Home / Fantasi / Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa / 04. Chief Executive Paviliun Dracarys

Share

04. Chief Executive Paviliun Dracarys

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2025-03-24 16:14:49

Kevin melangkah cepat di antara pepohonan yang menjulang di kaki Gunung Xandaria. Napasnya teratur, tapi sorot matanya tajam, seakan-akan setiap langkahnya membawa kenangan yang tak bisa dihapus oleh waktu. Udara di sekitarnya dipenuhi aroma tanah basah dan dedaunan yang tertiup angin, membawa nostalgia yang mengguncang hatinya. Tak lama, hamparan beton dan kaca dari Kota Nagapolis tampak di depan mata. Kota yang dulu menjadi saksi kejayaan keluarganya, sekaligus kehancuran yang menyisakan dendam.

Lima tahun berlalu sejak ia terakhir kali menginjakkan kaki di kota metropolitan ini. Bagaimana rupa kota ini sekarang? Apa yang berubah?

Ia harus mencari informasi terlebih dahulu tentang Nagapolis, terutama Keluarga Caraxis yang menjadi sasaran pertamanya untuk menyelidiki kejadian lima tahun yang lalu. Tiba-tiba Kevin teringat kartu magnetik Dracarys yang bisa digunakannya.

Jemarinya merogoh saku dalam pakaiannya, menyentuh kartu kristal biru yang terasa dingin di ujung jarinya. Kartu Dracarys. Pemberian roh dewa di kuburan kuno. Begitu ia mengusapnya, pancaran cahaya biru berpendar, mengirimkan gelombang elektromagnetik yang hanya bisa diterima oleh orang-orang tertentu.

*****

Di sebuah kamar luas dengan pemandangan pusat kota Nagapolis, seorang wanita terbaring di atas sofa beludru berwarna safir. Gaun sutra tipisnya melekat sempurna pada tubuhnya, menampilkan siluet yang anggun dan berbahaya. Tubuhnya yang memiliki lekuk-lekuk yang indah terlihat jelas di balik gaun sutra tipis ini.

Wajahnya yang cantik dan eksotik merupakan ciri khas wanita yang berasal dari Negara Parisian.

Claudia Xander, pemimpin cabang Paviliun Dracarys di Kota Nagapolis, membuka matanya yang tajam saat cahaya biru tiba-tiba menyala di jam pintarnya. Ia terduduk, jantungnya berdegup lebih cepat.

"Kartu Chief Executive Dracarys?" gumamnya dengan nada tidak percaya. "Bagaimana mungkin pimpinan tertinggi Paviliun Dracarys datang ke Kota Nagapolis tanpa sepengetahuanku?"

Dalam hitungan detik, Claudia bangkit dari duduknya, jubah panjangnya melambai mengikuti langkah cepatnya. Aroma mawar hitam dari parfumnya menguar, menandai kehadirannya yang selalu penuh kewibawaan. Ia tak butuh waktu lama untuk melacak sumber sinyal itu.

Di sebuah gang sempit yang masih diterangi lampu kota, Kevin berdiri tegak, ekspresinya datar namun tajam. Dalam sekejap, bayangan seseorang muncul di hadapannya. Claudia Xander. Matanya melebar ketika melihat pemuda di depannya.

Ia menunduk dalam. "Aku adalah Claudia Xander, pemimpin cabang Nagapolis dari Paviliun Dracanys... Ada yang bisa saya bantu, Chief?"

Kevin mengangkat alis, tak menyembunyikan keterkejutannya. Matanya menyapu Claudia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wanita ini memancarkan aura keanggunan yang berbahaya. Namun, bukan itu yang membuatnya terdiam, melainkan panggilannya.

"Chief?" ulangnya dengan sedikit bingung tapi tidak mengurangi sikap dinginnya.

Claudia mengangguk. "Benar. Bukankah Tuan Muda adalah Chief Executive dari Paviliun Dracarys?"

Sekarang, Claudia yang bingung dengan sikap Kevin yang sulit dimengerti olehnya.

Kevin tetap diam, membiarkan keheningan meresap. Kartu Dracarys tidak bisa diaktifkan oleh sembarang orang. Ini berarti identitasnya tidak bisa dipertanyakan. Tapi Claudia tampak heran, matanya mengamati pakaian Kevin yang lebih menyerupai seorang pengelana daripada pemimpin organisasi paling berpengaruh di dunia.

Namun, Kevin tak peduli dengan itu semua.

"Aku ingin informasi mengenai Keluarga Caraxis dalam lima tahun terakhir ini. Bisa kau usahakan sekarang?" ujar Kevin, suaranya dingin, tak berintonasi, mengabaikan pertanyaan Claudia.

Claudia menegakkan tubuhnya, memastikan bahwa ia tidak salah dengar. "Keluarga Caraxis?"

"Benar. Sekalian informasi mengenai Helena Caraxis." Kevin menyebut nama itu dengan nada penuh kebencian. Seketika, aura membunuh yang dingin merambat ke udara, membuat napas Claudia tercekat. Ia pernah bertemu dengan orang-orang kuat sebelumnya, tapi tekanan yang keluar dari Kevin lebih dahsyat, seakan bisa membekukan siapa saja di sekitarnya.

Meski merasakan ketegangan luar biasa, Claudia menjawab dengan suara setenang mungkin, "Lima tahun lalu, saat Keluarga Drakenis dimusnahkan... Keluarga Caraxis langsung mengambil alih semua aset dan pendukung Keluarga Drakenis. Mereka bekerja sama dengan Gubernur Provinsi Xandaria, yang memberi mereka kekuatan politik dan militer untuk menancapkan kekuasaan di kota ini."

Kevin mengepalkan tangannya. Rahangnya mengeras menahan gejolak emosi yang mengamuk dalam dirinya.

Claudia ragu sejenak sebelum menambahkan, "Oh ya, ada informasi terbaru mengenai Helena Caraxis. Namun, aku belum memastikan kebenarannya."

"Katakan saja!" suara Kevin menggema, dingin dan penuh ancaman.

Claudia menggigil tanpa sadar. "Aku dengar semalam, seorang wanita bernama Ravena Xenagon mencoba membunuh Helena Caraxis. Sayangnya, ia gagal dan tertangkap."

Kevin terpaku. Seketika, aura membunuhnya semakin pekat, udara di sekitar mereka terasa membeku. Claudia harus berjuang untuk tidak mundur.

Ravena Xenagon. Nama yang begitu familiar. Gadis itu bukan hanya adiknya, tapi juga satu-satunya keluarganya yang tersisa. Sejak kecil, Ravena menderita penyakit misterius yang membuat tubuhnya selalu dingin, melebihi es. Tak ada seorang pun yang bisa menyentuhnya tanpa membeku, kecuali Kevin.

Namun, ada satu fakta lain yang lebih mengerikan. Darah Iblis Es mengalir dalam tubuh Ravena, dan begitu ia menginjak usia 17 tahun, kekuatan itu akan bangkit sepenuhnya. Banyak yang menginginkan darahnya untuk meningkatkan kultivasi mereka.

"Ravena dalam bahaya!" batinnya. 

"Cepat beritahu aku! Ditahan di mana Ravena sekarang?" tanyanya, auranya semakin menakutkan.

Claudia menelan ludah, berusaha tidak menunjukkan ketakutannya. "Dia ditahan di Paviliun Timur Keluarga Caraxis. Tapi, Chief ...."

WUUUSH!

Dalam sekejap, Kevin menghilang dari hadapannya. Claudia hanya bisa berdiri terpaku, jantungnya masih berdegup cepat.

"Orang ini..." gumamnya dengan suara hampir tak terdengar. "Begitu muda, tapi kekuatannya sudah melampaui semua orang di kota ini..."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   522. Kevin vs Felix

    Ledakan pertama mengguncang Desa Langit. Tanah bergetar seperti gempa, atap-atap rumah meloncat dari tempatnya, dan deru teriakan ribuan pasukan sekte kecil memecah udara. Pedang, tombak, panah spiritual, dan mantra terbang memenuhi langit seperti hujan meteor.Kevin hanya sempat menoleh sekali pada Valkyrie, Celestine, dan Kurozan. “Jangan mundur.”Felix melangkah maju, setiap tapak kakinya membuat tanah merekah, memancarkan semburan cahaya emas dari kekuatan dewa dan bayangan hitam pekat dari kekuatan iblis. Dua arus ini tidak saling menolak—mereka berputar melingkar, berpadu seperti yin dan yang, menciptakan aura yang menelan segalanya.“Kekuatan murni dewa membakar roh,” kata Felix tenang, matanya berkilat emas. “Kekuatan iblis menggerogoti jiwa,” lanjutnya, merah darah kini menyala di pupilnya. “Dan aku… punya keduanya.”Ia mengangkat tangannya. Sepuluh Tombak Surga-Neraka tercipta dari pusaran cahaya emas dan kabut hitam, masing-masing berdenyut seperti jantung hidup. Felix men

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   521. Hinaan Felix

    Bayangan-bayangan yang sebelumnya hanya samar di pinggir pandangan kini mulai menjelma menjadi wujud nyata. Dari atap rumah-rumah kayu yang mengelilingi Desa Langit, dari sela batang pohon pinus yang berdesir pelan, hingga punggung perbukitan yang membentuk cincin alami di sekitarnya—muncul sosok-sosok berbalut jubah sekte. Jumlah mereka bukan lagi puluhan… melainkan ratusan. Langkah kaki mereka nyaris tak terdengar, namun udara di Desa Langit mendadak terasa berat, seperti diselimuti kabut besi. Niat membunuh yang mereka pancarkan merayap di kulit, membuat napas setiap orang yang menyadarinya menjadi pendek dan terputus-putus.Valkyrie melangkah maju, tubuhnya tegak bagai perisai di antara Kevin dan Felix. Angin sore yang tadinya lembut kini terasa membawa aroma logam dan tanah basah. Matanya menyala tajam, menatap Felix tanpa sedikit pun gentar.“Kau berani membawa perang ke Desa Langit?” suaranya tegas, namun di balik itu terselip nada marah yang dingin. “Bagaimana dengan penduduk

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   520. Kaisar Dewa dan Iblis

    Kabut tipis menyelimuti dataran tinggi berbatu yang menjulang di hadapan mereka, seolah menjadi gerbang alamiah menuju Desa Langit. Kurozan mendarat dengan lembut, cakar-cakarnya meninggalkan bekas cekung di tanah yang keras. Udara di sini menusuk kulit dengan kesejukan pegunungan, namun membawa kesegaran yang jarang ditemui—aroma embun dan bunga liar bercampur dengan hembusan dingin yang mengalir dari puncak jauh di atas sana.Di kejauhan, rumah-rumah kayu beratap jerami berdiri berbaris rapi, dikelilingi ladang bunga beraneka warna yang bergoyang perlahan diterpa angin. Kicau burung gunung terdengar samar, kontras dengan ingatan medan perang yang baru saja mereka tinggalkan—darah, jeritan, dan bau besi yang kini terasa begitu jauh.Begitu kaki Kevin menyentuh tanah, suara langkah cepat memecah keheningan. Dari arah jalan desa, seorang perempuan berlari—rambut panjangnya yang keperakan terayun liar, memantulkan kilau lembut di bawah sinar matahari pucat. Mata peraknya bergetar, menaha

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   519. Akhir Hidup Dewi Wajah Racun

    Kevin berdiri tegak di tengah medan pertempuran yang sudah porak-poranda. Batu-batu hitam retak di bawah kakinya, bergetar pelan seakan takut akan sosok yang menginjaknya. Aura kegelapan mengalir dari tubuhnya—bukan sekadar asap atau kabut, tapi pusaran hidup yang menggulung liar, penuh bisik-bisik dari jiwa-jiwa yang telah ia kirim ke kematian.Nafasnya terdengar berat namun terkendali. Setiap tarikan seperti menghisap dingin dari alam neraka, dan setiap hembusan membawa hawa mematikan yang menekan dada siapa pun yang berdiri terlalu dekat.Di tangannya, Pedang Dewa Ilahi bergetar halus. Getarannya bukan sekadar respons logam terhadap energi, melainkan sebuah desahan… seolah pedang itu menyambut niat membunuh tuannya.Tatapan Kevin menusuk tajam, menembus asap kelam dan kabut racun yang melingkari sosok musuhnya—Lexainne, Dewi Wajah Racun. Aura racunnya seperti lautan hijau yang bergelora, namun Kevin berdiri tanpa gentar. Bibirnya bergerak pelan, seperti melafalkan doa… padahal itu a

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   518. Kurozan vs Naga Seiryu

    Awan di langit tercerai berai dicabik oleh kekuatan raksasa. Kurozan, burung raksasa berbulu legam berkilau, mengerjapkan matanya yang menyala seperti bara. Dengan geraman rendah yang bergulung di tenggorokannya, ia melesat dan—KRAAK!—cakar besarnya menghantam mata Naga Seiryu.Raungan menggelegar memecah udara, memantul di antara lapisan awan pekat. Tubuh sang naga raksasa terhuyung, melayang tak terkendali sebelum jatuh menghantam gumpalan awan badai. Butiran es berhamburan, terhempas dari sisiknya yang pecah di beberapa titik.Namun duel belum selesai. Kedua makhluk itu kembali menabrak satu sama lain, sayap mereka memukul udara seperti badai raksasa yang melahirkan pusaran angin mematikan. Suara benturan cakar dan sisik beradu terdengar seperti logam yang digerus oleh petir.Di bawah pusaran pertempuran itu, Kevin berdiri dengan napas berat, Topeng Iblisnya memantulkan kilau kehijauan dari racun yang memenuhi udara. Di sampingnya, Celestine mengepalkan tangan, aura petir di sekeli

  • Pewaris Ilmu Iblis dan Dewa   517. Lexainne – Dewi Wajah Racun

    Langit di atas Tanah Terlarang Dewa dan Iblis mulai berubah warna, dari biru pucat menjadi ungu kelam yang seperti mengalir di antara awan. Kevin, yang kini mengenakan Topeng Iblis dan dikenal sebagai Arkantra Drago, berdiri di punggung Kurozan bersama Celestine. Angin kencang dari sayap burung raksasa itu memukul wajah mereka, membawa aroma hutan pegunungan dan sisa darah pertempuran sebelumnya.“Kita harus cepat sampai ke Desa Langit,” suara Kevin teredam oleh deru angin. “Aku perlu tahu keadaan Valkyrie… sebelum terlambat.”Celestine mengangguk, jemarinya erat memegang tali kekang Kurozan. Mata gadis itu menyapu cakrawala, tapi tiba-tiba membeku.“Kevin…” ucapnya pelan, matanya menyipit, “…ada yang mengikut kita.”Dari kejauhan, kabut hijau pekat muncul seperti racun yang merambat di udara. Dari dalamnya, suara gemeretak tulang bercampur desir angin beracun terdengar, membuat bulu kuduk berdiri. Lalu muncullah sesosok wanita berkulit pucat kehijauan, matanya berkilau seperti zamrud

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status