Share

Bab 2

 Pagi itu, Dimas sedang menggali di kebun belakang rumahnya. Sebelum saya melangkah lebih jauh, sebaiknya saya memberi tahu Anda mengapa dia menggali di sana. Dan bahkan sebelum saya memberi tahu Anda itu, saya lebih baik memberi tahu Anda bahwa Dimas dan Hari hampir sama dalam kecerdasannya, dalam hal tidak memiliki kecerdasan yang terlalu banyak. Kakak Dimas, Sandi, bahkan lebih bodoh, seperti yang akan Anda lihat.

 Empat tahun sebelumnya, ketika dia berusia delapan tahun, Dimas mengubur sebotol uang receh di bawah bagian depan rumah, di ruang gelap yang dia sebut guanya. Dia sedang bermain game tentang perampok, dan mereka menyembunyikan uang receh dari polisi. Dia menggambar peta yang menunjukkan di mana botol itu, meletakkannya di kamarnya dan melupakannya selama hampir sebulan.

 Kemudian, suatu hari ketika dia ingin pergi untuk menonton film dan dia tidak punya cukup uang, dia ingat tentang uang receh dan pergi mencari peta. Tetapi ibunya telah merapikan kamarnya dan mengambil peta itu, bersama dengan majalah-majalah tua dan sampah-sampah lainnya. Dia telah menggunakannya untuk menyalakan api di dapur keesokan paginya, jadi peta Dimas naik ke cerobong asap dapur.

 Sejak saat itu Dimas terus berusaha mencari botol berisi uang receh. Jumlahnya hanya sekitar lima ratus rupiah, jumlah yang cukup banyak di masa itu, tetapi ketika tahun-tahun berlalu, dan Dimas menjadi semakin putus asa dengan uang recehnya ini. Dia tidak pernah menemukan dimana tempat dia menguburkan mereka.

 Terkadang kami mencoba memberi tahu dia tentang apa yang jelas lebih masuk akal bagi kami, yaitu kakak laki-lakinya, Sandi, tahu tentang botol itu dan menggalinya sendiri. Tetapi Dimas menolak untuk mempercayai ini, meskipun dia membenci Sandi. Dia juga menolak untuk bertanya kepada Sandi tentang hal itu. Mungkin dia takut Sandi akan tertawa dan berkata, “Tentu saja aku mengambilnya, dasar brengsek, dan uang lima ratus itu aku menghabiskan semuanya.”

 Bagaimanapun, dia sedang menggali di sana pada Jumat pagi itu ketika dia mendengar suara pintu rumahnya terbuka dan tertutup. Dia sangat kaget dan kemudian bersembunyi, setelah dia mendengar teman Sandi, Dedi berkata, “Sandi apa yang akan kita lakukan?”

 Sekarang, Dedi adalah salah satu orang yang paling keras kepala dan nakal di desa. Dia berada di geng yang sama dengan Sandi dan Tomi. Jadi begitu Dimas mendengarnya berbicara seperti itu, dia sangat terkejut dan tertarik untuk mengetahui sesuatu yang besar sedang terjadi.

 "Tidak ada," kata Sandi. “Itulah yang akan kita lakukan.”

 “Tapi tidakkah kamu melihatnya?” kata Dedi. “Pasti itu adalah anak laki-laki yang ada di berita radio, yang bernama Sigit atau siapa pun itu, sudah mati di hutan sekitar Bendungan. Kondisinya sangat menakutkan.”

 "Ya, benar," Sandi setuju. “Beruntung gadis-gadis itu tidak melihatnya. Mereka pasti akan memberitahu semua orang jika melihatnya. Apakah menurutmu mereka akan mengetahui ada sesuatu yang salah?”

 “Aku tidak yakin,” kata Dedi. “Tapi kita sudah mencuri uangnya. Kita tidak bisa memberitahu polisi tentang anak itu. Atau kita akan mendapatkan masalah serius.”

 Mereka menghabiskan sebatang rokok dan pergi mencari Tomi.

 “Apakah kita akan memberitahu Tomi, Ded?” Sandi bertanya saat mereka berjalan pergi.

 “San, ingatlah kita tidak akan pernah memberi tahu apapun kepada siapa pun,'' kata Dedi.

 Segera setelah Dimas yakin bahwa mereka benar-benar pergi, dia berlari ke markas kami dengan membawa berita itu.

 "Kau benar-benar beruntung," kataku. “Mereka akan membunuhmu jika mereka tahu kau mendengarkan apa yang mereka bicarakan.”

 Hari berkata, “Aku tahu jalan ke Bendungan. Itu berakhir di sungai tengah hutan. Aku beberapa kali pergi memancing di sana.”

 “Mungkinkah dia berjalan jauh-jauh dari rumahnya ke daerah sini?” aku bertanya. "Itu sekitar sepuluh kilo meter."

 “Kurasa begitu,” kata Rudi. “Jika dia mengikuti sungai. Sangat mudah untuk berjalan dan dia mungkin mengira akan membawanya keluar dari hutan. Dan kemudian dalam kegelapan ada sesuatu yang menyebabkannya mati.”

 “Ngomong-ngomong, apakah kamu ingin pergi dan melihatnya?” Dimas bertanya. Dia sangat bersemangat sehingga dia hampir tidak bisa diam.

 “Ya,” kata Rudi sambil melemparkan kartunya ke atas meja. “Dan kau tahu apa? Aku yakin kita mendapatkan foto kita di koran. Kita akan menjadi terkenal.”

 “Apa yang kau katakan?” tanya Dimas.

 “Ya,” Rudi menjelaskan. "Kita bisa menemukan mayatnya dan melaporkannya."

 “Aku tidak tahu,” kata Dimas. “Sandi akan menebak bahwa aku mendengar pembicaraannya dengan Dedi, dan dia akan memukuliku.”

 “Tidak, dia tidak akan melakukannya,” kataku. "Dia tidak perlu khawatir lagi tentang uang curian dan segalanya."

 "Tapi bagaimana dengan orang tua kita?"  kata Hari. “Jika kita menemukan mayatnya, mereka akan tahu kita tidak sedang berkemah di halaman belakang Dimas.”

 “Kita bisa memberi tahu mereka bahwa kami bosan di halaman.” kataku, “dan memutuskan untuk berkemah di hutan saja. Dan kemudian semua orang tua akan terlalu bersemangat tentang kita menemukan mayat daripada menyalahkan kita.”

 “Oke,” kata Hari. “Mari kita semua bertemu di sini setelah makan siang. Apa yang bisa kita katakan kepada mereka tentang makan malam?”

 Rudi berkata, “Kita bisa bilang kita makan di rumah Dimas.”

 "Dan aku akan memberitahu ibuku bahwa aku sedang makan di rumah Rudi." kata Dimas.

 Itu akan berhasil kecuali ada keadaan darurat atau kecuali ada orang tua yang saling menghubungi. Tak satu pun dari kami berasal dari keluarga kaya, dan baik rumah Dimas maupun Rudi tidak memiliki telepon. Banyak orang tidak melakukannya pada masa itu.

 Ayah saya telah pensiun dari pekerjaan, ayah Dimas bekerja di sebuah pabrik di kota. Ayah Rudi sudah meninggal, Ibunya hanya menyewakan sebuah kamar di rumahnya ketika dia bisa menemukan seseorang untuk mengambilnya. Ayah Hari hampir selalu mabuk dan tidak memiliki pekerjaan.

 Hari tidak banyak bicara tentang ayahnya, tapi kami semua tahu dia membencinya seperti racun. Ayahnya sering memukulinya. Suatu kali, tahun sebelumnya, sejumlah uang kas kelas hilang di sekolah. Hari dituduh mengambilnya. Dia bersumpah dia tidak mencurinya, tetapi karena dia adalah salah satu dari orang yang tidak beruntung, dia tidak diizinkan kembali ke sekolah selama dua minggu. Ayahnya memasukkannya ke rumah sakit saat itu, dengan hidung dan pergelangan tangan patah. Memang benar bahwa dia berasal dari keluarga yang buruk, kakak tertuanya Heru dipenjara, dan Heri kaksk keduanya mati overdosis narkoba.

 "Kurasa itu akan berhasil," kataku. "Bagaimana dengan Guntur dan Wahyu?" Guntur dan Wahyu adalah dua anggota tetap geng kami.

 "Mereka masih pergi," kata Rudi. “Mereka tidak akan kembali sampai Senin."

 Kami tidak terlalu bersemangat sekarang untuk bermain kartu. Kami semua meninggalkan markas dan pulang untuk bersiap-siap.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status