian? Pergi! Jangan ganggu aku!” Pria-pria berbadan tegap tersebut tak menggubris omongan Renata, bahkan mereka malah menertawakannya, Renata tak mampu melihat wajah-wajah mereka dengan jelas. “Pergiiii! jangan ganggu aku!” Karena ketakutan, Renata berusaha berlari kembali, namun tangan kekar para pria tersebut berhasil menangkap tubuh Renata. “Tidaakkk.... jangan sakiti aku, tolooooonggg” Teriakan Renata seolah memantul dalam lorong tersebut, tak ada siapapun disana yang bisa menolongnya, Renata terus meronta dan berteriak meminta tolong. “Tolooooong....” Renata melihat tangan kekar mereka hendak menyentuhnya, Renata sudah bersiap untuk menangkis dan melawan sebisanya, hingga yang dia rasakan adalah tepukan lembut di pipinya. “Renata... Renata bangun Re” Terdengar lirih sebuah suara yang lembut memanggil Renata yang masih be
Dylan mengantarkan Renata sampai di rumahnya, dan malam ini baik Yoke maupun Nadia memutuskan untuk menginap di rumah Renata, Dylan pun berpamitan pulang setelah sebelumnya membuat Renata setuju untuk bertemu denganya di cafe ataupun menginjinkanya untuk kembali mengunjungi Renata di rumahnya, dan memintanya untuk bicara hanya berdua saja.Malam ini ketiga gadis tersebut tidur dalam satu kamar, walaupun ranjang Renata berukuran single tetapi kamarnya lumayan besar, hingga Mba Iyus bisa menyiapkan extra bed untuk Yoke dan Nadia.“Re, lo istirahat aja, tidur di ranjang, biar gue sama Nadia tidur di bawah, di extra bed”“Iya Re, lagian extra bednya empuk ko” Nadia menimpali perkataan Yoke.Yoke dan Nadia sudah mengatur posisi ternyamannya, dan merebahkan diri. Melihat kedua temanya bersiap untuk tidur, Renata pun ikut merebahkan diri di ranjangnya, meskipun sebenarnya dia sangat ingin menceritakan pada Yoke dan Nadia tentang hal yang dialaminya saat di ruang UKM, namun dia memutuskan unt
Akhirnya dengan terpaksa Renata menyanggupi permintaan Seno, dia terus memutar otak bagaimana menyelidiki kasus Seno. Namun selalu saja pikiranya berakhir buntu, dia tak bisa menemukan ide apapun untuk membantu Seno mengingat kembali masa lalunya. “Kau pulanglah dulu Seno, aku harus beristirahat, semoga besok pagi otakku bisa kupakai untuk mencari ide cemerlang untuk mengungkapkan kasusmu” Tanpa menunggu jawaban Seno, Renata langsung beranjak dan kembali lagi ke dalam kamarnya. Disana dia melihat kedua sahabatnya masih tertidur pulas. ‘Apa aku minta bantuan dua orang ini aja ya?’ pikir Renata. Renata pun memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Yoke dan Nadia esok hari, dia segera naik ke atas ranjang dan berusaha untuk kembali tidur. Namun matanya seperti susah untuk diajak kerjasama, semakin dia berusaha semakin matanya terjaga. Alhasil itu membuat Renata terus berguling ke kanan dan ke kiri, menimbulkan suara berisik yang membuat Yoke terbangun. “Re? Lo ga bisa tidur ya?” R