#Petaka_Malam_Tahun_Baru
Part 7 (POV Bastian 2)
“Sayang, apa nggak nunggu pagi aja baru kita hubungi Polisi?” tanya Tiara kemudian.
“Kenapa nggak sekarang aja?” Aku masih berusaha mengusai diri dan meredam debaran keras di dada, aku masih kaget dan tak menyangka kalau isi kotak kado itu adalah mayat bayi yang aku tak kenal sama sekali.
“Yank, ini udah hampir tengah malam, bisa-bisa nggak tidur kita malam ini kalo bikin laporan sekarang. Introgasinya pasti panjang lebar ini, soalnya ini berhubungan dengan kasus pembunuhan."
Aku mengangguk pada Tiara, terserah dia saja.
“Tapi ... malam ini ... kamu temani aku tidur di sini, ya, Sayang! Aku nggak berani kalo tidur sendirian, tinggal bedua ama mayat bayi, serem .... “ Aku mulai memanfaatkan kesempatan sambil memeluk tubuh ramping Tiara.
“Hmm .... “ Tiara tersenyum malu-malu.
Tanpa menunggu lama lagi, langsung kugendong dia ke kamar. Akan tetapi, baru saja hendak pemanasan, terdengar suara benda jatuh di ruang tamu, sangat keras, seperti barang pecah belah.
“Suara apaan itu, Yank?” Tiara membenarkan bajunya yang sudah acak-acakan karena ulahku.
“Nggak tahu! Ya udah ah, lanjut lagi kita!” Aku kembali mendorong tubuhnya ke tempat tidur dan kembali beraksi.
Tiba-tiba, di telingaku malah terdengar suara tangisan bayi. Mau tak mau, kuhentikan kembali adegan yang baru saja mulai memanas ini.
“Kenapa, Yank?” tanya Tiara dengan raut kecewa.
“Owee ... owee ... oweee .... “ Suara tangisan bayi itu terdengar sangat keras, aku sampai menutup telinga karenanya.
“Sayang, kamu kenapa?” Tiara bangkit dari tempat tidur.
“Ada suara tangisan bayi, Sayang. Apa mayat bayi di dalam kotak kado itu hidup kembali?” tanyaku dengan ketakutan.
“Nggak ada suara tangisan bayi kok, aku nggak dengar apa-apa,” ujar Tiara sambil mendekat ke arahku.
Aku menautkan alis, suara tangisan itu masih terdengar lantang di telingaku tapi Tiara malah tak mendengarnya. Apa telinga pacarku itu bermasalah? Aku menatapnya jengkel.
“Sayang, kamu kenapa sih? Nggak ada suara tangisan bayi kok.” Tiara menarik tanganku yang menutupi telinga.
Ketika aku membuka tutup telinga, tangisan itu malah tak terdengar lagi. Aneh sekali! Segera kupasang kembali pakaian, h*srat untuk bercinta hilang sudah. Aku malah penasaran akan mayat bayi itu, jangan-jangan dia bangkit kembali.
Melihatku yang sudah memasang kembali pakaian tanpa sempat melakukan ritual kami, Tiara ikutan memasang kembali pakaiannya.
“Ayo kita lihat mayat bayi itu, tadi itu aku jelas sekali mendengar suara tangisan.” Kutarik tangan Tiara untuk keluar dari kamar.
Sesampainya di ruang tamu, kotak kado yang berisi mayat bayi itu masih tetap di berada di atas meja. Kusuruh Tiara untuk melihat isinya. Dia merengut, namun menuruti juga perintahku.
“Agghh!!” Tiara berhambur memelukku.
“Apa bayi itu hidup kembali?” tanyaku sambil memegang pundaknya.
“Nggak, Sayang, dia masih tetap mayat bayi. Serem lihatnya .... “ Tiara mengelap keringat dingin di dahinya.
“Ya sudah, kita akan di ruang tamu ini sampai pagi, sampai Polisi datang.” Aku berkata mantap, lalu duduk di sofa sambil menatap ngeri kotak kado itu.
Tiara mengangguk dan duduk di sampingku.
****
Entah jam berapa tadi malam kami tertidur, yang jelas saat kami membuka mata, jam di dinding sudah menunjuk ke arah 10.15. Langsung kusuruh Tiara untuk menghubungi Polisi dan menyelesaikan masalah mayat bayi yang tak ada sangkut pautnya dengan kami berdua itu. Kusumpahi Ibu sang bayi itu cepat mat* kayak bayinya ini! Seenak jidatnya saja membuang mayat bayi ke mobilku, dan pakai dibungkus seperti kado pula.
****
Aku kembali ke rumah setelah urusan mayat bayi dalam kotak kado itu selesai, semuanya telah ditangani Polisi dan akan diusut siapa pelakunya. Menurut hasil otopsi, bayi itu sudah meninggal sejak dari dalam perut. Cuma yang membuat heran itu, kenapa harus dibuang ke mobilku dan dibungkus seperti kado? Polisi akan mencari tahu motif pelaku melakukan semua ini. Syukurlah, aku dan Tiara hanya dijadikan saksi, walau introgasinya membutuhkan waktu seharian.
Kuhembuskan napas kasar lalu menjatuhkan diri ke sofa ruang tamu. Entah kenapa? Di pikiran ini masih selalu terbayang sosok pucat di dalam kantong plastik merah itu. Kurang asam sekali Ibu bayi itu, kalau dia memang Riva, sakit jiwa dia!
Berkali-kali, kuusap wajah ini agar bayangan isi kado itu tak kembali terngiang. Dia tak ada hubungannya denganku, jadi untuk apa aku memikirkannya? Ah, tak mungkin ini ulah Riva, dia pasti sudah putus kuliah dan pulang kampung atau juga ... dia sudah masuk rumah sakit jiwa karena defresi. Peristiwa malam tahun baru itu kembali berputar di kepala.
Sebenarnya, aku tak bermaksud menggilir dia dengan teman-teman andai dia tak melakukan perlawanan malam itu. Andai dia menuruti kemauanku dengan senang hati, pasti ceritanya takkan mengenaskan begitu. Aku sakit hati saja, jadi cewek kok sok jual mahal sekali, padahal semua kebutuhan dia sudah aku penuhi. Aku cuma minta yang satu saja, susah banget ngasihnya.
Aku beranjak dari sofa lalu menuju kamar kemudian mengambil kertas bertulisan ‘happy new years’ yang kusembunyikan di bawah tempat tidur. Kuamati kembali tulisan berwarna merah seperti bercak darah itu, bulu kuduk jadi merinding padahal hari masing siang juga.
Agghh ... kulepaskan kertas yang terlihat ada bayangan mayat bayi di kantong plastik tadi, lalu berlari ke pojok kamar.
‘drrrrttt’
Getaran ponsel di saku celana juga membuatku terkejut. Ah, ada telepon dari nomor baru, siapa ini? Aku menautkan alis sambil menggeser tombol hijaunya.
Belum sempat aku mengucapkan ‘halo’, tangisan seorang bayi langsung mengaung dari dalam ponsel.
“Agghh!!!” Kujatuhkan ponsel itu dengan kaget.
Ya Tuhan, aku kenapa? Tubuh ini jadi gemetar, dengan napas yang tersengal-sengal. Dengan cepat, aku berlari naik ke atas tempat tidur lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh. Aku takut sekali! Kenapa semua ini seperti di film-film? Kenapa aku seperti sedang diteror? Kenapa hidupku jadi tak tenang begini? Agghh!!!
****
Sejak penemuan mayat bayi di dalam kotak kado itu, kehidupanku semakin tak tenang saja. Padahal mayat sang bayi sudah dikubur dengan layak. Jadi, aku tak ada lagi hubungan dengannya. Akan tetapi, teror-teror semakin berdatangan setiap hari. Apa salahku? Jika ini memang ulah Riva, aku takkan memberinya ampun, akan kubuat dia mengalami nasib lebih mengenaskan lagi daripada petaka di malam tahun baru itu. Jangan main-main dengan Bastian, Rivana? Semuanya bisa kulakukan. Mengganti nama dan jati diri saja aku bisa, apalagi hanya memberi pelajaran kepada gadis kampungan sepertimu!
Bersambung ....
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 8 : Bertemu DiaSetelah bayi terkutuk itu enyah dari hidup ini, keberuntungan selalu menyertai langkahku. Penyusunan skripsiku berjalan dengan lancar, berkat kerja keras dan keuletan seorang Rivana, korban pelecehan yang bercita-cita menjadi pembela kaum perempuan yang mendapatkan nasib serupa dengannya. Sidang skripsi juga sudah kudaftarkan dan tinggal menunggu jadwalnya saja, sambil magang juga untuk mengisi waktu.Sebuah panggilan telepon dari Ibu, membuatku tersenyum dan tak sabar untuk memberitahukan tentang pendaftaran sidang skripsi yang sudah kuajukan.“Assalammualaikum, Nak.” Suara lemah lembut Ibu begitu menyejukkan telinga.“Waalaikumsalam, Bu,” jawabku dengan senyum yang tak dapat kutahan.“Bagaimana kabar kamu, Nak? Gimana kabar skripsinya, apa lancar-lancar saja? Oh iya, tadi pagi Ibu ada kirim uang satu juta buat kamu, hemat-hemat, ya, Nak! Beli barang yang penting saj
#Petaka_Malam_Tahun_Baru Bab 9 : Diperkosa Tiga Bencis Ah, kenapa mesti ketemu Seno dan satu kelas pula? Dia temannya Bastian yang hanya berpura-pura lugu dan mengaku tak ikut andil. Bohong, semua itu hanya kebohongannya saja! Aku takkan bisa percaya kepadanya, dia sama gilanya dengan temannya yang bermodal kegantengan namun berotak mesum itu! Cih, aku benci! Kuhempaskan tubuh ke atas tempat tidur, lalu meraih ponsel sambil memikirkan teror selanjutnya yang akan kuhadiahkan kepada Bastian. Aku tersenyum miring sebab ide langsung muncul di kepala ini. Langsung kuketik sebuah pesan yang akan kukirimkan kepadanya. [Kak Icha, nanti jemput Intan di tempat biasa, ya!] Aku pura-pura chat salah nomor. Dua menit kemudian, chatku langsung dibacanya. [Maaf, Dek, kamu salah nomor berangkali. Aku bukan Kak Icha, tapi Davit.] Hmm ... aku menyunggingkan senyum dan kembali mengetik balasan. [Oh, maaf, Bang, abis nomornya mirip. M
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 10 (POV Bastian 3)“Kalian itu bego! Teman dikeroyok bencis malah nggak ditolongin!” umpatku kesal, masih dengan posisi terbaring di tempat tidur.“Sorry lama, Bas, tapi ini udah ditolongin kok,” jawab Andra sambil saling pandang dengan teman-temanku yang lain.“Tapi aku udah ternoda ini!” Kulembar bantal ke wajah Andra.“Sorry, abisnya waktu kamu telepon aku lagi di klab sama cewek.” Andra menundukkan wajah.Agghh ... dasar Andra! Padahal waktu para bencis itu mulai mengeroyokku, aku sempat menekan nomor dia dan berharap ia datang tapi nyatanya mereka datang malah setelah tubuh ini terlecehkan dan lebih tragisnya disiram air cabe pula. S1al!!!“Kamu kok bisa kalah sama bencis sih, Bas?” Amrul mengerutkan dahinya.“Awalnya ... mereka pura-pura jadi kuntilanak gitu, mana pantai gelap pula. Setelah aku lengah karena ketakutan, mereka la
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 11 (POV Bastian 4)Keparat! Kupacu mobil dengan kecepatan kencang. Hati ini terasa sangat sakit melihat penghianatan Tiara padahal aku tak pernah merasakan hal ini sebelumnya dengan pacar terdahulu. Selama ini, aku tak pernah punya perasaan serius dengan seorang wanita karena yang kuinginkan hanya tubuh mereka saja tapi dengan Tiara aku merasa berbeda, aku ingin serius dengannya dan aku tak rela dia disentuh pria lain walau sahabatku sendiri.“Bas, jangan ngebut ah!” tegur Seno sambil menepuk pundakku.Tak kuhiraukan perkataan Seno, mobil tetap kupacu dengan kecepatan kencang. Beberapa saat kemudian, mobilku telah telah berhenti di sebuah klab, tempat inilah yang bisa menghilangkan stres dan penatnya pikiran.Aku langsung turun dan masuk ke tempat yang merupakan surga dunia. Segala kenikmatan ada di sana, tinggal pilih saja. Ada minuman pereda pikir
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 12 : Bertemu Dua SetanAku sedang duduk di sebuah rumah yang terasa sangat asing. Rumah ini tak terlalu besar namun terlihat megah, aku celingukan, heran akan sebab keberadaanku di sini. Taklama berselang, muncullah beberapa orang wanita berpakaian serba putih dengan dandanan ala princes sambil menggendong seorang bocah laki-laki.Mereka membawa sang bocah keluar dari rumah itu dan bermain di halamannya. Aku mengekor di belakang, meski tak disapa. Kini kulihat empat orang wanita itu sedang berlari-lari kecil dengan sang bocah yang tawanya terdengar begitu renyah. Aku seperti mengenal bocah yang usianya mungkin dua tahunan itu, tapi di mana dan siapa, aku tak bisa mengingatnya.Kuamati mereka yang sedang bermain dengan sangat ceria dan tanpa beban itu. Aku ingin bergabung, tapi mereka tak ada mengajakku. Eh, aku mulai ingat dia mirip siapa, dia mirip denganku. Siapa dia? Mengapa dia bisa mirip denganku?Karena pena
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 13 : DilemaSore ini, aku sedang nyantai di kafe pinggir sungai sambil menikmati jus jeruk dan kentang goreng. Tadi aku baru saja habis ketemu klien dan mencatat permasalahannya. Pak Nanda, advokat yang membimbingku dalam kegiatan magang ini menugaskanku untuk menganalisa permasalahan yang dialami kliennya tentang sengketa perebutan harta peninggalan orangtua mereka yang belum sempat dibagi dan kini tiga orang anaknya memperkarakannya karena masing-masing merasa paling berhak. Pak Nanda ingin kliennya bisa menang, dan ini adalah tantangan pertama karir yang akan kujalani nanti.Dari arah pintu masuk kafe, aku melihat dua orang teman Bastian lagi, yaitu Bobby dan Andra. Sepertinya Tuhan memang mempertemukan kami agar aku bisa mengerjai mereka. Tinggal mereka berdua saja yang belum mendapatkan pembalasan part awal, mungkin inilah saatnya. Segera kunaikkan masker wajah dan memasang kaca mata serta menguncir rambut panjangku ke bel
#Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 14 : Terbangkan BastianPukul 09.00, aku sudah berada di Pengadilan untuk menghadiri sidang pertama dari klien Pak Nanda. Taklama kemudian, Pak Nanda sudah datang bersama pria yang memang tak asing lagi. Hmm ... dugaanku benar, dia Davit alias Bastian, pria terkutuk yang telah merenggut kesucianku. Dia yang dulu pernah amat kucintai tapi kini begitu kubenci hingga ke urat nadi. Untung saja, aku menggunakan masker dan kacamata, jadi dia takkan mengenaliku.Hakim sudah mengetuk palu sebanyak tiga kali tanda persidangan akan segera dimulai. Jaksa penuntut umum mulai membacakan tuntutannya untuk sang terdakwa. Wanita yang bernama Tiara itu juga hadir di sini, dia mengapit Pengacara Kondang yang memang sudah terkenal. Mantan pacar Bastian ini cantik dan modis, tapi sayang ... dia malah menyelingkuhinya. Dugaanku pasti dengan Andra, sebab dia memang duplicate Bastian, dan hanya dia saja yang bisa men
Petaka_Malam_Tahun_BaruBab 15 : Hempaskan!Bastian alias Davit dibebaskan dari segala tuntutan di muka pengadilan, proses damai berjalan lancar dan semua ini karenaku. Pak Nanda tak hentinya memujiku, namun aku tak ingin musuh bebuyutanku itu sampai tahu, kalau akulah yang berada di balik kebebasannya. Biarlah keberuntungan sedikit berpihak kepadanya, anggap saja ini hadiah untuk menuju kesialan yang akan lebih dahsyat tentunya. Taklama lagi, dia juga bakal kembali kuhempaskan setelah terbang melayang. Ah, Bastian, aku takkan bahagia jika melihat senyummu. Aku akan lebih suka jika melihat penderitaanmu.Hari ini, semua keinginanku telah tercapai. Aku baru saja menyelesaikan proses pengangkatan dan sumpah advokat, kini gelar Pengacara resmi kusandang. Terima kasih, Tuhan, cita-cita yang kuimpikan bisa kuraih juga. Terima kasih Ayah, Ibu, berkat dukungan kalian, profesi yang hanya menjadi mimpi selama ini bisa menjadi kenya