Share

Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia
Pewaris Bodoh Mengguncang Dunia
Author: Donat Mblondo

1. Bangun dari kematian

Sesak ... pengap ... dan berdebu. Pandangan remang-remang, pusing, serta rasa sakit yang begitu mendalam di punggungnya.

"Ugh! Di mana aku?" gumam seorang pria disertai dengan rintihan.

Kepalanya terasa berdenyut-denyut dan rasa sakit di punggung, semakin lama semakin nyeri. Ingatannya campur aduk. Beberapa waktu yang lalu, dirinya masih berada di sebuah restoran, sedang meracik bahan untuk membuat siomay ikan tongkol. Namun, tanpa sengaja, jari telunjuknya tertusuk tulang ikan tongkol. Seketika itu, kepalanya menjadi pusing dan pingsan.

Pria berumur 25 tahun itu terbangun dalam keadaan tubuh tengkurap di suatu tempat yang sama sekali tidak dikenalinya. Tempat yang gelap, pengap, dan berdebu. Dia berusaha bangun merangkak. Dan ...

Braak!

Sesuatu terbuka saat ia berusaha untuk bangkit berdiri. Rupanya, dia tertutup di dalam sebuah box kayu tua memanjang dan berbentuk seperti peti mati. Box kayu tua itu berada di samping sebuah bangunan tua yang tampak tak berpenghuni.

Kepalanya masih terasa berputar-putar. Ingatan lain pun tiba-tiba muncul. Namanya Junaedi Sutejo. Anak dari seorang chef bernama Bambang Sutejo, seharusnya menjadi pewaris sepuluh restoran ternama, tapi setelah kematian ayahnya, malah berakhir menyedihkan karena kebodohannya tidak memiliki skil memasak apapun. Seorang pria bodoh yang selalu direndahkan dan dianggap tidak berguna oleh orang-orang di sekitarnya.

Pria itu menatap tubuhnya sendiri dari ujung kaki hingga ke badan. Dirinya memakai kemeja putih dengan bagian atas terbuka dan celana jins sepanjang mata kaki.

"Ini bukan tubuhku! Aku, Sumitro Joyo Kusumo adalah seorang master chef jenius di abad ke-18, mengapa aku bisa berada di tubuh pria malang ini?" gumamnya.

Beberapa waktu lalu, Junaedi sedang berkencan dengan istri tercintanya. Ia duduk di tepi sawah sembari memandang keindahan malam. Namun, tiba-tiba seseorang menikamnya dari belakang. Sebuah pisau, menancap di punggungnya. Tak lama kemudian, karena sang pemilik tubuh tidak kuat menahan rasa sakit, akhirnya ia pun mati. Entah bagaimana nasib istrinya hingga saat ini.

Karena sudah berada di tubuh pria malang bernama Junaedi ini, maka Sumitro bertekad akan memperbaiki kehidupannya.

"Mulai sekarang, aku adalah Junaedi Sutejo, sang pewaris sepuluh restoran ternama! Aku, akan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku! Dan tidak akan membiarkan mereka menindasku lagi! Akan ku gemparkan dunia ini dengan kemampuanku!"

Junaedi segera beranjak dari tempat itu untuk mencari istrinya. Pria tersebut melangkahi box kayu tua dan berjalan tertatih sembari menahan rasa sakit di punggungnya.

Baru saja berjalan beberapa langkah, tanpa diduga, dia berpapasan dengan tiga orang pria. Salah satu di antara mereka adalah Marsodi, sepupunya.

"Ka-kau!" tunjuk salah seorang dari mereka. "Ha-han-hantuuuuuu!" Dia berbalik lari terbirit-birit.

Namun, Marsodi yang berada di sebelahnya, menahan dengan menarik sebagian bajunya. "Mana ada hantu, Goblok! Lihat kakinya masih napak di tanah!"

Pria yang hendak lari pun menoleh. Dia mendapati kaki Junaedi benar-benar masih menginjak tanah. "Kalau bukan hantu, berarti kau ... mati suri?"

"Mati suri? Ha ha ha!" Marsodi dengan cepat mengayunkan kakinya menghantam sisi kepala kiri Junaedi.

Buagh!

Junaedi terhempas jatuh terlentang. Marsodi berjalan mendekatinya dan menarik baju lelaki itu hingga tubuhnya terangkat.

"Hidup lagi pun masih bernasib buruk bertemu dengan kami! Kau pasti belum pernah sekalipun menyentuh tubuh indah istrimu, kan?" Marsodi memainkan lidahnya sembari menyunggingkan senyum.

"Istriku? Apa yang telah kau lakukan pada istriku!" gertak Junaedi dengan amarah yang menggebu-gebu.

Plak!

Marsodi menghempaskan tangannya, hingga punggung tangan mengeluarkan bunyi yang nyaring. "Kau pikir, kau pantas untuk Ambar? Lihatlah, betapa menyedihkannya dirimu! Sampah sepertimu, kalaupun mati, tidak akan ada yang bersedih atas kematianmu! Ha ha ha!" tawa Marsodi disertai lesatan tangan yang mengepal, menghantam keras wajah Junaedi.

Buagh!

Junaedi terhempas mundur meringis kesakitan. Marsodi mengibas-kibaskan tangannya seraya berkata kepada dua pengikutnya.

"Sisanya, ku serakan pria sekarat ini pada kalian! Lebih cepat, lebih baik! Bawa mayatnya ke hadapanku!" Kemudian, lelaki bengis itu membalikkan badan dan berpaling meninggalkan mereka bertiga.

Kalau saja tubuh ini tidak dalam keadaan terluka. Aku pasti sudah menghabisimu! Batin Junaedi menatap tajam Marsodi yang sudah semakin jauh dari pandangannya.

Dengan bersusah payah, Junaedi kembali menggerakkan tubuhnya untuk bangkit.

"Supaya kami cepat mendapat bayaran, aku akan segera mengirimmu ke neraka untuk yang kedua kalinya!" Salah satu pria itu mengeluarkan sebuah pisau bekas darah. Ternyata, mereka lah yang telah membunuh sang pemilik tubuh.

Pria itu mengayunkan pisaunya ke arah Junaedi. Dan Junaedi berusaha menghindar. Namun, kondisi tubuhnya yang tidak memungkinkan malah membuatnya jatuh tetsungkur.

"Aargh, sial! Kenapa aku tidak menyempatkan untuk belajar bela diri di masa lalu!" sesal Junaedi bergumam. Setidaknya, jika ia belajar bela diri di masa lalu, dia tidak akan merasa kesulitan seperti ini.

"Ha ha ha!" Dua pria itu menertawai Junaedi yang jatuh tersungkur dengan sendirinya.

Salah satu pria itu menginjak bekas luka punggung Junaedi dengan kaki.

"Aaaaargh!"

Junaedi mengerang keras. Rasa sakit yang luar biasa terus menggema di tubuhnya sampai ke ubun-ubun. Dia berusaha bangkit sembari tangannya menggenggam tanah dalam kepalan.

Satu pria menahan kakinya dan satu pria lagi mengayunkan kembali pisaunya untuk membunuh Junaedi.

"Aku tidak akan membiarkan pisau itu menyentuh tubuhku lagi!" gumam Junaedi mengeratkan gigi gerahamnya.

Jika Junaedi terkena satu tusukan pisau lagi, maka tamatlah riwayatnya. Ketika si pria mengayunkan benda tajam itu, Junaedi sekuat tenaga menendang pria yang menahan kakinya. Tumit Junaedi berhasil menohok leher pria itu hingga terjatuh. Dia pun berguling untuk menghindari lesatan pisau dan ...

Whuuush!

Pyaaaar!

Junaedi melemparkan tanah dalam genggamannya ke wajah si pria yang memegang pisau. Akan tetapi, lengan pria itu sukses menghalangi wajahnya dari pasir-pasir yang menghujaninya.

"Heh, kau pikir bisa menaklukanku dengan trik kecil seperti itu?" seringai si pria sembari menodong kembali senjatanya.

Junaedi merangkak mundur menjauh dari pria itu. "Aku tidak bisa melawannya, tapi aku masih sanggup berlari sembari menahan rasa sakit ini hingga mencapai batasku," gumamnya. Dia meraba-raba sesuatu apa saja yang bisa dijadikan senjata. Hingga tangannya menemukan segenggam batu.

Tanpa basa-basi, tangan itu bergerak secara spontan menghempaskan batu tersebut ke arah si pria.

Buagh!

Sang batu menghantam keras hidung pria itu, hingga mengeluarkan cairan merah dari lubangnya.

Kesempatan!

Ketika pria itu lengah, Junaedi dengan sigap berdiri dan berlari tanpa peduli lagi dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Dia terus fokus berlari ke depan, dan tidak sedikitpun menoleh.

Hosh! Hosh! Hosh!

Napasnya mulai menipis. Tanpa terasa, langkah kakinya sudah sampai di depan gerbang rumahnya yang tidak tertutup. Dia berjalan sempoyongan menuju pintu masuk dengan napas terengah-engah. Tangannya dengan lemas mengetuk pintu tanpa tenaga. Rasa sakit yang tadi ia abaikan, kini muncul kembali dengan nyeri yang berkali-kali lipat. Tak tahan lagi. Tubuhnya pun ambruk. Bersamaan dengan itu, seseorang membuka pintu dan manangkap tubuhnya yang terjatuh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status