Share

Bab 4 : Melahirkan di Kamar Mandi

Petaka Malam Tahun Baru

Bab 4 : Melahirkan di Kamar Mandi

Semakin hari, aku semakin kesusahan untuk bergerak karena beban perut yang meskipun tak begitu besar seperti orang hamil lainnya namun tetap terasa berat untukku. Aku mulai kesusahan tidur dengan posisi yang nyaman dan mulai sering lapar walau tak pernah kuturuti untuk rajin makan, aku Cuma makan sekali sehari saja biar perut ini tak terlalu besar juga dan dengan maksud untuk menyiksa bayi yang tak kuinginkan ini. Dia adalah aib yang tak bisa untuk kubuang, maka kusiksa dia  dan berharap dia segera mati.

Sepulang dari kampus, aku langsung masuk ke dalam kamar lalu membuka ikatan korset diperut agar napas kembali plong. Menyembunyikan kehamilan itu sangat susah ternyata. Mungkin teman-teman di kampus tahu kalau aku hamil, hanya saja aku memang menulikan telinga biar tak mendengar gosip mereka.

Aku berusaha mengontrol pernapasan yang masih terasa sesak, lalu berbaring di tempat tidur untuk merelekskan tubuhku. Pinggang ini juga mulai sering sakit, aku tak bisa duduk lama lagi. Derita wanita hamil ini sungguh berat, aku takkan sanggup jika tak karena terpaksa. Jahatkah aku yang tak pernah menginginkan bayi ini? Terserah saja orang menilaiku. Yang jelas, aku tak mau repot karena kehadirannya. Aku harus bisa meraih cita-citaku sebagai pengacara dan membalas dendam kepada Bastian dan teman-temannya.

****

Hari ini, aku sengaja izin dari kampus sebab pinggang terasa sangat sakit. Kalau menurut dugaanku, mungkin sudah saatnya lahiran karena kini sudah bulan Oktober yang artinya kandungan sudah sembilan bulan. Ya Tuhan,lancarkan semuanya. Rencanya, aku akan melahirkan seorang diri saja dan tak ada yang boleh tahu tentang ini. Kuliahku tak boleh berantakan, apalagi bulan depan depan sudah saatnya magang dan sambil menyusun skripsi juga.

Untung saja, perlengkapan untuk persalinan sudah kusiapkan. Dari subuh hingga sore, perutku terasa sangat sakit juga pinggang terasa amat sakit. Aku berusaha agar tak mengeluarkan suara demi menahan rasa sakit ini. Darah segar mulai terasa keluar dari organ bawah, walau sudah kupasangi pempers, namun seperti ada yang hendak keluar. Aku bangkit dari tempat tidur lalu menarik baskom perlengkapan bersalin yang sudah kusiapkan di bawah tempat tidur. Dengan sambil berpegangan di dinding, aku melangkah menuju kamar mandi.

Semuanya sudah siap, kantong plastik untuk tempat sang bayi juga baskom perlengkapan. Tuhan, lindungi hamba. Kusingkap daster lalu bersandar kepada dinding kamar mandi. Aku sengaja memilih melahirkan di sini, agar jejak melahirkanku tak diketahui siapa pun.

Ya Tuhan, rasa sakit ini semakin tak tertahanku. Kugigit handuk kecil, agar suara rintihan kesakitanku tak terdengar penghuni kost ini. 

Agghhh ... sakit, huh ... huh ... aku mulai memperkatekan adegan bersalin yang sudah kupejari secara ortodidak melalu youtube. Dengan sambil mengejan, kedua tangan mendorong perut buncitku yang berisi bayi haram itu tentunya, campuran enam sperma para bajingan keparat itu.

Terasa ada yang mulai keluar dari rahim ini, aku semakin mengejan dan tetap menekankan panggul pada lantai agar tak ada kerobekan pada bagian bawah, begitu menurut info yang kubaca.

Ibu, Ayah, maafkan anakmu! Ampuni segala salahku selama ini. Tuhan, lancarkan proses persalinan ini dan semoga dia langsung mati saja! Huh ... huh ... aku mulai kesusahan untuk bernapas, rasa sakit teramat sakit membuatku merasa dunia akan kiamat. Apakah aku akan mati saat ini? Darah membanjiri kamar mandi ini. Aku semakin panik dan ketakutan. Kutarik napas panjang lalu kembali mengejan dengan sangat kencang.

Aagghhhh ... jeritku tertahan, namun benda itu telah berhasil kukeluarkan. Iya, dia bayi sialan itu, yang membuatku harus menderita berbulan-bulan. Benih enam pria tak berguna!

Huh ... huh ... aku berusaha mengontrol pernapasa, lalu menatap bayi yang baru saja kulahirkan yang tanpa suara. Padahal aku sudah menyiapkan penyumpa mulutnya jika ia menangis namun bayi itu terbujur kaku dengan tali pusar yang belum sempat kupotong. Segera kuraih gunting lalu memotong tali pusarnya, dan kemudian menekan ulu hatiku untuk mengeluarkan ari-arinya. Segera kusumpal bagian bawah ini agar darahnya tak kembali mengalir.

Kupandangi kembali bayi yang berjenis kelamin laki-laki itu, ia sudah tak ternyata. Entah kapan ia meninggalnya, aku tak tahu. Yang jelas, bukan aku yang membunuhnya, dia mati sendiri. Iya, aku bukan pembunuh! Mungkin semua ini memang takdir tuhan agar aku bisa membalas dendam dengan aman kepada enam ayahnya. Dia tak mau merepotkan dan menjadi beban hidupku. Terima kasih Tuhan, karena telah mengambil dia secepat ini. 

Kupejamkan mata sejenak, untuk meredakan rasa sakit ini, sedang tanganku meraih beberapa jenis obat yang sudah kusiap untuk kuminum agar sakit habis bersalin ini segera sembuh. Ada obat tambah darah, obat anti nyeri, obat antibiotik juga vitamin agar tenagaku cepat pulih. Segera kutenggak semua jenis obat itu.

Beberapa jam kemudian, bayi tak bernyawa itu sudah kukemas cantik di dalam kantong plastik lalu kumasukkan ke dalam kotak dan kubungkus dengan kertas kado serta tak lupa memberi tulisan “happy new years” di dalamnya. Bekas darah di kamar mandi juga sudah kubersihkan tanpa jejak. Takkan ada yang tahu, kalau pukul 00.00 tadi aku telah melahirkan seorang bayi yang sudah tak bernyawa.

Aku bukan pembunuh bayi penuh dosa itu, bukan aku yang membuat dia mati tapi dia sadar diri sendiri. Aku bukan pembunuh, aku bukan ibunya, aku tidak melahirkannya, dia hanya racun hasil perkosaan di malam petaka yang tak ingin pernah kurayakan lagi seumur hidup. Aku benci pantai, aku benci kembang api, aku benci tenda, aku benci jagung bakar, aku benci malam tahun baru, karena mereka menjadi saksi aku dijadikan budak napsu oleh enam setan itu tanpa belas ampun. Mengingat kejadian terpahit itu, membuat air mata menetes begitu saja.

Bangkitlah Rivana, kamu bukan wanita lemah! Kamu wanita tangguh dan tak cengeng. Cukup sudahi kebodohanmu selama ini. sekarang saatnya bangkit menjadi wanita kuat yang harus bisa membalas dendam. Kini kamu sudah terbebas dari kutukan itu, saatnya bangkit dan siap menerjang enam target yang telah membuat masa depanku hancur. Mereka harus merasakan kesakitan yang aku rasakan! Aku mensugesti diri agar tegar dan tetap kuat.

Kini aku sudah terbaring di tempat tidur dengan keadaan perut yang sudah rata dengan balutan korset agar perutku yang menggelambir itu kembali rata. Tubuh terasa sakit semuanya, tak terasa ternyata aku belum ada tidur semalaman dan kini sudah pagi rupanya. Kupejamkan mata, aku ingin tidur agar malam nanti tenaga kembali fit dan bisa melancarkan aksiku selanjutnya.

Bersambung ....  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status