Share

Pecah

Bagaimana guci itu pecah padahal tidak ada yang menyentuh guci itu.

"Apa yang terjadi Mah?" tanya Ningrum yang baru keluar dari kamar. Ia tampak terkejut melihat guci pecah.

Berbeda dengan Tante Nurmila. Ia justru tampak datar memandangi guci yang sudah pecah tanpa sebab. Entah apa yang tante Nirmila fikirkan saat ini karena aku tidak bisa membacanya dari ekspresi wajah yang datar.

"Sebaiknya kamu pulang dulu Ra. Lain kali kamu datang kesini." ucap Tante Nurmila dingin.

Seketika aku dan Ningsih saling pandang. Sekian lama aku berteman dengan Ningrum, baru kali ini Tante Nurmila bersikap dongin pada ku. Bahkan secara terang-terangan ia menyuruh ku untuk meninggalkan rumah nya.

Ningsih memainkan kedua alisnya menanyakan apa yang terjadi lewat isyarat. Aku yang sebenarnya tidak tau menahu hanya menggeleng lemah.

"Baik Tante. Kiara pamit pulang dulu." ucap ku dengan rasa sedikit kecewa. Aku merasa jika Tante Nurmila berubah. dan dengan alasan apa ia berubah aku pun tak tahu.

Ningsih menggantar ku keluar rumah. "Maafin Mamah ya. mungkin dia lagi nggak enak badan." ucap Ningrum yang bingung dengan sikap ibunya sama seperti ku.

Aku hanya menganggukkan kepala. Apa aku salah untuk datang ke sini? Tapi niat ku datang hanya ingin berkunjung dan tak ingin membuat kekacauan.

*****

Hari menjelang gelap. Aku masuk ke dalam rumah dengan langkah gontai. Aku merasa tak nyaman saat ingin masuk ke dalam rumah.

Semua orang berkumpul di ruang tamu. Termasuk Om Angre. "Assalamu'alaikum." Aku mencium tangan Om Angre dan kedua orang tua ku.

"waalaikum salam." jawab mereka serempak. Aku melihat wajah Om Angre yang terlihat sedikit murung. "Om Angre sendirian kesini?" tanya ku sambil duduk di sebelah Mamah.

"Tante Salwa ngga ikut karena lagi nggak enak badan." jawab Om Angre lesu.

Tak biasanya ia pergi ke sini hanya sendirian. Selama ini ia selau mengajak Tante Salwa kemanapun ia pergi termasuk jika ingin berkunjung. tapi berbeda dengan hari ini. Aku menyadari sikap Om Angre aneh.

Om Angre meminta Syakila dan Qinar untuk membeli makanan di luar. Mungkin Om Angre tak ingin Syakila dan Qinar untuk mendengar apa yang ingin ia katakan.

ia menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara perlahan. "Ra, Om mau ngomong sama kamu." ucap Om Angre. Kali ini tatapan matanya berubah serius.

"Ngomong soal apa Om?" tanya ku.

"Soal kotak yang Om buka kemarin."

Deg.

Apa Om Angre juga mendapatkan teror mistis seperti ku? Aku yakin ia juga mendapatkan gangguan. Berhubung Om Angre bercerita mengenai Kotak usang itu aku akan bercerita apa yang aku rasa beberapa hari ini di rumah.

"Emang ada apa dengan kotak itu Om?" tanya ku penasaran.

"Semalam Om dapat mimpi yang meyeramkan mengenai isi di dalam kotak itu." Semua orang terkejut termasuk aku. Mimpi? apa itu bisa menguatkan ucapan yang ingin ia katakan? tapi aku juga mengalami mimpi yang aneh oagi tadi.

"Om bermimpi mendengar suara bayi menangis dari dalam kotak itu. Dan kotak itu di pegang oleh seorang Wanita dengan mata melotot dan juga lidah yang menjulur.

Deg.

Wanita yang Om Angre impikan sama dengan Wanita yang aku lihat di kamar mandi belakang. Apa benar semua itu ada hubungannya dengan kotak itu? Tapi apa rahasia di balik kotang usang itu?

Mamah dan Papah hanya diam tak bersuara sedikit pun. "Aku juga sempat melihat wanita itu Om." ucap ku Jujur. Mamah dan Papah beralih menatap ku. Kali ini tatapan terkejut mereka tampakkan.

"Apa yang sebenarnya kalian bicarakan?" tanya Mamah masih belum mengerti apa yang kami bicarakan.

Om Angre meceritakan semua tentang kotak usang yang ia temukan di atas plafon. Dan aku pun tak lupa untuk menceritakan semua yang aku, Qinar, dan Syakila alami.

"Sudah Kakak bilang untuk tak membuka kotak itu. Kamunya aja yang keras kepala. Sekarang Kiara dan adik-adiknya juga yang mendapat imbasnya." ucap Papah dengan rahang yang mengeras.

"Tapi kejadian karung beras itu terjadi sebelum Om Angre membuka tempat itu. Mungkin masalah utamanya ada di rumah ini Pah."

Baru kali ini aku melihat Papah seperti ini. Ekspresi Mamah pun sama terkejutnya dengan Papah.

Seketika pintu belakang terbanting dengan sangat keras.

BRAAKKK

Kami semua berlari dan melihat pintu belakang. Kami kembali di kejutkan dengan pintu belakang yang masih dalam keadaan terkunci rapat.

Aku sangat yakin itu suara pintu belakang karena pintu itu paling berbeda. Pintu belakang terbuat dari besi seng.

"Kita kembali ke ruang tamu." pinta Papah pada kami semua. Beruntung kedua adik ku tak ada di rumah. Jika mereka di rumah pasti Mereka akan merasa ketakutan.

Semua kembali duduk di ruang tamu. "Mas aku harus bagaimana? aku takut apa yang aku lakukan memakan korban." ucap Om Angre gugup.

"Aku mempunyai kenalan seorang ustad. Aku akan mencoba untuk menemuinya besok. Masalah ini harus segera di selesaikan.

Aku tak Mau anak-anak ku dalam bahaya." jawab Papah tegas.

Suasana di ruang tamu hening beberapa saat. Suara langkah kaki terdengar dari atas Plafon. Papah membacakan sebuah murotal dari youtube.

Suara itu bukannya berhenti justru semakin kencang. Kali ini bukan aku saja yang dengar. tapi semua orang yang ada di sini mendengarnya.

Suara itu cukup lama sampai suara Adzan Magrib berbunyi dan akhirnya suara itu berhenti.

***

Baru pukul sembilan mata ku sudah merasa berat. Aku merebahkan tubuh ku di samping Syakila dan Qinar. Entah kenapa aku merasa sangat lelah. Mungkin karena semalam aku tak tidur

Dari arah luar aku mendengar sebuah pria dan seorang wanita berbicara.

"Kita harus cari tumbal lagi Buk. Kalau tidak kita yang akan di tumbalkan."

"Tapi siapa yang akan kita tumbalkan lagi Pak. Ibu sudah cari tapi belum ketemu."

Dengan langkah hati-hati aku ke luar dari dalam kamar. Seorang pria dan wanita paruh baya sedang mengobrol di ruang tamu.

"Ini hari terakhir Bu. Kita harus cepat cari korban selanjutnya. Kalau tidak, kita yang akan celaka."

"Ibu sebenarnya udah capek kayak gini Pak. hidup ibu jadi nggk tenang."

Tiba-tiba saja muncul sosok Mahluk tinggi, berbulu, berbadan besar, bertaring, memiliki kuku yang pajang, dan mata berwarna merah menyala.

Mahluk itu menatap tajam kedua orang itu. "Pulaaang."

Tiba-tiba, aku mendengar suara seseorang meminta ku untuk pulang. Suaranya pelan tapi cukup jelas.

"Pulang... pulang..." Lagi-lagi aku mendapatkan bisikan seprti itu.

Sosok tinggi besar itu malah menatap ku tajam. Bagaimana ini? bagaimana aku bisa keluar dari sini?

Aku merasakan ada sesuatu yang keluar dari ubun-ubun. Seketika aku terbangun. Astaga, apa aku bermimpi aneh lagi?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status