Share

5. Pernikahan Leo dan Vania

Selain Vania yang semakin ke sini semakin bersikap tak enak padanya, selebihnya tak ada yang berubah sepeninggal Leo. Ia sudah sembuh dari sakitnya dan mulai membiasakan diri menerima kenyataan pahit akan luka yang dibuat Leo malam itu.

Sesekali Valerie tak sengaja mendengar percakapan antara Vania dan Leo di telepon, mereka semakin mesra di hari-hari menjelang pernikahan. Tapi Vania buru-buru mengecilkan suara ataupun menutup pintu kamar dengan kasar di saat Valerie hanya kebetulan lewat.

Satu bulan terlewati, hari pernikahan pun tiba. 

Rumah kembali ramai. Kerabat jauh dan dekat berdatangan. Tak hanya dari pihak Mahendra, tapi juga dari pihak Arka— keluarga Leo. Valerie hanya mampu bersembunyi di kamar ketika orang-orang mulai sibuk menyiapkan semuanya. Ia enggan membantu atau menemani Vania di dandani oleh MUA, karena memang Vania tidak mau Valerie ada di dekatnya. 

Sebelum acara dimulai, suara-suara yang terdengar sampai ke kamar Valerie kebanyakan memperbincangkan mempelai laki-laki yang notabene sukses di mata banyak orang. 

Dan keramaian semakin meriah ketika tepat di pukul sembilan pagi, teriakan ‘sah’ saling bersahutan selama beberapa detik. Vania dan Leo telah  resmi menjadi suami istri.

Seketika air mata Valerie menetes lalu buru-buru dihapus  manakala Vira masuk ke kamar, mencarinya. Tentu saja sang ibu sadar akan keabsenan Valerie.

‘’Kamu kok di sini? Kenapa tidak turun ke bawah?’’

‘’Valerie hanya sedikit pusing, Ma.’’

‘’Loh, kamu sakit lagi? Bukannya sudah sembuh, ya?’’ Vira menyentuh dahi Valerie, menunjukkan perhatiannya sebagai seorang ibu.

Valerie menggeleng lemah. Bingung bagaimana menjelaskan apa yang sedang ia rasakan. Fisiknya memang tidak sakit. Tapi ada bagian lain yang lebih sakit di tubuhnya. Dan itu dipicu dengan pernikahan Leo dan Vania hari ini.

‘’Mungkin kamu belum makan. Kalau begitu ayo kita ke bawah, Nak. Nanti Mama suapin. Mama juga gak enak sama keluarga besan dan keluarga kita yang lain. Masa adik pengantin tidak kelihatan.’’

Meski beranjak dari tempat tidur dengan setengah hati, tapi pujukan Vira berhasil. Valerie merapikan kebaya dan sanggulan rambutnya. Mengikuti Vira di belakang..

‘’Besan, ayo foto.’’ 

Vira menyadari bahwa ia dan Valerie turun di waktu yang tepat. Semua orang sudah berbaris mengapit pengantin.

‘’Ma, Valerie mau makan saja.’’

‘’Ih, kamu nih. Ini momen langka. Sekarang mungkin Leo sama Vania. Nanti kamu juga kayak kakakmu. Duh, Mama jadi penasaran. Siapa ya orang beruntung yang jadi jodoh kamu nanti, Val?’’ Vira setengah berbisik. Matanya berbinar-binar. Mengekspresikan bahwa ia memang menantikan momen tersebut.

Tapi, Valerie tidak yakin ada pria yang mau dengannya mengingat ia sudah tidak suci lagi. Memikirkannya membuat ia langsung bersedih.

‘’Ayo, Nak. Sini.’’

Namun ia hanya bisa pasrah dengan keadaan. Juga pasrah ketika Vira menarik tangannya. Bergabung dengan semua orang yang berdiri di hadapan photographer. 

‘’Valerie di sebelah pengantin laki-laki fotonya. Mana tau ketularan dapat jodoh seperti Leo.’’ Ibu Leo mengusulkan. Wanita itu memang menyukai Valerie.

Valerie tersenyum getir. Ia ingin menghindar, tapi tidak ada yang bisa dilakukan. Tapi tiba-tiba Valerie kehilangan keseimbangan. Refleks Leo menangkap tubuh mungil Valerie. Bersitatap seperti di film-film. Dan konyolnya sang photographer mengabadikannya.

‘’Valerie!’’

Sama seperti Drupadi yang cemburu terhadap Subadra, Vania pun sama. Mungkin memang tidak sampai menikah. Tapi tetap saja ia marah  bila melihat Arjuna-nya memeluk wanita lain. Meski itu adalah adiknya sendiri. 

Vania paham kalau Leo hanya ingin menolong. Tapi sebagai istri, ia tetap tak menyukai adegan yang malah disambut oleh tawa dan seruan kompak orang-orang.

‘’Sudahlah. Ayo cepat fotonya!’’ Vania berseru ketus. Lalu bertukar posisi dengan Leo. Membuatnya jadi berfoto di sebelah Valerie. ‘’Habis ini aku mau foto sama orang tuaku dan juga orang tua Mas Leo.’’

Vania memang menatap kamera. Tapi ujung matanya tak berhenti tertuju pada Valerie. Ia akan menjaga Leo dari adiknya yang memiliki aroma-aroma ketertarikan pada suaminya. Lagi pula tak jarang hancurnya rumah tangga didasari dari orang terdekat sendiri.

***

‘’Tadi katanya mau makan. Kok jadi diam sih, Val? Mama suapin, ya?’’

Vira mengisi piring dengan nasi, rendang dan juga acar timun lalu duduk di samping Valerie. Duduk di bangku tamu tak jauh dari prasmanan. Kebetulan para tamu sudah banyak yang  pulang. Jadi mereka memilih duduk di sana.

Apalagi virus corona sedang marak-maraknya. Jadi tak banyak tamu yang hadir. Hanya kerabat dekat yang jumlahnya tak lebih dari lima puluh orang.

Raut wajah Valerie masih saja muram. Berbanding terbalik dengan Vania.

‘’Ayo buka mulutnya,’’ kata Vira sambil membawa sendok berisi tumpukan nasi dan lauk di depan wajah Valerie.

Gadis itu menurut. Bagaimana jadinya jika  Vira tau bahwa putrinya sedang merasa lemas dan pusing di waktu yang bersamaan.Nafsu makan Valerie juga mendadak lenyap.

Tapi lagi-lagi Valerie tak berdaya. Ia menurut. Memakan sesuap demi sesuap makanan yang tak terasa nikmat.

‘’Kamu kok jadi gampang sakit, Nak? Mukamu juga pucat.’’

Ternyata Vira menyadari fisik Valerie. Apalagi gadis itu juga terlihat lebih kurus.

‘’Hah? Enggak kok, Ma. Valerie baik-baik saja.’’ Tangannya meremas ujung baju. 

Valerie tahu berbohong pun tak ada gunanya. Pipinya lebih tirus. Tulang di bawah leher juga menonjol jelas. Karena itulah Valerie buru-buru naik ke kamar setelah selesai makan. Vira membiarkannya. Sebagai seorang ibu, ia merasa iba pada anak yang selalu menyimpan masalahnya sendiri tanpa mau berbagi itu.

Saat waktu telah memasuki jam untuk terlelap, Valerie ingin memastikan pintu kamar sudah terkunci atau belum, sebelum ia kembali ke atas tempat tidur.  Pengalaman membuatnya terjaga untuk tidak melakukan kesalahan seperti satu bulan yang lalu.

Dengan setengah mengantuk, Valerie mendekati daun pintu, berusaha meraih gagang yang ternyata sudah berputar lebih dulu sebelum ia menyentuhnya.

‘’Outer gaun tidurku terkena noda. Cepat bersihkan.’’ Vania muncul dengan melemparkan kain berwarna putih ke muka Valerie tiba-tiba.

Tanpa mau menyela atau membantah, Valerie bergegas menuruti perintah Vania. Mengucek noda kehitaman dengan sabun. Mengeringkannya dan menyetrikanya rapi.

Hati terasa berat untuk mengantarkan pakaian itu ke kamar Vania. Tapi kakaknya itu telah mengatakan untuk mengantarnya ke kamar jika sudah selesai. Satu tangan Valerie bergerak mengetuk pintu. 

‘’Mbak Van, bajunya mau ditaruh di mana?’’ teriaknya dari luar.

‘’Masuk saja. Ga dikunci kok. Aku lagi dandan. Cepetan!’’

Nada geram Vania Memaksa Valerie untuk buru-buru masuk.

‘’Sayang, jangan pakai bra, ya.’’ Leo tiba-tiba keluar dari kamar mandi tanpa tahu ada Valerie di sana. Memeluk, mencumbu leher Vania dan wanita itu hanya tertawa geli sambil mengabaikan Vania yang membeku.

‘’Aku udah gak sabar. Cepat buka bajunya, Sayang. Kita bikin Leo dan Vania kecil.’’ 

Vania mengangguk. Tersenyum lembut sambil mengecup bibir Leo. 

Hati Valerie terasa ditusuk jarum. Maniknya sudah tidak sanggup untuk melihat lebih banyak. Valerie bergegas meletakkan baju di meja dekat pintu bersama pemandangan Vania dan Leo yang sedang melakukan pemanasan untuk malam pertama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status