Home / Young Adult / Petaka Di Lorong Kampus / Bab 7. Maaf Dylan...

Share

Bab 7. Maaf Dylan...

Author: SunnyBells09
last update Last Updated: 2023-10-28 08:30:15

Renata belum sempat mencerna apa yang terjadi dengan dirinya saat beberapa pria berdatangan dengan memegang senjata di tangan masing-masing.

“Mau apa kalian? Pergi! Jangan ganggu aku!”

Pria-pria berbadan tegap tersebut tak menggubris omongan Renata, bahkan mereka malah menertawakannya, Renata tak mampu melihat wajah-wajah mereka dengan jelas.

“Pergiiii! jangan ganggu aku!”

Karena ketakutan, Renata berusaha berlari kembali, namun tangan kekar para pria tersebut berhasil menangkap tubuh Renata.

“Tidaakkk.... jangan sakiti aku, tolooooonggg”

Teriakan Renata seolah memantul dalam lorong tersebut, tak ada siapapun disana yang bisa menolongnya, Renata terus meronta dan berteriak meminta tolong.

“Tolooooong....”

Renata melihat tangan kekar mereka hendak menyentuhnya, Renata sudah bersiap untuk menangkis dan melawan sebisanya, hingga yang dia rasakan adalah tepukan lembut di pipinya.

“Renata... Renata bangun Re”

Terdengar lirih sebuah suara yang lembut memanggil Renata yang masih berteriak meminta tolong, saat itulah dilihatnya sebuah cahaya yang semakin lama kian membesar hingga mata Renata melihat sinar terang benderang di sekitarnya.

“Re... kamu sudah sadar?”

“Ya Tuhan... syukurlah kamu akhirnya sadar Re”

Kali ini Renata mendengar suara Yoke dan Nadia. Perlahan Renata mengerjapkan matanya, dan benar saja, dilihatnya sosok kedua sahabatnya tersebut sedang berdiri di sisi kanan dan kiri, sedang Renata terbaring di ranjang dalam sebuah ruangan yang semua dindingnya berwarna putih.

“A..aku dimana?”

“Kamu di ruang IGD, kami membawamu kesini karena kamu dalam keadaan tak sadarkan diri dan terus berteriak meminta tolong” kali ini bukan suara Yoke maupun Nadia, tetapi itu adalah suara asing yang belum pernah Renata dengar, dilihatnya kini sudah berdiri sosok pria paruh baya dengan mengenakan pakaian yang menunjukan bahwa dia bukan orang sembarangan.

Yoke dan Nadia mundur memberi jalan pada pria tersebut sambil mengangguk hormat padanya.

“Re, ini Pak Bramantyo, rektor kampus kita,” ucap Yoke.

Mendengar itu Renata berusaha bangun dan duduk, namun gerakanya di tahan oleh Pak Bramantyo.

“Tidak apa nak Renata, kamu tiduran saja, wajahmu masih terlihat pucat, saya datang kesini karena ingin meminta maaf atas nama anak saya, Dylan”

Renata mengerutkan keningnya, tak mengerti dengan arah pembicaraan sang rektor. “Maksud bapak gimana ya? Kenapa meminta maaf?”

“Iya nak, sebenarnya bapak juga malu atas kelakuan anak bapak itu, tapi bapak pastikan hal itu tidak akan terulang kembali, jadi bapak harap nak Renata tak perlu memperpanjang masalah ini, biar bapak sendiri yang akan memberi pelajaran pada Dylan”

Renata semakin tak mengerti dengan maksud Bramantyo. “Sepertinya ada kesalah pahaman disini pak, ijinkan saya menjelaskan terlebih dahulu”

Saat itu pintu ruangan terbuka, dan masuklah seorang dokter di iringi perawat. Mereka langsung memeriksa keadaan Renata setelah meminta ijin terlebih dahulu pada Bramantyo.

“Bagaimana keadaanya dok?,” tanya Bramantyo.

“Pasien hanya syok, tapi dia baik-baik saja, dan sudah boleh pulang, hanya saja harus istirahat dan tidak boleh stress”

setelah dokter dan perawat keluar dari ruangan tempat Renata dirawat, pintu kamar kembali terbuka, kali ini Renata melihat sosok Dylan melangkah masuk.

“Mau apa kamu kesini?” suara Bramantyo meninggi saat melihat anak semata wayangnya datang, kedua tanganya langsung mencengkram kerah kemeja Dylan.

“Lepas pah, biarkan aku menyelesaikan urusanku”

“Urusan apa hah?! Kelakuan kamu itu hanya membuat papa malu saja! pergi sana!”

“Aku tidak akan pergi sebelum berbicara dengan Renata”

“Tidak ada yang harus kalian bicarakan, papa sudah mengurus semuanya, sekarang kamu pergi saja, dan biarkan Renata beristirahat”

“Apa yang bisa papa urus? Papa hanya memutuskan sepihak yang menurut papa benar tanpa mempedulikan kebenaranya”

“Cukup Dylan, papa sudah pusing dengan semua kelakuan bejatmu itu, sebaiknya kamu sekarang pergi dari sini”

Bramantyo hendak mendorong tubuh Dylan agar menjauh, namun gerakanya tertahan kala mendengar Renata memintanya untuk mengijinkan Dylan ada disana.

“Maaf Pak Bramantyo, tapi tolong ijinkan Dylan tetap disini, saya juga ada beberapa hal yang ingin ditanyakan padanya,” pinta Renata.

“Papa dengar sendiri kan? Renata memintaku untuk disini.” Dylan melangkah mendekati ranjang pasien. “Apa kamu baik-baik saja?,” tanyanya dengan tetap menatap wajah Renata.

Dylan menyeret kursi agar lebih dekat ke ranjang tempat Renata terbaring, sedangkan Renata melihat ke arah Dylan dengan keheranan, karena wajah Dylan penuh lebam, bahkan disudut bibirnya masih terlihat sedikit darah yang sudah mengering. ‘Apa Kak Dylan berkelahi dengan Seno?’ pikirnya.

“Apa yang terjadi dengan wajahmu? Apa kamu berkelahi?”

Dylan yang mendegar pertanyaan Renata hanya tersenyum sinis dengan melirik ke arah ayahnya. Bramantyo langsung berjalan mendekat dan menarik Dylan agar menjauh dari Renata.

“Maafkan anak bapak ya nak, tolong kali ini biarkan dia pergi, bapak berjanji dia tak akan membuat ulah lagi”

“Tapi... maksud bapak apa?.” Renata bangkit dan duduk bersandar pada sandaran ranjang, dia masih merasa pusing untuk duduk tegak. Yoke langsung mendekat dan memegang tangan Renata tanpa berkata apa-apa, wajah Yoke dan Nadia terlihat tegang dan cemas.

“Pa, sebaiknya papa mendengarkan dulu apa yang ingin dikatakan Renata”

“Sudah papa bilang, cukup Dylan, papa sudah membereskan semua permasalahan yang kamu buat, sekarang pulanglah”

“Aku tidak akan pulang sebelum berbicara dengan Renata”

“Renata harus beristirahat di rumahnya, dokter juga sudah mengijinkanya untuk pulang, dan  papa sudah menyiapkan supir dan mobil untuk mengantarkanya pulang”

“Kalau begitu biar aku saja yang mengantarkanya”

“Kamu ini bicara apa Dylan?! Jangan membuat papa tambah marah dengan kelakuanmu”

“Maaf Pak Bramantyo, kalo boleh ijinkan saya bicara sebentar dengan Kak Dylan dan saya setuju jika Kak Dylan yang mengantarkan saya pulang”

Bramantyo terbengong mendengar permintaan Renata, namun pada akhirnya dia mengalah dan membiarkan Renata diantar pulang oleh Dylan.

***

Saat ini Renata sudah dalam perjalanan pulang dalam mobil yang dikendarai Dylan. Dia duduk di kursi penumpang di sebelah supir, dan tentu saja di seat belakang telah duduk manis Yoke dan Nadia yang memaksa ikut dengan alasan khawatir akan keadaan sahabat mereka.

“Kak Dylan, kamu belum jawab pertanyaanku yang tadi, apa kalian berkelahi?”

Dylan melirik sebentar ke arah Renata, dia mengerti siapa yang Renata maksud dengan kalian, namun dia terlihat enggan untuk menjawab pertanyaan Renata. Untunglah Nadia sudah kembali ke mode aslinya, dan dia langsung menyampaikan informasi yang dia ketahui.

“Kak Dylan babak belur begitu karena di hajar oleh bapak rektor, karena kalian berdua kedapatan sedang berduaan di ruang UKM yang sepi tadi”

“Apa?? Tapi... kami tidak melakukan apapun” Renata kaget mendengar penjelasan Nadia.

“Ohh.. jadi kalian tidak melakukan yang dituduhkan orang-orang?”

“Memangnya orang-orang menuduh kami melakukan apa?”

“Ituu.. katanya kalian berdua tadi sedang... awwwh...” Nadia meringis dan mengusap lenganya yang dicubit oleh Yoke.

“Lo jangan banyak mikir dulu Re, mending istirahat aja, dokter juga udah ngasih surat ijin ko, jadi besok lo ga usah dateng ke kampus, istirahat aja di rumah,” ucap Yoke.

Renata menoleh ke belakang, menatap Nadia dan Yoke penuh selidik. “Ke, mending lo cerita yang sebenarnya, daripada nanti gue cari tau sendiri, kan ngerepotin gue jadinya”

Yoke memutar kedua bola matanya. “Ya lo mikir aja sendiri Re, lo berduaan sama Kak Dylan di ruang UKM, masih pagi banget, kampus masih sepi, ngapain coba? Udah gitu pas kepergok sama Pa Damar tadi, lo posisinya lagi tergeletak di lantai, trus Kak Dylan posisinya lagi mau nyium lo gitu”

“Aku lagi berusaha bikin Renata sadar, bukan mau nyium, tapi ngasih napas buatan. Paham kalian?!”

Dylan kesal dengan kalimat teman-teman Renata yang cenderung menuduhnya melakukan hal tidak senonoh terhadap Renata.

Yoke dan Nadia langsung terjengat mendengar suara Dylan yang membentak.

“Eh..iya.. paham kak, tuh Ke dengerin, jangan suudzon aja bisanya”

Renata pun langsung membalikan tubuhnya kembali menatap ke depan. Kini dia mengerti mengapa Dylan mendapatkan luka di wajahnya.

“Maaf,” ucap Renata lirih dengan wajah tertunduk. Dia merasa bersalah pada Dylan. Akibat dari percobaan idenya kini Dylan yang jadi korban tuduhan orang-orang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 104. Sakitnya Dibohongi

    Renata terbengong sendiri mendengar perkataan Sena, sedangkan Sena tersenyum-senyum menatap wajah Renata dan membayangkan mereka tinggal bersama.“Sebentar deh Sena, kamu kan baru aja kuliah disini, kenapa mau pindah?”“Ya ga papa sih, abis ternyata disini membosankan suasananya, apalagi kalau nanti ga ada kamu, bisa kebayang kan sekeriting apa otakku nanti?”Renata tertawa renyah mendengar kelakar Sena, “Ada-ada aja kamu Sena”“Kalian berdua lagi ngomongin apaan sih?” Yoke tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Renata dan ikut duduk disisinya.“Hei Yoke, kamu tambah manis aja hari ini”“Aduh Sena, ga usah ngegombalin gue deh, kaga mempan tau ga?! Kemaren gue abis mutusin cowo gue, gara-gara gombalan dia udah basi, udah expired”“Ya ampun Ke, lo sadis banget sih”“Iihh abisnya dia ga kreatif ngerayu cewe Re, bikin bosen”“Ke, lo dalam sebulan ini udah berapa kali ganti pacar?”“Ehm... lupa gue, abis rata-rata mereka pada jahat, cuma pe ha pe doang”Renata hanya geleng-geleng kepala

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 103. Lamaran

    “Jadi... maksud saya datang kesini adalah untuk melamar Dek Camelia, untuk menjadi istri saya dan juga mamanya Dylan, dan saya juga bersedia menjadi ayah bagi Rama dan Leon,” ucap Bramantyo sambil menyodorkan kotak beludru warna biru yang di dalamnya berisi cincin berlian.Camelia terkesiap mendengar lamaran yang diucapkan oleh Bramantyo. Dia memang sudah bisa menebak rasa yang belum diungkapkan oleh laki-laki yang usianya hampir kepala lima itu. Bahkan hari kemarin saat mereka pulang setelah main seharian di mall, Camelia sebenarnya terus menghindari percakapan dengan Bramantyo, karena dia sudah bisa membaca dan menebak arah dari kalimat laki-laki yang pernah menjadi atasan mendiang suaminya itu.Dylan yang mengantar ayahnya untuk melamar Camelia hanya menganggukan kepala dan tersenyum saat Bramantyo melanjutkan kalimatnay yang mengatakan bahwa anaknya pun sudah memberikan restu dan menerima jika Camelia mau menjadi istrinya.Camelia menjadi serba salah, disatu sisi dia tak ingin ke

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 102. Diam Diam Tidak Suka

    Bramantyo mengajak Camelia dan kedua anak balita itu untuk keluar dan jalan-jalan ke mall, meskipun awalnya Camelia menolak, namun karena melihat wajah Rama dan Leon yang melompat senang dengan tawaran dari Bramantyo, akhirnya dia pun mengalah dan menuruti keinginan ketiga pria berbeda usia tersebut.Mereka juga mengajak kedua pengasuh Rama dan Leon untuk ikut serta. Jadilah mereka bertujuh dengan supir pribadi Bramantyo, berangkat menuju mall di pusat kota Jakarta.“Papa Bram, nanti di mall kita boleh jajan es krim ga?” Leon bertanya dengan menatap wajah Bramantyo penuh harap, dan langsung tersenyum serta melompat bahagia karena mendapat persetujuan dari Bramantyo dan juga Camelia.“Aku juga mau”“Iya Rama, nanti kita beli es krim yang banyak dan kita bisa makan bersama-sama”“Yeeyyy, terimakasih Papa Bram”“Sama-sama sayang”Camelia yang melihat interaksi kedua bocah itu dnegan Bramantyo hanya bisa tersenyum haru, dia berpikir andaikan saja dulu Damar bisa sehangat itu sikapnya pada

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 101. Tawaran beasiswa

    Renata akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju kantin demi menemui Yoke dan Nadia. Keduanya memang masih berada di kantin karena menunggu Renata sambil juga menunggu kelas mereka selanjutnya.“Disebelah sini Re” Yoke dengan suara cemprengnya yang khas memanggil Renata yang baru saja tiba di kantin.Renata mengambil tempat duduk dan bergabung dengan Nadia dan Yoke.“Ternyata Kak Dylan kenal dengan Sena, tadi aku lihat mereka ngobrol seolah sudah saling mengenal lama”“Iya Re, kami sudah tau itu, tadi sewaktu kamu di kelas, kami sudah bertemu dengan Kak Dylan, dan menceritakan tentang sosok mahasiswa yang wajahnya mirip dengan Seno”Renata menoleh dan menatap Nadia. “Jadi kalian menceritakan perihal Sena ke Kak Dylan?”“Iya Re, terus Kak Dylan bilang Sena itu adik sepupu jauh Seno, papanya Sena itu sepupuan sama papanya Seno” Yoke menjelaskan apa yang di dengarnya dari Dylan dengan antusias.Renata mengangguk-anggukan kepalanya, kini dia baru mengerti. “Oh.. Jadi Sena itu masih ada ik

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 100. Kamu Seno Kan?

    Flashback onPagi ini Renata mengantarkan kedua orangtuanya sampai ke bandara, hari ini mereka harus kembali karena cuti yang diambil ayahnya sudah habis.“Re, kalau ada apa-apa cepat kabari mommy, terus kamu jangan telat makan ya”“Iya mom, Re akan selalu ingat nasehat mommy”“Re, jangan terima tamu lagi kalau malam-malam, batas akhir bertamu itu jam sepuluh, ingat itu!”“Iya papi, Re akan terapkan aturan itu ke semua temen-temen Re”Setelah memberikan wejangan panjang lebar pada anak semata wayang mereka, tibalah kini waktunya mereka untuk berpisah, karena nomor penerbangan pesawat ayah dan ibu Renata sudah dipanggil.Renata pun sekali lagi berpelukan dengan kedua orangtuanya, dan melepaskan mereka untuk kembali ke Kalimantan.Setelah dari bandara, Renata langsung pergi ke kampusnya karena dia ada jadwal kuliah siang ini.“Re, di sebelah sini” Teriakan Yoke langsung menyambutnya kala Renata baru saja turun dari mobil yang baru saja diparkirkanya. Dilihatnya Yoke dan Nadia melambaik

  • Petaka Di Lorong Kampus   Bab 99. Permintaan Dylan

    Dylan menatap ayahnya dengan pandangan horor. Namun Bramantyo mengangguk dengan mantap. Kali ini giliran Dylan yang menarik napas dalam serta menggelengkan kepalanya.“Untung aku tidak jadi menikah dengan Yasmine, apa jadinya nanti jika papa menikah dengan Kak Lia, berarti papa jadi kakak iparku dong”“Eh, enak aja kamu nikah sama Yasmine. Papa tidak setuju, asal kamu tau ya Lan, sebenarnya Yasmine itu selalu mengancam papa bahwa dia akan menyebarkan informasi pada media jika anak yang di kandungnya itu adalah anakmu, dan kamu tidak mau bertanggung jawab, itulah sebabnya papa setuju dengan usulan Damar untuk mengirim Yasmine ke luar negeri, agar dia tutup mulut, tetapi setelah tinggal disana, Yasmine selalu meminta uang ke papa dalam jumlah besar”“Oh.. itu.. ehm, jadi itu sebenarnya... Yasmine pun sedang diancam pah, dan dia harus mengirimkan uang dalam jumlah besar, tapi papa tidak usah khawatir, uang papa masih ada kok, utuh”“Maksud kamu apa Lan?”Dylan pun kemudian menceritakan p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status