‘’Sayang, apa tidak bisa kita bawa saja mama ke Kalimantan?’’ Vania merengek. ‘’Aku sudah bicara dengan mama pelan-pelan. Tapi setiap aku bilang kita harus tinggalin rumah ini, mama langsung histeris. Aku gak mau ambil resiko.’’ Vania mendengus pasrah di mana Leo masih sibuk mengurus pekerjaan lewat gawainya. Tidak berada di tempat di mana ia bekerja membuat fokus Leo terpecah. Jadi hari ini Leo harus kembali ke Kalimantan dan berada di sana untuk beberapa hari ke depan. ‘’Kalau begitu aku ikut, ya?’’ Vania memeluk Leo dari belakang. ‘’Tidak perlu, Sayang. Kamu di sini saja. Aku yakin kamu lebih senang berada di sekitar mama.’’ ‘’Ya sudah kalau begitu aku masukin baju kamu dulu ke dalam koper,’’ balasnya pasrah yang sekarang bergegas melepaskan pelukan. ‘’Jangan banyak-banyak. Seperlunya aja.’’ Vania mengangguk lemah. Entahlah, tiba-tiba perasaannya tak karuan melepas kepergian Leo. Rasanya seperti tidak rela. ‘’Aku mau pamit sama mama dulu.’’ Leo berkata sambil berlalu meni
‘’Sayang kamu pulang?’’ Vania berlarian menuruni tangga. Wanita itu sengaja tidak tidur demi menunggu kepulangan Leo.Vania merangsek, memeluk Leo yang sangat ia rindukan. Tapi…‘’Sayang?’’ tegur Vania menyadari tak mendapat pelukan balasan. Tatkala ia menengadah, raut wajah Leo terlihat marah dengan pandangan yang tertuju ke ruang tamu. Pada sosok laki-laki yang sekarang sedang menggenggam erat kedua tangan Valerie. ‘’Oh ada Nathan ya,’’ Vania berujar ramah. Nathan menganggukkan kepala, tersenyum. Menyapa hangat bersopan santun.Jangan heran dengan sikap Vania yang terlihat sangat bersahabat. Di depan orang lain, Vania selalu bersikap layaknya seorang kakak yang menyayangi sang adik. ‘’Valerie, ajak Nathan ngobrol dong, jangan berdiri aja kaya patung.’’‘’Iya, Mbak,’’ jawab Valerie kikuk. Ada perasaan bersalah yang sekarang sedang mendiami diri Valerie saat tak sengaja bertautan pandang dengan Leo.‘’Sayang kamu bawa oleh-oleh banyak banget,’’ Dilihatnya Pak Sena menurunkan paper ba
Keesokan paginya, dari jendela tempat tidur, Vania tersenyum senang melihat keadaan Vira yang sudah membaik. Vira terlihat menikmati jalan pagi di halaman rumah. Vania jadi terdiam mengenang. Dulu pemandangan seperti ini selalu didapat Vania setiap hari. Namun itu lengkap dengan Devano Mahendra. Vania menghela napas dalam-dalam. Yang lalu biarlah berlalu. Sekarang ia hanya memiliki Vira. Dan Vania bertekad untuk membuat Vira bisa hidup lama. Sejatinya, anak mana yang tak bahagia melihat orang tua satu-satunya sehat. Relungnya mengatakan bahwa ini berkat Valerie. Tapi tetap, Vania merasa tidak perlu untuk berterimakasih pada adiknya. Lagi pula sudah sewajarnya karena Valerie telah membuat Vania kehilangan sosok sang ayah.‘’Nyonya Vira sudah baikan, ya? Wah, syukurlah.’’ Inah tersenyum lebar melihat Vira yang sekarang baru saja kembali jalan pagi keliling komplek.‘’Iya. Non Valerie jagain nyonya telaten banget, Nah,’’ Pak Sena adalah saksi mata perawatan. ‘’Ngomong-ngomong, sejak kap
‘’Nathan, kamu ngapain terus-terusan ke sini?’’ Valerie tak bisa menahan diri lagi. Hanya ada mereka berdua di ruang tamu. ‘’Aku gak enak sama mama dan Vania,’’ Juga Leo sebenarnya. Valerie membatin. ‘’Tapi ibu dan kakakmu gak masalah. Mereka bahkan sangat welcome,’’ balas Nathan tanpa ada perasaan curiga. Andai Nathan tau bahwa dia telah bersuamikan Leo. Jangankan mantan kekasihnya ini, mungkin semua orang juga akan terkejut. ‘’Val, hei… kok kamu diam?’’ ujar Nathan karena Valerie sibuk dengan pikirannya sendiri. ‘’Ya, Nath?’’ ‘’Aku sudah dengar dari Delia. Apa benar begitu kejadiannya?’’ Valerie langsung merasa resah. Diikuti dengan jantung yang tiba-tiba saja berdebar takut. Delia, apa yang sudah kamu katakan pada Nathan? ‘’Maaf aku tidak ada saat kamu butuhkan, Val.’’ Bibir Valerie masih terbuka. ‘’Aku merasa jadi pasangan yang tidak berguna. Kamu diperkosa dan sekarang bajingan itu tidak tau kemana.’’ Valerie lega karena ternyata Delia mengatakan hal seperti itu. Se
Valerie buru-buru jongkok di antara tumbuh-tumbuhan rapat. Beruntung tubuh tinggi Leo membelakangi Vania, jadi wanita itu tidak dapat melihat ada Valerie tadi.‘’Aku nyariin kamu di kamar. Ternyata kamu di sini,’’ tutur Vania di hadapan Leo. ‘’Dompetnya udah ketemu?’’‘’Udah, Sayang.’’Vania menoleh ke kanan dan ke kiri. ‘’Yuk. Aku khawatir agennya udah nungguin kita.’’Leo tersenyum mengangguk. Sebelum menyusul Vania yang sudah berjalan lebih dulu, ia sempat menoleh sebentar pada Valerie. Leo begitu aneh mengapa Valerie sangat ketakutan seperti itu.Kepergian pasutri tersebut membuat Valerie lega. Tapi di saat yang sama, Valerie langsung menyentuh bibirnya. Mengenang saat-saat tadi. Pipi Valerie bersemu merah tanpa ia sadari.Perasaan apa ini? Kenapa Valerie malah merasa senang?***Dalam perjalanan dan menandatangani perjanjian kontrak sewa-menyewa perkantoran, Leo tak henti-hentinya memikirkan Valerie. Padahal ada Vania di sampingnya. Yang terlihat senang karena akhirnya Vania tak
Hari sudah gelap, Valerie segera berganti baju. Di makan malam keluarga ini, meski hanya mereka berempat, Vania selalu tampil wah.Valerie ingin mencoba bergaya seperti kakaknya. Rapi dan cantik. Leo bilang bahwa dia juga seorang Arka, setidaknya Valerie harus mencoba style nyonya Arka sesekali. Valerie memegangi lehernya yang dicumbu Leo tadi sore, membuatnya ingin sekali disentuh seperti itu lagi. Sekarang Valerie ingin mencoba gaun lain yang Leo belikan. Gaun hitam dengan area bahu lebih tertutup. Ia ingin melihat reaksi Leo. Apakah masih takjub seperti tadi?Valerie tersenyum geli. Astaga, apa yang kau pikirkan Valerie? Gadis itu tidak ingin semakin menumbuhkan rasa pada Leo.Dengan cepat ia bersiap, lalu turun ke tangga dan langsung menuju meja makan. Inah dan Pak Sena sudah ada di sana. Keduanya terpukau melihat penampilan Valerie hari ini.‘’Wah, Non Valerie cantik sekali,’’ seru Pak Sena lebih dulu.Inah berdecak. Melirik kesal Pak Sena karena pujiannya dicuri lebih dulu. Me
‘’Sayang,’’ Vania terus saja memohon agar ia bisa pergi berdua dengan Vira.Pikiran tentang Leo yang memang begitu mencintai Vania langsung membuat Valerie merasa sakit.Leo terpaku, diam memandangi Vania dan Vira bergantian. Entah apa yang sedang pria tampan itu pikirkan. ‘’Atau kalau kamu kurang percaya, biar mama ajak Valerie sekalian. Kalau perlu Inah dan Pak Sena.’’Wajah datar Leo langsung mencair. Tertawa untuk ide itu. Jangan bawa Valerie. Leo membutuhkan istrinya yang lain di sisinya. ‘’Yakin bawa semua pasukan? Aku sendirian, Sayang.’’‘’Iya juga ya,’’ Vania tampak berpikir ulang. ‘’Pak Sena yang supirin. Aku bawa Inah untuk bawa barang-barangku soalnya banyak banget, Sayang. Tapi Valerie tetap di rumah. Khawatirnya kamu butuh apa-apa, Mas. Nanti panggil dia saja, ya.’’ Baguslah. Memang itu yang Leo mau. Padahal Vania berpikiran lain. Menganggap Valerie tak lebih dari sekedar pembantu yang bisa disuruh-suruh. ‘’Tapi jangan malam-malam pulangnya, Ma. Leo khawatir Vania k
Suara ketukan membangunkan Valerie. Saat dibuka, senyum Vira yang mengembang menjadi pemandangan utama. Astaga. Valerie refleks menoleh ke dalam kamar dengan wajah khawatir. Syukurlah Leo sudah tak ada di dalam. Sangking lelahnya melayani Leo, Valerie sampai tak tau kapan suaminya itu menyelinap pergi.‘’Mama?’’‘’Ini sudah jam berapa? Ayo sarapan.’’Valerie melirik ke penunjuk waktu, sudah jam sembilan ternyata. Pantas saja Vira sampai membangunkannya.‘’Mama tunggu di bawah ya.’’Valerie mengangguk. Segera masuk ke dalam kamar mandi. Badannya terasa remuk. Valerie memegangi leher dan dadanya, percintaan mereka semalam masih membekas dalam ingatan. Bahkan Valerie masih bisa merasakan sentuhan-sentuhan nikmat yang dilakukan Leo.Mas.Valerie mengulum senyum. Semalam itu benar-benar indah.Astaga. Sudah berapa lama dia berdiam diri di kamar mandi? Ayo Valerie, kamu harus mandi. Wanita itu memukul kepalanya dengan kekehan geli. Mulai sekarang, tak ada lagi Valerie dengan pakaian kumuh